tirto.id - Senin, 15 Agustus 2022, Arnold Lokbere bepergian dari Kabupaten Nduga menuju Timika, ibu kota Kabupaten Mimika. Ia hendak belanja barang-barang yang dibutuhkan untuk gereja dan tempat air bersih di tempatnya menetap. Setibanya di Bandara Mozes Kilangin, Arnold dijemput oleh Jamal, kenalannya, dan ia berencana menetap di kediaman Aptoro Lokbere, kakaknya.
Arnold menyewa mobil dari kenalannya itu untuk membawa barang belanjaan dari Mimika ke Pelabuhan Pomako. Pada 20 dan 21 Agustus dia mengedrop barang-barang itu di pelabuhan. Lantas pukul 19 WIT, 22 Agustus, Arnold mau keluar rumah.
“Mau ke mana? tanya Aptoro, menirukan percakapannya dengan si adik, kepada reporter Tirto, Senin, 5 September 2022.
“Ke depan. Keluar sebentar.”
Pria 29 tahun itu pun lantas pergi menggunakan mobil Avanza yang dia sewa dari Jamal. Hingga tiga jam kemudian, Arnold belum kembali ke rumah. Aptoro menghubungi ponsel Arnold, namun nihil respons. Pagi menjelang, Arnold, pemuda yang aktif dalam kegiatan GKII Jemaat Filadelfia Nduga, masih belum tiba. Keluarga mulai khawatir lantaran nomor ponsel Arnold tak aktif hingga Rabu, 24 Agustus.
Rabu itu, Jamal dan rekannya menyambangi rumah Aptoro guna mencari keberadaan Arnold karena mobil Avanza yang disewanya pun tak jelas keberadaannya. Mereka bilang Arnold menyewa satu mobil lainnya merek Toyota Calya. Aptoro menjelaskan bahwa adiknya hanya menggunakan Avanza dan tidak menyewa mobil lain; hanya itu yang Aptoro tahu. Kamis esoknya pun dua orang itu kembali menanyakan Arnold.
Jumat, 26 Agustus, dua orang itu lagi-lagi kembali ke kediaman Arnold. Jamal menginformasikan bahwa ada mobil terbakar di Distrik Iwaka, di dekat lahan tambang galian c. Tapi dua orang itu tidak tahu jenis dan merek mobil yang terbakar, dan menduga itu adalah mobil rental. Maka mereka bagi tugas untuk kembali mencari Arnold. Jamal dan rekannya mencari di daerah kota, sedangkan Aptoro dan keluarga telah mencari Arnold sejak Rabu.
Aptoro dan keluarga telah mencari Arnold di Polres Mimika, Polsek Mimika, Kodim 1710 Mimika, RSUD, Rumah Sakit Mitra Masyarakat Mimika, dan Pelabuhan Pomako, bahkan menghubungi keluarga di Nduga untuk memastikan apakah Arnold telah kembali ke Nduga. Jumat itu, Aptoro mendatangi lokasi mobil terbakar di kawasan Jalan Lopong, dan melihat mobil yang bekas dibakar itu merek Calya. Garis polisi mengelilingi lokasi kejadian. “Mesin mobil tidak ada, sudah diangkat,” kata Aptoro.
Aptoro bertanya kepada warga Kamoro yang ada di ujung jembatan Lopong, kapan mobil tersebut dibakar. Warga setempat menyatakan bahwa kebakaran itu terjadi pada 22 Agustus malam. Aptoro mulai curiga bahwa adiknya ada di dalam mobil Calya itu. Ketika perjalanan kembali menuju Timika, Aptoro menelepon Jamal dan membenarkan mobil yang dibakar itu seperti yang dicari oleh Jamal.
Aptoro meminta Jamal dan rekannya menunggu, ia mau mengajak Jamal ke Polsek Kuala Kencana untuk melaporkan kepada polisi soal mobil terbakar dan mencocokkan mobil itu. Lima menit kemudian, Jamal menelepon Aptoro dan menyatakan bahwa mobil Avanza-nya telah ditemukan terparkir di depan Bank Rakyat Indonesia, sekitar SP IV. “Saya mulai curiga dengan pemilik Avanza ini.”
Di depan bank itu benar Avanza parkir dan terkunci; kuncinya tidak ada. Aptoro kemudian membawa Jamal dan rekannya ke polsek untuk memastikan bahwa Calya yang terbakar memang milik kedua orang itu. Selang dua menit, Jamal menerima telepon yang menginformasikan bahwa kunci Avanza telah ditemukan di saku celana sebuah jenazah. Mayat itu pun telah berada di RSUD Mimika.
Aptoro segera meluncur ke RSUD Mimika, dia mencari si jenazah, namun dilarang oleh kepolisian yang berjaga. Karena ditolak, ia menuju ke Polres Mimika untuk membuat laporan peristiwa dan agar bisa menengok si mayat. Usahanya berbuah manis, Aptoro dapat melihat langsung jenazah tersebut.
“Saya sulit mengenali kondisi korban karena dimutilasi. Kaki dipotong sebatas lutut, dua tangan dipotong tapi tidak lepas, lalu kepalanya hilang. Ada lubang di dada yang tembus ke belakang, jelas itu bekas peluru. Kemudian ada bekas peluru di paha kanan, tembus,” terang Aptoro.
Meski sulit mengenali jenazah, Aptoro mengecek kuku dan bekas luka di perut jenazah karena itu salah satu ciri yang mampu ia identifikasi. “Saya meyakini itu adik saya.”
Untuk menguatkan kecurigaannya terhadap Jamal, Aptoro bertanya kepada dokter yang menangani jenazah Arnold perihal apakah jenazah masih berpakaian ketika ditemukan. Dokter bilang jenazah ditemukan tanpa busana.
“Kok dia (Jamal) katakan kunci (mobil) ditemukan di saku celana jenazah? Sementara yang mengangkat mayat bilang itu tanpa busana, barang-barang lain pun tidak ada,” kata dia.
Aptoro kembali ke rumah setelah mengumpulkan informasi bahawa jenazah Arnold ditemukan di dalam karung mengambang di Sungai Pigapu, Distrik Iwaka. Malam itu ketika pergi, ternyata Arnold bersama tiga orang lainnya: Irian Nirigi, Lemaniol Nirigi, dan Atis Tini.
Penemuan Serupa
Kerabat Arnold, Otis Tabuni, menceritakan bahwa Arnold membawa uang Rp50 juta untuk keperluan membeli bahan bangunan GKII Jemaat Filadelfia Nduga. Jika rampung belanja, barang-barang itu akan dikirim melalui kapal di Pelabuhan Pomaku menuju Nduga. Sedangkan Irian Nirigi, Kepala Kampung Kenyam sekaligus Majelis GKII Filadelfia Nduga, ada di Timika karena menengok anak-anaknya –salah satu anaknya ada yang berobat—.
Senin, 22 Agustus malam, Arnold, si Ketua Panitia Peresmian GKII Jemaat Filadelfia Nduga, menjemput Irian Nirigi, Lemaniol Nirigi dan Atis Tini di tempat yang berbeda –dua nama terakhir menetap di Kampung Kadun Jaya, Distrik Wania— menggunakan mobil. Setibanya di SP IV, Arnold tukar mobil.
Mobil Avanza yang dia bawa dari rumah diparkir di depan Bank Rakyat Indonesia, kemudian ia mereka menaiki Calya. “Menurut pemilik mobil, mobil itu mau dipakai oleh keluarga. Jadi mereka ganti mobil,” ucap Otis.
Malam larut, tak ada kabar dari keempatnya, bahkan ponsel mereka tak bisa dihubungi. Keluarga mulai mencari keberadaan mereka, beberapa markas kepolisian jadi salah satu tempat yang mereka tuju lantaran jika ada orang hilang bisa saja mereka ditemukan tengah mendekam di kantor Korps Bhayangkara. Selasa, Rabu, Kamis, keempatnya masih tak bisa dihubungi.
