tirto.id - Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memaparkan program kerja untuk melindungi anak di Jakarta. Namun, Calon Gubernur DKI Jakarta tersebut belum menemukan solusi baru untuk menghindari eksploitasi anak di kawasan Ibukota.
“Salah satu kan kita targetin RPTRA itu tiap tahun minimal 200 lokasi, daerah-daerah yang padat yang kumuh,” ucap Ahok ketika ditemui seusai acara Bedah Buku ‘A Man Called #Ahok’, di 3 Monkeys Café, Senin (9/1/2017).
Sebelumnya, pada tahun 2015, pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta sudah menargetkan untuk membangun 60 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang direncanakan selesai akhir tahun. Menurut Ahok, RPTRA merupakan cara ampuh untuk menghindari eksploitasi anak.
“Terus kita juga menciptakan akte lahir–langsung lahir–langsung dikirim. Karena kalau akte lahir tidak ada di anak-anak itu juga gampang dieksploitasi. Jadi salah satu itu kunci anak-anak itu harus punya akte lahir. Sejak hamil pun sudah kita monitor. Jadi setiap anak dari hamil sampai keluar lahir pun, kalau ada akte lahir sudah sah dia. Kalau nggak, bisa dijual loh,” ujarnya.
Meski begitu, Ahok masih belum menemukan solusi baru terkait permasalahan tersebut. Ia optimis bahwa pencegahan eksploitasi ini akan berhasil dan pembangunan rumah susun yang banyak akan mendukung pencegahan ini.
“Enggak, ini kan kita persuasif. Kalau itu mereka dari luar kota atau mana – itu yang harus kita cari tahu. Intinya harus bangun rumah susun yang banyak, sekolah, termasuk asrama. Kan kita lagi selesaikan di Yayasan Pondok Karya Pembangunan–yang di Ciracas itu ya–itu 2.000 itu buat nampung itu,” lanjutnya ketika ditanya tentang efektivitas RPTRA.
Eksploitasi anak memang merupakan masalah besar di Indonesia, tidak terkecuali di Jakarta. Dalam data yang diperoleh dari bank data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)–kasus yang terjadi terkait eksploitasi anak mencapai 930 kasus sepanjang 2011-2016.
Bukan hanya eksploitasi anak dalam pencarian ekonomi dengan mengamen, tapi juga sebagai objek seks masyarakat. ECPAT Indonesia dan KOMPAK (Komunitas Orang Muda Anti Perdagangan Orang & Eksploitasi Seksual Anak) pernah membahasa tentang banyaknya perdagangan anak dan seksualitas pada anak Desember lalu. Menurutnya, Jakarta merupakan salah satu kota yang tinggi tingkat ekploitasi anaknya.
“Di kita sudah ada sejak lama (kasus eksploitasi anak). Tapi di luar negeri mereka sudah mempunyai best practice untuk mencegah hal tersebut. Sedangkan kita belum ada. Maraknya ada 6 kota mungkin. Ada di Batam, Bali, Jakarta, Lombok, Bandung, dan Makassar,” ujar Esti sebagai pengurus KOMPAK.
Menurut Esti, tindakan pemerintah DKI Jakarta sudah cukup baik dalam usaha pencegahan eksploitasi anak. Namun, harusnya pemerintah bisa melakukan hal lain yang lebih banyak untuk mencegah hal itu.
“Tergantung juga. Meskipun udah dibentuk kayak aktivitas kayak gitu, tapi kalau nggak diawasi? Kan kayak tetap aja gitu. Udah lebih bagus sebenarnya dibandingkan yang lalu-lalu, tapi balik lagi, kayak nggak cuma cukup di situ, udah bagus tapi masih belum cukup – masih jauh dari cukup,” tutur Esti.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mutaya Saroh