Menuju konten utama

Amalan di Bulan Suro dan Dalil Tentang Sedakah di Bulan Muharram

Apa saja amalan di bulan Suro atau Muharram yang bisa kita lakukan dan tentang dalil sedekah di bulan Muharam.

Amalan di Bulan Suro dan Dalil Tentang Sedakah di Bulan Muharram
Ilustrasi ibadah dalam Islam. foto/istockpphoto

tirto.id - Apa saja amalan di bulan Suro atau Muharram yang bisa kita lakukan?

Muharram juga bulan di kalender Hijriah yang diyakini memiliki banyak keutamaan. Oleh karena itu, sejumlah amalan sunah dianjurkan untuk dikerjakan pada bulan ini.

Salah satu ibadah sunah yang amat dianjurkan pada bulan Muharram adalah berpuasa. Anjuran ini bisa dilihat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

"Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya: 'Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi SAW menjawab: "Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram," (HR Ibnu Majah).

Sementara dalam hadis riwayat Muslim, disebutkan Nabi SAW berkata: "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram."

Berdasarkan dua hadis tersebut, dapat diambil kesimpulan: berpuasa pada bulan Muharram sangat dianjurkan bagi umat Islam. Soal waktu puasa pada bulan Muharram, umat Islam bisa melakukan ibadah ini pada hari Senin-Kamis, hari ayyamul bidh (pertengahan bulan), dan pada tanggal 9, 10 serta 11 Muharram.

Amalan di Bulan Suro atau Muharram

Sebuah ulasan yang dilansir NU Online, memuat penjelasan mengenai anjuran puasa sunah pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Ada tiga bentuk rangkaian puasa yang bisa dikerjakan pada bulan Muharram, merujuk pada penjelasan Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (syarah sunan Tirmidzi).

Pertama, yang paling utama adalah puasa pada tanggal 10 Muharram yang disertai puasa sehari sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, puasa sunah ini dilakukan pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.

Kedua, puasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Dan yang Ketiga, puasa pada hari ke-10 saja pada bulan Muharram.

Puasa pada tanggal 9 Muharram bisa disebut dengan puasa Tasu'a. Sedangkan puasa pada tanggal 10 Muharram dikenal dengan sebutan puasa Asyura.

Keutamaan Puasa Asyura pada 10 Muharram

Asyura berasal dari kata ‘asyara, artinya bilangan sepuluh. Adapun pada tanggal 10 Muharram ini, Allah SWT memuliakan 10 Nabi. Penjelasan ini tertuang di Kitab Nazaatul Majalis Wa Muntakhobun Mawaidz karya Syekh Abdurahman Al-Sofuri dan Kitab Al-Nawadzir karya Syekh Sihabuddin bin Salamah Al-Qolyubi.

Dikutip dari artikel yang berjudul "Keutamaan Bulan Muharram bagi Para Nabi" di laman NU Online, yang memuat penjelasan KH Djamaluddin Ahmad atas isi dua kitab di atas, salah satu peristiwa istimewa pada 10 Muharram dialami oleh Nabi Adam as.

Pada hari itu, Allah SWT menerima pertaubatan yang dilakukan oleh Nabi Adam setelah ia dikirim ke bumi bersama Hawa dalam kondisi terpisah. Allah SWT menerima taubat Nabi Adam AS, atas kesalahannya memakan buah terlarang di surga.

Nabi lain yang mendapatkan kemuliaan pada 10 Muharram adalah Nabi Ibrahim AS. Ayah dari Nabi Ismail AS ini diangkat oleh Allah SWT sebagai khalilullah atau kekasihnya Allah tepat pada tanggal 10 Muharram.

Selain dua peristiwa tersebut, tanggal 10 Muharram terkait pula dengan kisah Nabi Isa AS. Hari itu merupakan waktu kelahiran Nabi Isa. Pada tanggal yang sama, Nabi Isa juga diangkat ke langit.

Di sisi lain, ada banyak hadis yang menunjukkan bahwa puasa pada 10 Muharram (puasa Asyura) merupakan ibadah sunah yang sangat dianjurkan. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, sebagai berikut:

"Nabi Muhammad SAW datang ke kota Madinah. Beliau kemudian melihat orang Yahudi puasa pada hari Asyura. Lalu Rasulullah bertanya ‘Ada kegiatan apa ini?’ Para sahabat menjawab ‘Hari ini adalah hari baik yaitu hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka kemudian Nabi Musa melakukan puasa atas tersebut.’ Rasulullah lalu mengatakan ‘Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian’. Nabi kemudian berpuasa untuk Asyura tersebut dan menyuruh pada sahabat menjalankannya," (HR Bukhari: 2004).

Penjelasan mengenai keutamaan puasa Asyura bisa dilihat pula pada hadis lain yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas sebagai berikut:

"Aku tidak pernah mendapati Rasulullah SAW menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan," (HR Muslim).

Bersedekah di Bulan Muharram

Bersedekah termasuk salah satu ibadah sunah yang dianjurkan pada bulan Muharram. Sebagai tahun baru bagi umat Islam, Muharram sudah dianggap layaknya hari raya. Oleh sebab itu, untuk merayakannya dapat dilakukan dengan cara bersedekah.

Seperti ditulis oleh Rikza Chamami dalam "Kemuliaan Bulan Muharram Menurut KH Sholeh Darat." Dalam kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah karangan KH Sholeh Darat, disebutkan: "Bahwa awal Muharram adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah 'Hari Raya' yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah."

"Hari raya ini adalah untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan shalat. Tetapi hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para faqir," demikian penjelasan di kitab karya KH Sholeh Darat.

Selain puasa dan sedekah, beberapa ibadah sunah lain yang dianjurkan untuk diperbanyak selama bulan Muharram adalah salat, menyambung silaturahmi, membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 1.000 kali, dan lain sebagainya. Anjuran ini dijelaskan dalam kitab Kanzun Naja was Surur Fi Ad'iyyati Tasyrahus Shudur karya As-Syaikh Abdul Hamid.

Ayat tentang Bulan Muharram dalam Al Quran

Muharram sekaligus dianggap sebagai salah satu bulan mulia. Dalam Q.S. At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

Artinya:"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

Berdasarkan ayat di atas, bisa diambil makna bahwa dalam satu tahun, Allah SWT membagi bulan menjadi 12 bilangan. Di antara 12 bulan tersebut, ada 4 yang disebut sebagai bulan haram.

Para ahli tafsir berpendapat, empat bulan haram tersebut ialah Muharram, Zulkaidah, Zulhijah dan Rajab, demikian dilansir NU Online. Keterangan mengenai nama empat bulan haram itu terdapat di sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:

"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Akhirah dan Sya'ban," (HR Bukhari dan Muslim).

Mengenai maksud surah At-Taubah ayat 36, Fuad H dalam "Muharram bagian dari Al-Asyhurul Hurum" yang dikutip dari NU Online menuturkan bahwa 4 bulan yang disebutkan sebagai bulan haram adalah termasuk sebagai Al-Asyhurul Hurum, yakni bulan-bulan yang dimuliakan.

Oleh sebab itu, dijelaskan bahwa Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab merupakan bulan yang dipenuhi dengan kemuliaan oleh Allah SWT. Umat Islam dilarang melakukan perang pada 4 bulan tersebut, demi menghormatinya. Larangan ini disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 217:

"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Kerwanto dalam artikel "Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36" menulis, bahwa larangan berperang pada "bulan haram" bisa dimaknai sebagai ajang melakukan perdamaian. Oleh karena itu, salah satu prinsip yang dibisa diambil selama bulan Muharram adalah saling berdamai satu sama lain.

Sejumlah ahli tafsir bahkan menyebut, amalan-amalan ibadah yang dilakukan selama empat bulan haram itu bakal dilipatgandakan pahalanya. Demikian pula balasan untuk perbuatan buruk pada 4 bulan ini, akan lebih besar. Hal ini seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:

"Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa disamping melipatgandakan perbuatan baik."

Baca juga artikel terkait MUHARRAM atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani