Menuju konten utama

Alasan di Balik PKS Mencabut Mandat untuk Deddy Mizwar

Pencalonan kader sendiri jadi pertimbangan utama penarikan dukungan PKS terhadap Deddy Mizwar.

Alasan di Balik PKS Mencabut Mandat untuk Deddy Mizwar
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menjawab pertanyaan wartawan usai menyerahkan LHKPN di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/3). Deddy Mizwar mengaku jumlah harta yang dilaporkan dalam LHKPN yang merupakan kewajiban pejabat negara berjumlah sekitar Rp36 miliar. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras/17.

tirto.id - Kegagalan pencalonan pasangan Deddy Mizwar (Demiz)-Ahmad Syaikhu di Pilkada Jawa Barat oleh koalisi PAN-PKS-Demokrat masih menyisakan sejumlah pertanyaan. Baru-baru ini, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), mencuit soal adanya "kontrak politik" antara Demiz dengan Demokrat terkait Pilpres 2019 mendatang.

Dalam akun Twitternya, HNW mengatakan informasi soal kontrak politik itu ia peroleh dari dua pihak yang sangat dipercaya oleh Demiz -- dengan kata lain dapat dipertanggungjawabkan.

"Tentang info benar yang saya sampaikan bahwa Demiz ada komitmen/kontrak politik dengan PD untuk menangkan PD, info tersebut kami dapatkan dari 2 pihak yang sangat dipercaya oleh Demiz. Beliau juga tidak bantah statement saya; baik yang di publik atau yang saya kirim ke beliau via WA, detailnya bisa ke Demiz juga," tulisnya melalui @hnurwahid, Minggu (31/12) kemarin.

HNW juga mengunggah dokumen "pakta integritas" antara Demiz dan Demokrat. Di sana tertera empat poin, salah satunya adalah "siap menggerakkan mesin partai untuk memenangkan presiden/wakil presiden yang diusung oleh partai Demokrat tahun 2019."

Bukan Faktor Satu-satunya

Presiden PKS Sohibul Iman menegaskan apa yang dikatakan HNW separuh benar. Soal kontrak dengan Demokrat hanya satu dari sekian alasan mengapa PKS akhirnya pindah mendukung Mayjen (Purn) Sudrajat, calon yang pertama kali diusung Gerindra.

"Masalah komitmen dengan Demokrat itu salah satunya, tapi juga bukan faktor dominan. Sebab sebagai kader Demokrat merupakan hal yang aksiomatik jika Demiz harus dukung kebijakan Demokrat," kata Sohibul kepada Tirto, Senin (1/1/2018).

Faktor lain, katanya, karakter Demiz dan Sudrajat yang sama-sama kuat, setidaknya dilihat dari kacamata orang Jawa Barat. Keduanya -- mengutip istilah Sohibul -- sama-sama nyunda (diterima kalangan masyarakat dan tokoh sunda), nyakola (pendidikan, ilmu, dan karier tinggi), nyantri (religius dan bisa diterima kalangan umat dan tokoh agama), nyantika (sopan santun dan rendah hati), serta nyatria (kondisi fisik dan jiwa kesatria).

Kedua calon memenuhi kriteria tersebut sehingga layak dimajukan PKS. Yang membedakan adalah bobot pada masing-masing kriteria tersebut.

"Kita cukup alot menimbangnya, akhirnya DPTP (Dewan Pimpinan Tingkat Pusat) memutuskan [memilih] pak Sudrajat," lanjut Sohibul.

Kemudian juga soal elektabilitas. Meski Sudrajat diakui Sohibul kurang populer ketimbang Demiz, akan tetapi ia mengatakan soal itu bisa diselesaikan dengan kerja sama antara tiga partai pengusung, Gerindra-PKS-PAN.

"Hitungan kami, dengan upaya yang keras dan dalam batas waktu yang tersedia disertai spirit kebersamaan ketiga partai sebagaimana dalam Pilkada DKI putaran kedua insya Allah akan bisa angkat elektabilitas Sudrajat-Syaikhu pada posisi teratas dan memenangi Pilgub Jabar," kata Sohibul, optimis.

"Saya yakin maksud Pak Hidayat masalah komitmen itu bukan satu-satunya faktor dan bukan yang utama juga. Hanya hal tersebut sudah ramai duluan," tegas Sohibul lagi soal pencabutan dukungan.

Hal yang sama diungkapkan Wakil Sekjen DPP PKS, Mardani Ali Sera. Mardani mengatakan hubungan Deddy Mizwar dengan PKS sangat baik. Mundurnya PKS dari pengusungan Demiz semata karena mempertimbangkan kepentingan partai yang lebih besar.

"Memang hubungan dengan Demiz sangat baik, tetapi pertimbangan yang lebih besar, lebih strategis menyebabkan hubungan baik tetap kami jaga tapi untuk Jawa Barat PKS akan berjuang bersama Gerindra dan PAN. Pertimbangan personal tentu akan dikesampingkan dengan pertimbangan strategis ke payung tiga partai ini," kata Mardani kepada Tirto.

Mardani menegaskan, Pilkada 2018 tidak lain adalah "pemanasan" menuju Pilpres 2019. Karena itu pula setelah pembahasan bersama antara PKS-Gerindra-PAN beberapa waktu lalu, mereka berkomitmen untuk maju bersama mengusung Calon Gubernur-Wakil Gubernur di lima provinsi.

"Koalisi strategis tiga partai ini punya pandangan yang sama untuk saat ini. Gerindra, PKS, PAN sementara yakin dengan Sudrajat-Syaikhu yang paling pas untuk strategi 2018, disiapkan juga untuk strategi pemenangan 2019," tutur Mardani.

Meski bicara soal Pilpres, dan dari tiga partai itu ada nama Prabowo Subianto yang sempat maju dalam Pilpres 2014 melawan Joko Widodo, namun Mardani membantah bahwa "strategi pemenangan 2019" yang ia maksud adalah mendukung mantan mantu presiden ke-2 Indonesia Soeharto itu. Ia menegaskan sampai sekarang koalisi belum membahas figur yang akan diusung.

"Kalau figur belum ditentukan, tetapi tiga partai ini mungkin akan bersama-sama di 2019. Kemungkinannya ada," kata Mardani.

Demokrat Menyanggah

Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Amir Syamsudin mengatakan tidak pernah ada pakta integritas apapun yang dikeluarkan partai untuk Demiz. Terkait sikap HNW dan PKS secara umum yang menarik dukungan, Amir mengaku merasa "aneh" dengan sikap itu.

"Belum pernah sedikit pun kita bicara masalah Capres 2019. Itu mengherankan bagi kami," kata Amir.

Amir tidak memungkiri bahwa Pilkada 2018 punya implikasi yang besar dengan Pilpres 2019. Namun ia menilai penarikan dukungan PKS tetap sulit diterima logika. Satu tahun dianggap cukup untuk berkonsolidasi, tidak perlu kontrak apapun dengan calon yang diusung dalam Pilkada sedari awal.

Amir mengaku Demokrat belum punya sikap terkait Pilpres. Tenaga mereka, katanya, masih akan sepenuhnya dicurahkan untuk Pilkada, termasuk di Jabar.

Muradi, pengamat politik dari Universitas Padjajaran mengatakan bahwa langkah PKS dengan menarik dukungan dari Demiz sebagai strategi yang cerdik. Ia menilai, PKS sudah berhitung dengan baik dalam menilai figur serta biaya yang dikeluarkan untuk kampanye.

"PKS tidak mau terjebak utang politik. Mereka tidak mau membenarkan hal yang dilakukan Demiz," kata Muradi kepada Tirto.

Muradi mengatakan PKS menarik dukungan juga karena tidak ingin terjebak kepentingan Demokrat. Demiz memang tidak aktif di Demokrat, tapi dia tercatat sebagai kader. Kata Muradi, PKS menilai kerja sama dengan Gerindra akan lebih menguntungkan karena sama-sama mengajukan kader sendiri.

Sudrajat adalah kader Gerindra, sementara Ahmad Syaikhu adalah kader PKS. Syaikhu berpengalaman sebagai anggota DPRD Kota Bekasi pada 2004 sampai 2008, Anggota DPRD Jawa Barat pada 2009 sampai 2013, dan kini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bekasi.

Itu alasan utama penarikan dukungan menurut Muradi. Di luar itu, pernyataan-pernyataan yang keluar dari petinggi partai, menurut Muradi, tidak lebih sebagai "pembenaran politik."

Baca juga artikel terkait PILGUB JABAR 2018 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino