tirto.id - Presiden Jokowi menegaskan Indonesia tidak akan ekspor bahan mentah. Menurut Jokowi, Indonesia harus berani dalam bersikap demi perkembangan Indonesia.
Sehingga Jokowi menegaskan tidak akan mencabut kebijakan pelarangan ekspor
bahan mentah. Mantan Walikota Solo itu menegaskan pemerintah akan berani meski digugat di badan perdagangan internasional (WTO) dan kalah.
"Di WTO kalah, kalah ya enggak papa lah kalah. Tapi kalau enggak berani coba, kapan kita akan lakukan hilirisasi, kapan kita stop kirim raw material. Sampai kapan pun kita hanya jadi negara pengekspor barang mentah," kata Jokowi saat acara HUT ke-7 PSI di Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Sebagai catatan, Indonesia kini tengah digugat oleh Uni Eropa karena melarang ekspor biji nikel per 1 Januari 2020.
Keputusan pelarangan ekspor tertuang lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Uni Eropa yang tidak senang dengan keputusan Jokowi lantas mengeluh ke WTO per 22 November 2019. Hingga saat ini, pemerintah memutuskan untuk menghadapi gugatan tersebut dan pihak WTO belum memutuskan hasil gugatan tersebut.
Jokowi yakin, perubahan konsep ekspor barang mentah ke barang jadi bisa membawa keuntungan mencapai 10 kali lipat. Ia mencontohkan tembaga dan nikel digabungkan bisa menjadi lithium battery, lithium ion, lithium baterai mobil listrik, hingga sodium ion.
Ia juga mengutip hasil ekspor nikel. Kini, ekspor nikel Indonesia ke Tiongkok kerap defisit, tetapi dalam 3 tahun terakhir melompat hingga 280 triliun dollar AS. Ia pun optimis neraca dagang dengan Tiongkok tidak akan defisit, tetapi surplus di masa depan.
"Kalau kita stop bauksit, timah, emas, stop stop kita tidak ada ada lagi ekspor raw material saya yakin kalau kita lakukan ini sampai 2023 stop, gross domestic product kita di tahun 2030 sudah naik 3 kali lipat," kata Jokowi.
"Tolong ini dicatat. Sesudah itu artinya perkiraan kita, income per kapita kita antara 11 ribu sampai 15 ribu USD. Ada yang menghitung 20-21, tidak, tidak, tidak. kalau menghitungnya seperti itu pesimis saja. Kalau nanti bisa melompat ke 20 ya Alhamdulillah, tapi ini memang butuh keberanian," tutur Jokowi.
Jokowi lantas memamerkan bahwa sikap berani Indonesia membuat negara maju gerah.
Hal itu terbukti ketika Jokowi diminta menghadiri pertemuan yang berisi persetujuan kesepakatan perdagangan antar-negara G20.
Dalam kesepakatan yang sudah ditandatangani 16 negara G20 tentang supply chain, Indonesia justru memilih untuk tidak ikut. Ia beralasan, kesepakatan tersebut justru mendorong kembali kebijakan ekspor bahan mentah.
"Saya pikir apa bagusnya kita ikut (kesepakatan supply chain G20)? Begitu baca, waduh ini kita disuruh ekspor bahan mentah lagi. Begitu mau masuk ke ruangan, tidak, tidak, tidak kita enggak ikut. Semua bubar enggak jadi yang namanya ini," kata Jokowi di lokasi, Rabu.
"Hanya gara-gara kita enggak mau tanda tangan semua jadi buyar lagi. Karena saya tahu juga sebenarnya yang diincar hanya kita saja," tutur Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nur Hidayah Perwitasari