Menuju konten utama

Lebaran Anak Yatim 10 Muharram: Penjelasan & Makna Tahun Baru Islam

Lebaran anak yatim 10 Muharram erat dengan Hari Raya Anak Yatim. Ada cerita di balik tradisi menyantuni anak yatim pada hari Asyura. Berikut penjelasannya.

Lebaran Anak Yatim 10 Muharram: Penjelasan & Makna Tahun Baru Islam
Ilustrasi Tahun Baru Islam. foto/istockphoto

tirto.id - Lebaran anak yatim yang jatuh pada tanggal 10 Muharram bagi sebagian masyarakat Indonesia identik dengan Hari Raya Anak Yatim. Bagi masyarakat Muslim, Muharram termasuk salah satu momentum mulia karena menjadi bulan pembuka tahun baru, sehingga menjadi hal yang wajar jika dalam kondisi ini disebut sebagai "Hari Raya Umat Islam”.

Tradisi menyantuni anak yatim pada tanggal 10 Muharram memang sudah ada sejak dulu. Tradisi ini dilakukan oleh para ulama maupun masyarakat umum.

Lalu, muncul istilah Idul Yatama (Hari Raya Anak Yatim) dari tradisi tersebut. Namun, Idul Yatama adalah momen untuk membahagiakan hati anak yatim. Tidak dimaksudkan sebagai hari raya seperti Idul Fitri atau Idul Adha.

Lain itu, momen tersebut juga sebagai momentum yang tepat untuk mengingatkan orang-orang agar terbuka mata hatinya dan lebih peduli dalam memperhatikan nasib anak-anak yatim.

Meski begitu, momen hari Asyura juga tidak dimaksudkan bahwa santunan pada anak yatim hanya dilakukan pada waktu tersebut. Kapan pun dan di mana pun, kita dapat menyantuni anak yatim tanpa menunggu tanggal 10 Muharram.

Mengapa 10 Muharram Disebut Hari Raya Anak Yatim?

Sebagian masyarakat Indonesia bahkan menganggap bahwa tanggal 10 Muharram (Asyura) adalah Hari Raya anak yatim.

Istilah Idul Yatama (Hari Raya anak yatim) sebenarnya hanyalah ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim, sebab pada saat itu banyak orang yang memberikan perhatian dan santunan kepada mereka.

Dalam hadits riwayat Abu Dawud ra. dinyatakan bahwa Hari Raya umat Islam hanya ada dua, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri :

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ “

Dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW datang ke Madinah dan mereka (orang Madinah) menjadikan dua hari raya di mana mereka bergembira. Lalu Rasulullah bertanya:

“Apa maksud dua hari ini?” Mereka menjawab: “Kami biasa bermain (bergembira) pada dua hari ini sejak zaman Jahiliyah.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dengan dua hari raya yang lebih baik dari padanya, yaitu hari raya Adha dan hari raya Fitri (HR : Abu Daud : 1134).

Momentum 10 Muharram dijadikan sebagai Idul Yatama, berdasarkan anjuran untuk menyantuni anak-anak yatim pada hari tersebut.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim. Dan beliau lebih menyayangi lagi pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram).

Di mana pada tanggal tersebut, Beliau menjamu dan bersedekah bukan hanya kepada anak yatim, tapi juga keluarganya.

Kemudian dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin disebutkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً

“Barangsiapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya“.

Penjelasan tentang kemuliaan bulan Muharram ini ditulis oleh KH Sholeh Darat pada bulan Muharram tahun 1317 H.

Kemuliaan Bulan Muharram

Seperti dikutip dari situs resmi NU, KH Sholeh Darat menyebutkan dalam kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah tentang kemuliaan bulan Muharram.

“Bahwa awal Muharram itu adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah “Hari Raya”yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah," ujarnya.

Hari raya ini, lanjutnya, adalah untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan shalat. Tetap hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para faqir.

"Sebaiknya orang Islam mengetahui tahun baru Islam. Hari wuquf di Arafah itu akan menjadi hari pertama bulan Muharram dan akan menjadi tanggal 27 bulan Rajab," tukas KH Sholeh Darat.

Islam mempunyai dua belas bulan dalam hitungan satu tahun menurut hitungan yang telah ditetapkan.

Empat bulan di antaranya adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt yaitu, bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

Sejumlah ahli tafsir bahkan menyebut, amalan-amalan ibadah yang dilakukan selama empat bulan haram itu bakal dilipatgandakan pahalanya.

Demikian pula balasan untuk perbuatan buruk pada 4 bulan ini, akan lebih besar. Hal ini seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:

"Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa di samping melipatgandakan perbuatan baik."

Baca juga artikel terkait TAHUN BARU ISLAM atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Ibnu Azis