Jumat sore, 26 Agustus, adik laki-laki Kepala Distrik Kaugapu, sedang mencari ikan di Sungai Pigapu. Dia melihat karung mengapung dan mendekati barang itu. Dia curiga, lalu melaporkan itu kepada warga kampung. Setelah menerima informasi itu Kepala Distrik Augapu melaporkan temuan tersebut kepada Polsek Kuala Kencana. Lantas polisi mengevakuasi karung itu dan ketika dibuka berisi potongan tubuh. Jasad itu kemudian dibawa ke RSUD untuk identifikasi.
Setelah melewati beberapa proses untuk melihat jenazah, pada tengah malam, keluarga memastikan itu adalah potongan tubuh Arnold.
Keesokan hari keluarga korban, tanpa bantuan aparat dan menggunakan perahu serta peralatan pribadi, menemukan satu jasad lain dan ketika dicek itu adalah badannya Lemaniol. Lantas, Senin, 29 Agustus, sekitar pukul 17, keluarga yang sedang menyisir area sungai menemukan jasad Atis Tini. Dua hari kemudian, jasad Irian Nirigi ditemukan, sekitar pukul 12.00.
“Hingga hari ini, jasad yang ada ini tanpa kepala, tanpa kaki, ada yang tangannya hilang, ada pergelangan tangannya dipotong lalu ditempelkan saja di badan. Jadi sampai hari ini kami belum menemukan empat kepala, delapan kaki belum ketemu, yang ada di RSUD Mimika hanya badan saja, sampai detik ini,” kata dia.
Rekonstruksi
Pengusutan perkara berlangsung. Hasilnya, empat warga sipil dan enam personel Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo, diduga berkelindan dalam pembunuhan dan mutilasi terhadap Arnold dkk.
Berdasar dokumen yang diterima Tirto, keenam tentara itu yakni Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi (WS Dandenma Brigif), Kapten Inf Dominggus Kainama (Pasi Pam Ops Brigif), Praka Pargo Rumbouw, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Pratu Riski Oktav Muliawan (keempatnya prajurit Brigif).
Sementara warga sipil yang terlibat yakni Andre Pudjianto Lee alias Jeck, Dul Umam, Rafles, dan Roy Marthen Marthen Howay –nama terakhir masih buron— Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Mimika dibantu tim gabungan Inafis menggelar rekonstruksi perkara ini pada 3 September 2022.
Rekonstruksi tersebut menghadirkan sembilan pelaku dan mempraktikkan 50 adegan di enam tempat kejadian perkara. Kejadian ini bermula pada 22 Agustus, pukul 21.50 di SP I Distrik Mimika Baru. Keempat korban dibunuh, kepalanya dipenggal dan kedua kakinya dimasukkan ke dalam karung. Pelaku pun membuang mereka ke Sungai Pigapu.
Berdasar versi aparat, Arnold dkk dipancing oleh pelaku untuk membeli senjata jenis AK-47 dan FN seharga Rp250 juta. Setelah korban dipastikan bersedia untuk transaksi senjata, para pelaku mengatur strategi dengan memancing korban untuk datang ke lahan kosong di SP I. Di situlah keributan terjadi, sehingga korban diduga dianiaya di lahan sekitar musala sebelum dimutilasi.
Kemudian, masih versi aparat, para tentara itu berkoordinasi dengan warga sipil yang terlibat. Warga sipil itu turut membantu mencarikan karung dan bensin. Terdapat enam karung yang terbagi dari satu karung berisi kepala korban, satu karung berisi kaki, dan empat karung berisi badan. Karung-karung itu diisi pula oleh batu. Kemudian para pelaku melemparkan karung-karung ke sungai, lantas menuju jalan masuk galian C di dekat Kali Iwaka guna membakar mobil.
Selasa, pukul 8 pagi, para pelaku membagi uang rampasan Rp250 juta milik korban, masing-masing menerima nominal yang berbeda, kisaran Rp2 juta hingga Rp22 juta. Masih merujuk kepada versi aparat, Lemaniol ialah jaringan dari kelompok bersenjata Nduga pimpinan Egianus Kogoya, yang aktif mencari senjata dan amunisi di Kabupaten Mimika; sedangkan Irian sebagai penyandang dana.
Kini enam personel Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu telah diperiksa dan ditahan selama 20 hari guna pendalaman perkara. “Saat ini para tersangka ditahan di ruang tahanan Subdenpom XVII/C Mimika, terhitung mulai 29 Agustus-17 September 2022,” ujar Kadispenad Brigjen TNI Tatang Subarna, dalam keterangan tertulis, Selasa, 30 Agustus.
“TNI AD akan serius mengungkap tuntas dan akan memberikan sanksi tegas dan berat terhadap para pelaku sesuai dengan peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku.”
Bantahan Keluarga
Aptoro menegaskan bahwa “korban adalah warga sipil murni dan tidak ada afiliasi dengan kelompok bersenjata.” Hal itu ia katakan karena beredar kabar kalau Arnold cs merupakan bagian dari Organisasi Papua Merdeka. Pihak keluarga pun menuntut keadilan yakni ingin para pelaku dihukum mati lantaran telah menghilangkan nyawa orang.
Dia juga meminta aparat bisa mengungkapkan motif yang sebenarnya dari peristiwa ini. Pembunuhan seperti ini tidak wajar; Aptoro menilai dengan alasan apa pun, manusia tidak bisa dibunuh dengan cara-cara keji.
Rampungkan Kasus
Koalisi Masyarakat Sipil Papua Barat untuk Kemanusiaan buka suara ihwal kejadian ini. Mereka mengutuk keras segala bentuk kekerasan terhadap rakyat Papua, memecat dan memproses hukum para terduga pelaku cum memberikan sanksi maksimal kepada para terduga. Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup rakyat Papua di atas tanah leluhurnya.
“Kekerasan yang meningkat tinggi ini telah banyak menghilangkan nyawa orang Papua, dan dengan pendekatan pemerintah Indonesia dan militernya yang tak peduli terhadap kehidupan rakyat Papua ini membuat masa depan kehidupan rakyat Papua dalam NKRI semakin suram, kondisi ini dapat berkontribusi terhadap pemusnahan etnis bangsa Papua,” kata Direktur Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Ordo Santo Augustinus Sorong-Papua Barat, Pater Bernardus Bofiwos Baru, dalam keterangan tertulis, Senin, 5 September 2022.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid berujar melalui surat terbuka yang pihaknya tujukan kepada Jenderal TNI Andika Perkasa, Amnesty mengecam aksi kekerasan dan pembunuhan di luar hukum yang diduga dilakukan anggota TNI terhadap warga sipil di Papua.
“Amnesty International mendesak pemerintah beserta jajaran penegak hukum untuk memproses para terduga pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku di lingkungan peradilan umum,” tutur Usman, Senin (5/9/2022).
Meski telah dilakukan pembayaran sejumlah uang dari anggota TNI kepada keluarga korban untuk proses penyelesaian secara adat, hal tersebut tidak serta-merta menghilangkan tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memproses kasus ini secara hukum.
Amnesty juga mendesak Panglima TNI untuk melakukan evaluasi internal dan pengawasan yang lebih baik atas kinerja aparat TNI di Papua dan penggunaan pasukan TNI ke wilayah itu, karena kasus semacam ini terus berulang.
Sejak Februari 2018-Juli 2022, Amnesty mencatat ada 61 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan aparat keamanan termasuk TNI dengan total 99 korban.
“Pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak untuk hidup, hak fundamental yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional yang telah diterima dan berlaku sebagai hukum nasional,” jelas Usman.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz