tirto.id - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau masyarakat sekitar Gunung Salak untuk waspada terhadap erupsi freatik. Imbauan PVMBG ini rilis seiring dengan meningkatnya aktivitas Gunung Salak belakangan ini.
Lalu, apa sebenarnya erupsi freatik pada Gunung Salak yang diwaspadai PVMB? Apakah erupsi tersebut berbahaya?
Gunung Salak pernah mengalami erupsi freatik pada 1938. Erupsi serupa dikhawatirkan kembali terjadi di Gunung Salak karena rangkaian gempa yang terjadi baru-baru ini.
"Meskipun dari kegempaan cenderung normal, namun tetap perlu diwaspadai terjadinya erupsi freatik," terang PVMBG melalui rilis, Senin (11/12/2023).
PVMBG mengumumkan selama periode 1 hingga 9 Desember 2023, terjadi peningkatan aktivitas di Gunung Salak berupa gempa tektonik. Gempa tektonik yang dicatat PVMBG berupa gempat tektonik jauh sebanyak 31 kali dan gempa tektonik lokal sebanyak 22 kali.
Gempa dengan magnitudo 4,0 juga sempat tercatat di barat daya Kota Bogor pada Jumat (8/12/2023) yang diduga berkaitan dengan Gunung Salak. Selanjutnya gempa lainnya terus terjadi di wilayah yang sama hingga 10 Desember 2023.
Gempa tektonik magnitudo 4,6 juga melanda Kabupaten Sukabumi pada Kamis (14/12/2023). Meskipun tidak disebutkan apakah gempa Sukami terkait dengan Gunung Salak, namun Pemerintah Daerah Bogor meminta warga sekitar untuk waspada.
"Kami meminta dan mengimbau masyarakat yang rumahnya berlokasi di kaki gunung itu (Gunung Salak) harus waspada," kata Bupati Bogor Iwan Setiawan, seperti yang dikutip dari Antara News.
Tak hanya itu, rangkaian gempa tektonik yang terus terjadi membuat Balai Besar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menutup akses pendakian ke Gunung Salak. Penutupan jalur pendakian itu juga tecantum dalam Surat Edaran Nomor SE.4722/T.14/TU/KSA.3.1/12/2023 dari Kepala Balai TNGHS.
"Mulai 15 Desember 2023 ditutup sementara khusus pendakian Puncak Salak dan Kawah Ratu," kata Kepala Balai Besar TNGHS, Erlan Sodahlan pada Kamis (14/12/2023) dikutip Antara News.
Apa Itu Erupsi Freatik pada Gunung Salak?
Santi Kurniasih dalam Seri Fenomena Alam dan Mitigasi Letusan Gunung Api (2023) menjelaskan bahwa erupsi freatik merupakan salah satu tipe letusan gunung api.
Erupsi freatik adalah letusan yang terjadi karena penimbunan uap air dan gas vulkanik sehingga menyebabkan sumbatan di mulut kawah terbuka.
Terbukanya mulut kawan memberikan jalan pada magma untuk keluar ke permukaan. Ketika erupsi freatik terjadi, material vulkanik yang keluar didominasi oleh uap air, gas vulkanik, debu, pasir, dan kerikil.
Letusan gunung freatik umumnya mengeluarkan magma segar yang memiliki intensitas kecil. Suhu material vulkanik kurang dari 200 derajat Celsius ketika keluar dari lubang kawah.
Saat material vulkanik tersebut keluar dari lubang kawah, suhunya dapat turun karena menyesuaikan dengan suhu lingkungan.
Erupsi freatik yang terjadi pada Gunung Salak kurang lebih memunculkan ciri-ciri serupa. Menurut PVMBG, erupsi freatik pada Gunung Salak bisa berupa semburan lumpur atau erupsi uap air (steam explosion) yang muncul secara tiba-tiba.
Erupsi freatik di Gunung Salak bisa dipicu oleh gempa tektonik yang terjadi belakangan ini. Selain gempa, risiko erupsi freatik dapat meningkat seiring dengan kondisi basah di wilayah Gunung Salak selama musim hujan.
Apakah Erupsi Freatik Bahaya?
PVMBG menjelaskan bahwa erupsi freatik tidak termasuk letusan yang berbahaya dan hanya berlangsung sesaat. Umumnya, letusan gunung api freatik hanya memuntahkan material dingin dan relatif aman karena hanya abu ringan.
Meskipun tidak berbahaya, bukan berarti erupsi freatik bisa disepelekan. Hal ini karena letusan freatik biasanya menimbulkan konsentrasi gas-gas di sekitar gunung api meningkat.
Menurut Dea Lugina dalam Gunung Berapi (2023) hal ini karena erupsi freatik biasa terjadi pada gunung berapi yang kaya akan kandungan gas, seperti Dieng, Tangkuban Perahu, dan Papandayan. Risiko erupsi freatik ini semakin tinggi seiring dengan masuknya musim hujan.
Saat musim hujan, tingkat kelembaban udara di sekitar kawah akan lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan gas-gas vulkanik akan sulit terurai, sehingga memicu konsentrasi gas-gas di Gunung Salak meningkat dan dapat membahayakan kehidupan.
“Erupsi freatik dapat berpotensi secara tiba-tiba bila curah hujan cukup tinggi,” kata Kepala PVMBG Kementerian ESDM Hendra Gunawan pada Rabu (6/12/2023) dikutip Antara News.
Para ahli juga menilai bahwa erupsi freatik bisa menjadi pertanda akan terjadinya letusan magmatik, terutama pada gunung api yang sudah beristirahat puluhan tahun. Tidak seperti erupsi freatik, erupsi magmatik lebih berbahaya karena sering bersifat eksplosif dan mengeluarkan material panas.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy