tirto.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berencana menerbitkan surat utang atau obligasi berwawasan hijau alias green bonds di luar wilayah Indonesia untuk refinancing utang jangka pendek yang diberikan sindikasi perbankan. Terkait hal itu, pengamat Pasar Modal dan CEO Finvesol Consulting, Fendy Susianto menuturkan dari kacamata perbankan sektor energi panas bumi yang dijalankan perseroan memiliki risiko investasi tinggi.
“Dari segi business-to-business (B2B) terutama dari sisi perbankan, bisnis panas bumi ini risikonya tinggi, return yang ditawarkan juga kurang menarik. Jadi wajar kalau sulit dapat pendanaan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (27/4/2023).
Dia menuturkan manajemen PGEO sendiri menuliskan dalam prospektus perseroan secara historis dana untuk menjalankan kegiatan operasional didapat melalui pinjaman pemegang saham.
Lebih lanjut, Fendy mengklaim PGEO belum mampu menarik minat perbankan. Jika ada, kata dia bank yang memberikan pinjaman dan tidak akan bertahan lama dalam memberikan pinjaman. Sebab, risiko bisnis terlalu tinggi.
Sementara itu, dia pun mempertanyakan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang tidak memberikan fasilitas pinjaman dalam proses refinancing PGEO. Padahal, kata dia keduanya memiliki dukungan afiliasi dan pernah menjadi agen fasilitas pinjaman sindikasi PGEO pada 2021.
“Kalau memang bisnis PGEO bagus, kenapa tidak refinancing dari Mandiri atau bank lainnya di dalam maupun luar negeri yang bisa memberikan fasilitas pinjaman valas? Artinya perbankan sudah tidak berada pada posisi yang agresif untuk mendanai perusahaan itu sebab eksposur risikonya bertambah," jelas dia.
Baru-baru ini PGEO mengumumkan rencana penerbitan surat utang luar negeri sebesar 400 juta dolar AS atau sekitar Rp6 triliun dengan kupon 5,15 perzen per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028. Dana ini akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing) dengan besaran yang sama dengan nilai emisi obligasi.
Tetapi bunga pinjaman yang diraih sebelumnya lebih rendah dari kupon obligasi kali ini. Sehingga besar kemungkinan biaya bunga yang dikeluarkan perseroan akan lebih tinggi.
"Dengan begitu PGEO harus menghadapi interstate pay differential adjusment (penyesuaian atas perbedaan biaya),” tutup Fendy.
Sebelumnya, Corporate Secretary PT Pertamina Geothermal Energy, Muhammad Baron mengklaim, jika dibandingkan pinjaman bank yang memiliki rate dan risiko lebih tinggi, green bond yang pada dasarnya merupakan bentuk fundraising berwawasan lingkungan.
Menurutnya ini lebih menguntungkan karena dapat memberikan premium/discount dari investor fixed income yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan bisnis berwawasan lingkungan, misalnya panas bumi.
"Penggunaan dana untuk pembayaran utang juga sudah sesuai dengan Eligibility Criteria yang telah ditetapkan dalam Green Financing Framework PGE sehingga tidak akan berisiko bagi keberlangsungan Perseroan," kata Baron kepada Tirto.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin