Menuju konten utama

KontraS Desak Pemerintah Hentikan Pendekatan Militeristik di Papua

Panglima TNI diminta melakukan evaluasi internal dan pengawasan atas penggunaan pasukan di Papua.

KontraS Desak Pemerintah Hentikan Pendekatan Militeristik di Papua
ilustrasi olah TKP. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti sejumlah pelanggaran HAM di Papua yang melibatkan aparat.

Di antaranya, peristiwa pembunuhan disertai mutilasi pada 22 Agustus 2022 terhadap 4 warga sipil yang dilakukan oleh 6 prajurit TNI-AD dari kesatuan Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo Kostrad.

Seminggu berselang, pada 30 Agustus 2022, tragedi kemanusiaan kembali terulang di Mappi, Papua dengan memakan 4 korban warga sipil yang satu di antaranya meninggal dunia. Pelakunya diduga kuat merupakan prajurit TNI dari kesatuan Satgas Yonif Raider 600/Modang.

Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Rizaldi mengatakan sederet peristiwa tersebut menunjukkan betapa buruknya penggunaan pendekatan keamanan dalam penyelesaian masalah di Papua, sekaligus mencederai penghormatan hak asasi manusia (HAM).

"Penggunaan pendekatan tersebut berimplikasi terhadap eskalasi konflik yang terus meningkat melalui pelbagai kasus-kasus yang berujung tindakan kekerasan dan/atau penganiayaan terhadap warga lokal, bahkan hingga berakibat hilangnya nyawa," kata Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 8 September 2022.

Untuk itu, KontraS mendesak Presiden menghentikan pendekatan militeristik dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua.

"Sebab pendekatan keamanan terbukti tidak berhasil dalam menyelesaikan masalah dan justru berakibat pada masifnya berbagai peristiwa pelanggaran HAM," jelas Andi.

KontraS juga mendesak panglima TNI untuk segera memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh prajurit yang diduga terlibat dalam peristiwa kekerasan dan Pelanggaran HAM.

Kapolri, menurut KontraS, harus segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara tuntas dalam peristiwa kekerasan yang terjadi, tidak terkecuali kepada para prajurit TNI yang terlibat.

"Serta memberikan akses hukum dan informasi seluas-luasnya kepada para keluarga korban terkait proses hukum yang sedang berjalan," ujar Andi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengecam aksi kekerasan dan pembunuhan di luar hukum yang diduga dilakukan anggota TNI terhadap warga sipil di Papua.

“Amnesty International mendesak pemerintah beserta jajaran penegak hukum untuk memproses para terduga pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku di lingkungan peradilan umum,” tutur Usman, Senin 5 September 2022.

Meski telah dilakukan pembayaran sejumlah uang dari anggota TNI kepada keluarga korban untuk proses penyelesaian secara adat, hal tersebut tidak serta-merta menghilangkan tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memproses kasus ini secara hukum.

Amnesty juga mendesak Panglima TNI untuk melakukan evaluasi internal dan pengawasan yang lebih baik atas kinerja aparat TNI di Papua dan penggunaan pasukan TNI ke wilayah itu, karena kasus semacam ini terus berulang.

Sejak Februari 2018-Juli 2022, Amnesty mencatat ada 61 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan aparat keamanan termasuk TNI dengan total 99 korban.

“Pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak untuk hidup, hak fundamental yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional yang telah diterima dan berlaku sebagai hukum nasional,” jelas Usman.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM PAPUA atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky