Menuju konten utama

Aksi Mogok Buruh Morowali, Disnaker: Belum Ada Titik Temu Soal Upah

Disnakertrans Kabupaten Morowali mengatakan antara buruh maupun pihak manajemen perusahaan seharusnya tidak boleh saling mengintimidasi terkait aksi mogok buruh PT IMIP di Morowali.

Aksi Mogok Buruh Morowali, Disnaker: Belum Ada Titik Temu Soal Upah
Ribuan karyawan berbagai perusahaan industyri dan tambang di lingkungan Kawasan PT.IMIP Bahodopi, Kabupaten Morowali, melakukan mogok kerja pada Kamis (24/1) yang direncanakan dilanjutkan hingga 27 Januari 2019. FOTO/Antaranews Sulteng

tirto.id -

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Morowali menyebutkan belum ada titik temu antara karyawan dengan manajemen perusahaan terkait besaran Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Pembahasan upah ini sebagai buntut dari aksi mogok 1.000 karyawan di lingkungan kawasan industri pertambangan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Desa Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (25/1/2019).

Video aksi buruh ini juga sempat viral di media sosial dengan tuntutan bahwa mengurangi dominasi pekerja asing dari Cina dan menolak keberadaan mereka.

Kepala Disnakertrans Morowali Umar Rasyid menyatakan bahwa dalam proses pembahasan UUMSK tak diperbolehkan adanya saling intimidasi antara buruh dan manajemen perusahaan.

Alasannya, kata Umar, di Morowali, Kamis, amanat yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan peraturan lainnya yang dikeluarkan pemerintah pusat terkait UMSK, intinya adalah kesepakatan bersama.

"Nah, jika amanat yang terkandung adalah kesepakatan, maka sangat tidak patut jika ada salah satu pihak yang melakukan penekanan atau intimidasi kepada pihaknya lainnya," kata Umar Rasyid usai memantau aksi mogok, Kamis (25/1/2019).

Aksi mogok ini sebagai upaya pekerja untuk mendesak Gubernur Sulteng mengeluarkan keputusan menaikkan UMSK tahun 2019 sebesar 20 persen, menyusul gagalnya kesepakatan yang telah dibangun antara pihak perusahaan, serikat buruh dan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali.

Umar mengatakan kewenangan pemerintah Kabupaten Morowali untuk menetapkan besaran UMSK. Saat ini proses pembahasannya secara tripartit masih terus berjalan karena para pihak yang terlibat dalam pertemuan tripartit itu belum mencapai titik temu untuk saling bersepakat.

Dikatakannya, pertemuan tripartit untuk menentukan besaran UMSK di Kabupaten Morowali itu melibatkan perwakilan buruh, perwakilan perusahaan dan pemerintah sebagai mediator.

Oleh karena itu, kata Umar, selama proses pembahasan UMSK itu berlangsung, tak ada satu pun pihak yang diizinkan untuk menekan atau mengintimidasi pihak lainnya yang berkepentingan dengan UMSK atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan tripartit itu.

"Aksi unjuk rasa, orasi dan mogok kerja adalah bentuk-bentuk dari pengancaman dan intimidasi yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lainnya. Padahal inti amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 adalah kesepakatan bukan pengancaman," ujar Umar.

Sementara itu, Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Morowali, Nurkholish mengatakan dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 dan Permenaker Nomor 15 tahun 2018 yang mengatur tentang UMSK, sangat jelas dinyatakan bahwa dalam pembahasan UMSK, kedua belah pihak yakni buruh dan perusahaan tak boleh saling memaksakan kehendak.

"Perusahaan tak boleh memaksa buruh dan buruh juga tak boleh memaksa dengan jalan demonstrasi atau mogok kerja," katanya.

Nurkholish mengatakan, unjuk rasa dan mogok kerja buruh adalah dua hal berbeda karena aturan yang mengatur terkait kedua hal itu juga berbeda.

Dalam undang-undang Nomor 13 tahun 2003 dan Ketetapan Menakertrans Nomor 232 tahun 2003 sangat jelas dinyatakan mengenai sah atau tidaknya sebuah aksi mogok kerja.

Kemudian, kata Nurkholish, dalam kedua aturan itu sangat jelas dinyatakan tentang hal apa saja yang bisa menjadi alasan buruh melakukan mogok kerja. Hal yang bisa dimogokkerjakan adalah perundingan bipartit antara pihak buruh dan perusahaan.

"Nah, beberapa kali pertemuan membahas soal UMSK yang dilakukan secara tripartit beberapa waktu lalu dengan melibatkan dewan pengupahan dan pemerintah bukanlah klausul yang bisa dijadikan alasan atau dasar yang sah menurut aturan perundangan-undangan untuk melakukan mogok kerja. Jadi jika mogok kerja itu terjadi dan tuntutannya adalah soal kenaikan UMSK maka disimpulkan mogok kerja itu adalah ilegal," kata Nurkholish.

Menurut Nurkholish, jika mogok kerja itu ilegal, pihak perusahaan dapat mengambil tindakan berdasarkan aturan Permenaker 232 tahun 2003 dan peraturan perusahaan.

Terkait aksi mogok dan unjuk rasa yang berlangsung di kawasannya, PT IMIP sebelumnya pada tanggal 23 Januari 2019 telah menerbitkan dan mengedarkan surat imbauan kepada seluruh karyawan yang bekerja di kawasannya.

Dalam surat bernomor 064/SDM-IMIP/MWL/2019 dinyatakan bahwa terkait rencana mogok kerja yang berlangsung pada hari ini, dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Keputusan Menakertrans No. KEP.232/MEN/2003 tentang akibat hukum dari mogok kerja tidak sah, maka aksi mogok kerja yang dilakukan karyawan pada hari ini adalah tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur serta aturan perundang-undangan yang berlaku.

Penetapan UMSK dilakukan oleh Pemerintah melalui tahapan-tahapan yang diatur dalam Keppres Nomor 107 tahun 2004 tentang dewan pengupahan.

Dalam surat itu, seluruh karyawan juga diimbau untuk tetap bekerja dengan produktif dan perusahaan menjamin keamanan dan kenyamanan karyawan untuk bekerja. Apabila karyawan tidak mengindahkan surat imbauan ini maka akan diproses sesuai peraturan perusahaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Koordinator Humas PT.IMIP Dedy Kurniawan mengatakan, aksi mogok yang digelar sejak sekitar pukul 08.00 Wita itu tidak mengganggu jalannya produksi perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di kawasan IMIP.

Hingga Kamis siang, sebagian besar pekerja yang mogok telah kembali bekerja setelah ada komunikasi di lapangan dengan pihak perusahaan yang mempekerjakan sekitar 23.000 tenaga kerja tersebut.

Baca juga artikel terkait AKSI BURUH

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri