Menuju konten utama

Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir Tersangka TPPU Dipertanyakan

Penetapan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dipertanyakan.

Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir Tersangka TPPU Dipertanyakan
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Mudzakir mempertanyakan alasan penyidik Polri menetapkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurutnya, penyidikan pasal TPPU baru bisa dilakukan jika uang yang digunakan sudah terbukti merupakan hasil kejahatan.

"Kalau dia sudah punya kepastian hukum yang tetap bahwa itu adalah hasil tindak pidana barulah kemudian dia [penyidik] melakukan penyidikan TPPU," kata Muzakir kepada reporter Tirto pada Rabu (8/5/2019).

Pernyataan Mudzakir itu didasarkan pada Pasal 3 UU TPPU yang berbunyi:

"Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)."

Adapun kejahatan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) antara lain: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Di sisi lain, Mudzakir meneruskan, sampai saat ini belum ada putusan yang menyatakan uang yang digunakan oleh Bachtiar merupakan hasil kejahatan.

Selain itu, menurut Mudzakir, belum jelas juga apakah pemilik yayasan sudah melaporkan Bachtiar atas dugaan kejahatan terhadap uang mereka.

"Apakah pemilik yayasan itu lapor sebagai tindak pidana atau tidak? Apakah sudah diproses sedemikian rupa kalau itu tindak pidana?" kata Mudzakir.

Selain itu, Mudzakir pun menilai perbuatan Bachtiar Nasir bukanlah pencucian uang. Menurutnya, dalam pencucian uang seharusnya uang itu kembali lagi ke tangan Bachtiar Nasir dalam keadaan yang sudah tersamarkan asal usulnya.

Sementara berdasarkan keterangan pihak kepolisian, Bachtiar menggunakan uang yayasan tersebut untuk mendanai kegiatan tertentu.

"Jadi [uang itu] kembali lagi kepada pemilik asalnya [Bachtiar]. Nah ini tidak kembali ke pemilik asalnya, bagaimana dia jadi pencucian uang?" kata Mudzakir.

Bareskrim Polri menetapkan mantan ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang pada Selasa (7/5/2019).

Uang yang dicuci oleh Bachtiar diduga berasal dari Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).

Atas perbuatannya, Bachtiar dijerat dengan pasal Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca juga artikel terkait KASUS PENCUCIAN UANG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno