Menuju konten utama

Amnesti Pajak Lolos dari Lubang Jarum

UU pengampunan pajak atau amnesti pajak lolos dari lubang jarum setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materil para pemohon. Keputusan ini tentu membuat pemerintah bernapas lega.

Amnesti Pajak Lolos dari Lubang Jarum
gedung mahkamah konstitusi.foto/antaranews

tirto.id - Jumat malam jelang libur panjang pekan lalu, Istana Negara ramai dengan kehadiran para pengusaha. Malam itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja mengundang sekitar 500 wajib pajak besar atau prominent untuk didorong-dorong ikut program amnesti pajak. Presiden Jokowi bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah tiga kali menjadikan Istana Negara jadi tempat makan malam “cantik” sosialisasi amnesti pajak.

"Bila sudah akhir tax amnesty, dalam waktu 3 tahun setelah selesai, kami temukan harta yang terkait wajib pajak tersebut, akan dikenakan tarif 25 persen dan denda 2 persen per bulan sampai 24 bulan. Jadi total akan sekitar 75 sampai 80 persen terhadap harta apa aja," kata Sri Mulyani dilansir dari Antara.

Teguran Sri Mulyani bukan sesumbar. Masa berakhirnya program amnesti pajak pada 31 Maret 2017 bakal merepotkan bagi mereka yang tak patuh mendeklarasikan atau repatriasi kekayaannya. Namun, pesan keras Sri Mulyani bakal berantakan jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materil UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang baru disahkan 28 Juni 2016 oleh DPR.

Pembatalan UU Amnesti Pajak jelas mencoreng muka pemerintah yang sudah terlanjur menjanjikan bunga-bunga manfaat amnesti pajak, juga menimbulkan ketidakpastian hukum. Bayangkan, hingga Rabu siang (14/12/2016) ada 472 ribu wajib pajak secara sukarela mendeklarasikan dan repatriasi kekayaan hingga Rp4.000 triliun, dengan kontribusi tebusan Rp100 triliun, dan tiba-tiba dasar hukumnya dibatalkan.

Konsekuensi pembatalan UU amnesti pajak, tentu tak ada lagi perlindungan terhadap sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan bagi wajib pajak lalai melaporkan kekayaan. Juga tak akan ada lagi keringanan tarif tebusan dan sebagainya. Namun, semua itu hanya andai-andai, kenyataannya MK pada Rabu (14/12/2016) menolak gugatan para pemohon uji materil UU pengampunan pajak.

Infografik Tax Amnesty

Lolos dari Lubang Jarum

Dalam pengumuman resminya pada laman mahkamahkonstitusi.go.id, MK melalui Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan delapan anggota hakim konstitusi melalui amar putusannya menyatakan menolak seluruhnya permohonan perkara nomor registrasi 57/PUU-XIV/2016 dan 59/PUU-XlV/2016, untuk pengujian Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23

Sedangkan dua nomor perkara lainnya yaitu 58/PUU-XlV/2016 dan 63/PUU-XlV/2016 tidak dapat diterima oleh MK, dalam pengujian Pasal 1 angka 1 angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (3), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (2).

Empat pemohon yaitu Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati, pada awal September lalu mengajukan gugatan, seluruh pemohon menilai bahwa UU amnesti pajak ini bersifat diskriminatif bagi sejumlah warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.

"Undang-undang a quo telah melanggar hak konstitusional para pemohon karena mencederai rasa keadilan buruh sebagi pembayar pajak," ujar kuasa hukum para pemohon, Basrizal dikutip dari Antara.

Bagi mereka yang keberatan dengan amnesti pajak, berkeyakinan tidak ada jaminan setelah adanya pengampunan pajak, membikin para pengusaha di masa datang akan taat membayar pajak. Sedangkan bagi pemerintah, amnesti pajak setidaknya punya dua manfaat, selain bisa menambah kas pendapatan negara juga sebagai cara reformasi perpajakan di masa depan.

Berdasarkan aturan pajak di Indonesia, setiap wajib pajak harus menyetor pajak dari setiap tambahan kemampuan ekonomis atau kekayaan yang mereka peroleh dari dalam maupun luar negeri, kekayaaan bergerak atau tak bergerak, salah satunya dengan instrumen Pajak Penghasilan (PPh).

Masalahnya, dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak, tak semua wajib pajak mau melaporkan harta mereka, termasuk yang di luar negeri. Artinya ada potensi PPh dan pajak lainnya yang tak berhasil ditangkap negara. Ketidakpatuhan ini lah yang diampuni oleh UU.

Amnesti pajak memang belum cukup efektif untuk mengembalikan dana orang Indonesia yang berada di luar negeri. Walaupun Indonesia untuk sementara ini bisa dibilang cukup berhasil dalam hal deklarasi kekayaan di dalam negeri, dan mengikuti jejak keberhasilan Afrika Selatan, Italia, Portugal, Argentina, Yunani, dan Belgia. Indonesia juga jauh lebih sukses daripada India untuk urusan amnesti pajak.

"Jadi sebagai suatu kebijakan tidak ada yang salah," kata pengamat pajak dari Universitas Indonesia Darussalam.

Langkah MK yang memutuskan uji materi pengampunan pajak jelang akhir 2016 sudah sangat tepat. Periode pengampunan pajak hingga 31 Maret 2017 setidaknya memberi kepastian bagi masyarakat yang awalnya ragu-ragu menggunakan fasilitas program yang kontroversi ini.

Meski masih ada kontroversi, tetapi program ini perlu didukung asalkan pengampunan yang dianggap “menyakitkan” ini benar-benar yang terakhir kalinya. Jangan sampai ada harapan lagi bagi para wajib pajak nakal bisa mendapatkan ampunan di kemudian hari setelah payung hukum program ini lolos dari lubang jarum.

Baca juga artikel terkait TAX AMNESTY atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti