tirto.id - Bahasan soal keutamaan bulan Muharram tidak lepas dari penjelasan dalil, hadist, dan ayat tentang bulan Muharam di Al Quran.
Muharram merupakan bulan pertama di kalender Hijriah, penanggalan resmi dalam Islam. Sebagai awal tahun, Muharram bisa berarti pertanda masa yang baru untuk umat Islam.
Selain sebagai pemula tahun, Muharram juga diyakini sebagai salah satu bulan di kalender Hijriah yang memiliki banyak keistimewaan. Makanya, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak ibadah sunah, seperti puasa, sedekah, salat dan lainnya pada bulan Muharram.
Keutamaan Puasa Muharram
Bahkan, keutamaan puasa di bulan Muharram satu tingkat di bawah puasa Ramadhan. Hal ini bisa diketahui dari hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:
"Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram," (HR Ibnu Majah).
Ulasan yang dilansir NU Online, memuat penjelasan mengenai anjuran puasa sunah pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Ada tiga bentuk rangkaian puasa yang bisa dikerjakan pada bulan Muharram, merujuk pada penjelasan Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (syarah sunan Tirmidzi).
Pertama, yang paling utama adalah puasa pada tanggal 10 Muharram yang disertai puasa sehari sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, puasa sunah ini dilakukan pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
Kedua, puasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Dan yang Ketiga, puasa pada hari ke-10 saja pada bulan Muharram.
Puasa pada tanggal 9 Muharram bisa disebut dengan puasa Tasu'a. Sedangkan puasa pada tanggal 10 Muharram dikenal dengan sebutan puasa Asyura.
Ayat tentang Bulan Muharram dalam Al Quran
Muharram sekaligus dianggap sebagai salah satu bulan mulia. Dalam Q.S. At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya:"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
Berdasarkan ayat di atas, bisa diambil makna bahwa dalam satu tahun, Allah SWT membagi bulan menjadi 12 bilangan. Di antara 12 bulan tersebut, ada 4 yang disebut sebagai bulan haram.
Para ahli tafsir berpendapat, empat bulan haram tersebut ialah Muharram, Zulkaidah, Zulhijah dan Rajab, demikian dilansir NU Online. Keterangan mengenai nama empat bulan haram itu terdapat di sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:
"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Akhirah dan Sya'ban," (HR Bukhari dan Muslim).
Mengenai maksud surah At-Taubah ayat 36, Fuad H dalam "Muharram bagian dari Al-Asyhurul Hurum" yang dikutip dari NU Online menuturkan bahwa 4 bulan yang disebutkan sebagai bulan haram adalah termasuk sebagai Al-Asyhurul Hurum, yakni bulan-bulan yang dimuliakan.
Oleh sebab itu, dijelaskan bahwa Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab merupakan bulan yang dipenuhi dengan kemuliaan oleh Allah SWT. Umat Islam dilarang melakukan perang pada 4 bulan tersebut, demi menghormatinya. Larangan ini disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 217:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
Kerwanto dalam artikel "Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36" menulis, bahwa larangan berperang pada "bulan haram" bisa dimaknai sebagai ajang melakukan perdamaian. Oleh karena itu, salah satu prinsip yang dibisa diambil selama bulan Muharram adalah saling berdamai satu sama lain.
Sejumlah ahli tafsir bahkan menyebut, amalan-amalan ibadah yang dilakukan selama empat bulan haram itu bakal dilipatgandakan pahalanya. Demikian pula balasan untuk perbuatan buruk pada 4 bulan ini, akan lebih besar. Hal ini seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:
"Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa disamping melipatgandakan perbuatan baik."
Amalan di Bulan Muharram
Amalan sunah yang diutamakan di bulan Muharram adalah berpuasa. Selain itu, Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah, maka mengawali tahun baru dengan ibadah puasa sangatlah dianjurkan.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Puasa paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, bulan Muharram." (HR Muslim).
Pada bulan Muharram, kita mengenal istilah puasa Tasu'a dan puasa Asyura. Puasa Tasu'a dilakukan pada tanggal 9 Muharram, sedangkan puasa Asyura dilaksanakan di tanggal 10 Muharram.
Dari ibnu Abbas ra. Ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh para Sahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata: Wahai Rasulullah SAW, hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah SAW bersabda: Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Dikutip dari laman Suara Muhammadiyah, disunahkannya puasa Tasu'a bersama-sama dengan puasa Asyura adalah agar ibadah tersebut tidak menyamai ibadah orang Yahudi.
Sedangkan puasa Asyura memiliki beberapa keutamaan sebagai berikut:
- Puasa Asyura merupakan satu dari empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.
- Puasa Asyura dapat menghapus dosa yang lalu