tirto.id - Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan kalender hijriah.
Keutamaan bulan Muharam disebutkan dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surah At-Taubah: 36 dan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda bahwa dalam setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan yang mulia. Tiga darinya berturut-turut, yaitu Dzul Qa’idah, Dzuhijjah, Muharam, dan Rajab.
Nabi Muhammad memotivasi umat Islam untuk melaksanakan amalan puasa selama bulan Muharam.
Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa sunah yang dilaksanakan pada bulan Muharam.
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”(HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah)
Amalan-amalan Bulan Muharram
Sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya yang menunjukkan bahwa puasa sunah yang paling utama setelah puasa wajib di bulan Ramadan adalah puasa sunah pada bulan muharram. Puasa sunah pada bulan muharram disebut dengan puasa Asyura.
Dikutip dari laman Muhammadiyah, beberapa nash hadis menerangkan bahwa pada masa Jahiliyah kaum Quraisy telah terbiasa melaksanakan puasa asyura. Begitu pula dengan Nabi SAW ketika berada di Makkah yang juga melaksanakan puasa asyura.
Saat hijrah ke Madinah, Nabi mendapati bahwa orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut, dan beliau tetap berpuasa. Pelaksanaan puasa oleh orang Yahudi tersebut terdapat dalam sebuah hadis Ibnu Abbas:
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tiba di Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) malaksanakan shaum hari ‘asyura (10 Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah.” Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat Beliau untuk mempuasainya (HR. Bukhari).
Hadis di atas menyebutkan bahwa pada hari ke-10 bulan Muharam atau 10 bulan Tishrei (bulan ketujuh dari kalender lunisolar Ibrani) merupakan peristiwa kemenangan Musa dan Bani Israel atas Fir’aun dan bala tentaranya.
Orang-orang Yahudi menyebut tanggal tersebut sebagai Hari Suci Yom Kippur yang ditujukan sebagai rasa syukur sehingga mereka melaksanakan puasa pada hari tersebut.
Anjuran puasa asyura dari Rasulullah tetap berlangsung dan keadaan seperti itu dilakukan sampai diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut:
Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: “Adalah (dahulu) pada hari Asyura orang Quraisy berpuasa pada masa Jahiliyah, dan Nabi SAW. (pada waktu di Makkah) pun tetap melakukannya. Ketika sampai di Madinah, beliau tetap melakukan puasa Asyura bahkan memerintahkan (kepada para sahabatnya) untuk berpuasa. Tatkala (puasa) Ramadhan diwajibkan, maka ditinggalkannya puasa asyura. Beliau bersabda: Barangsiapa mau, maka boleh berpuasa, dan barangsiapa mau, maka boleh meninggalkannya”. (HR al-Bukhari)
Keutamaan puasa Asyura sebagaimana dijelaskan melalui laman Suara Muhammadiyah, antara lain:
1. Puasa Asyura merupakan salah satu dari empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi SAW.
Disebutkan dalam sebuah hadis:
Dari Hafshoh ia berkata: "Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi SAW. yaitu:puasa Asyura tanggal 10 dan puasa tiga hari setiap bulan serta shalat dua roka’at sebelum subuh”. (HR.Ahmad dan an-Nasai).
2. Puasa Asyura mempunyai keutamaan dapat menghapus dosa tahun yang lalu
Sebuah hadis menyebutkan:
Dari Qotadah ra. Ia berkata: "Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang puasa pada hari Arafah, beliau menjawab: puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang. Dan beliau ditanya lagi tentang puasa asyura, maka beliau menjawab: Puasa asyura dapat menghapus dosa yang lalu”. (HR. al-Jama’ah, kecuali al-Bukhori dan at-tirmidzi).
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno