Menuju konten utama

Apa Itu Pencucian Uang dan Bagaimana Hukumnya di Indonesia?

Penjelasan mengenai tindak pidana pencucian uang dan hukumnya di Indonesia.

Apa Itu Pencucian Uang dan Bagaimana Hukumnya di Indonesia?
Ilustrasi Undang Undang. foto/Istockphoto

tirto.id - Pencucian uang di Indonesia diklasifikasikan sebagai tindak pidana alias perbuatan yang dilarang oleh hukum dan bisa dikenai sanksi pidana. Lalu, apa itu tindak pidana pencucian uang dan bagaimana hukumnya di Indonesia?

Aulia Ali Reza dalam studinya berjudul Tindak Pidana Pencucian Uang yang dipublikasikan oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) menulis, Istilah “pencucian uang” atau dalam bahasa Inggris money laundering pertama kali digunakan dalam surat kabar yang berkaitan dengan skandal Watergate di Amerika Serikat yang melibatkan Presiden Richard Nixon pada tahun 1973.

Menurut Jeffrey Robinson, latar belakang mengenai istilah “pencucian uang” digunakan karena proses yang digunakan menunjukkan bagaimana merubah uang yang berkaitan dengan kejahatan atau diperoleh secara illegal atau kotor untuk kemudian diproses sedemikian rupa hingga seolah-olah menjadi uang yang diperoleh secara legal atau bersih.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengartikan tindak pidana pencucian uang secara sederahana merupakan upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana sehingga seolah-olah tampak menjadi harta kekayaan yang sah.

Cara Kerja Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Mengutip buku Tipologi Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Pengadilan Pencucian Uang Tahun 2017 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah suatu tindak pidana lanjutan (follow up crime) yang merupakan kelanjutan dari tindak pidana asal (predicate crime).

Namun demikian, tindak pidana pencucian uang tidak harus dibuktikan terlebih dahulu kejahatan asal (predicate crime) karena pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri (as a separate crime).

Artinya bahwa dakwaan tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang harus dipandang dua kejahatan, meskipun dari kronologi perbuatan tidak mungkin ada kejahatan pencucian uang tanpa ada kejahatan asal. Dengan pemikiran seperti ini maka dakwaan harus disusun secara kumulatif.

Pada umumnya pelaku tindak pidana pencucian uang berusaha untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar sulit ditelusuri oleh Aparat Penegak Hukum. Berdasarkan hubungan pelaku tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang, diantaranya:

  • Self Laundering, merupakan pencucian uang yang dilakukan oleh orang yang terlibat dalam perbuatan tindak pidana asal.
  • Third Party Money Laundering, merupakan pencucian uang yang dilakukan oleh orang yang tidak terlibat dalam perbuatan tindak pidana asal.

Bagaimana Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia?

Merujuk Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, hasil tindak pidana yang dimaksud dalam tindak pidana pencucian uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana termasuk korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika; penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan orang.

Kemudian, harta kekayaan yang diperoleh dari perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang perpajakan; di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang kelautan dan perikanan; atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih.

Setiap orang atau korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang dituntut hukuman berupa penjara dan denda. Hal tersebut tercantum secara rinci dalam Pasal 3 – 10 UU No 8 Tahun 2010, sebagai berikut:

Pasal 3

Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pasal 4

Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Pasal 5

(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.

Pasal 6

(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.

(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Pasal 7

(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100 miliar.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pengumuman putusan hakim;

b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;

c. pencabutan izin usaha;

d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;

e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau

f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Pasal 8

Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun 4 bulan.

Pasal 9

(1) Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.

(2) Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.

Pasal 10

Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

Baca juga artikel terkait TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra