tirto.id - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda Purnawairawan Soleman B Ponto mengatakan kasus Fredi Budiman (Freddy Budiman) yang dulu sempat menyeret badan yang dipimpinnya akan sulit terungkap. Kenapa?
Berikut petikan wawancara Laksda Purnawirawan Soleman B Ponto dengan tirto.id, Selasa (16/8/2016)
Bagaimana Anda melihat kasus Fredi Budiman yang kembali menjadi ramai?
Pertama, masalahnya itu kasus lama. Kedua, Fredi sudah mati. Jadi mau dibongkar pun akan sulit. Jadi kita hanya bermain di indikasi-indikasi. Saling menuding satu sama lain karena Fredi sudah mati.
Bagaimana kronologi yang Anda tahu?
Yang saya tahu, waktu itu masalah kontainer. Jadi ada kontainer datang di BAIS. Memang ada Primer Koperasi. Tetapi ketika saya tahu mereka suka masukkan kontainer, saya suruh berhenti. Tetapi sudah berhenti kok masih ada lagi. Ya sudah, kalau masih ada begitu, buka sajalah dulu. Tahan dulu jangan boleh keluar. Nah, di Semarang dibuka, di sini (Jakarta) dibuka. Ya sudah tidak apa-apa itu.
Jadi ada dua tempat kontainer yang dibongkar?
Ya, dibuka semua, tidak ada masalah, selesai. Tiba-tiba ada narkoba masuk yang dipesan dari Koperasi BAIS TNI. Nah, saya jadi heran dong. Sebelum itu, Pak Dirjen Bea Cukai, Pak Agung (Agung Kuswandono, Dirjen Bea Cukai, periode 25 April – 1 Juli 2015), minta kerja sama dengan kita memberantas penyelundupan lewat pelabuhan yang diperkirakan banyak masuk lewat sana. Oke, mari kita kerja sama. Nah, karena ada kerja sama itulah, semua kontainer yang masuk saya minta diperiksa.
Sebenarnya saya tidak punya hak untuk itu. Tetapi karena ada kerja sama, tolong diperiksalah itu. Nah, ketika ada yang ditangkap, saya ngomel dong, kok ini bisa keluar kontainernya? Saya sudah bilang suruh periksa, kenapa tidak diperiksa?
Jadi sebelumnya tidak ada pemeriksaan?
Yang satu ternyata pas di ILC (Indonesia Lawyer Club) mereka bilang, hanya BNN dan Bea Cukai yang memeriksa. Saya tidak. Jadi dua perwakilan saya memeriksa hanya dua. Yang satu disembunyikan.
Tidak ada anggota yang datang?
Tidak ada.
Termasuk yang kontainer isi narkoba?
Iya, iya. Nah kan saya tahu sudah di luar, saya ngomel sama Bea Cukai. Istilah dia waktu itu,”Ada kekuatan besar yang tidak bisa saya lawan”.
Itu kata Agung Kuswandono?
Bukan Pak Agung, staf-nya yang di sana. Anak buah saya yang ke sana, saya omelin. Pak Agus Subagio kalau tidak salah.
Kekuatan besar itu apa?
Kemarin kan mereka di ILC sudah jawab, bahwa mereka dengan prosedur karena mereka tahu ada narkobanya. Enggak tahu saya, kenapa ketika ada narkobanya kok mereka kerjasama dengan BNN. Ya sudah setelah itu saya tidak tahu. Setelah ditangkap BNN dan sudah keluar, selesai.
BNN mengatakan tidak memberi tahu karena itu operasi Control Delivery?
Nah itu, operasi kontainer yang satu itu katanya operasi control delivery. Bagi saya, mau control delivery atau apa, kontainer itu keluar dari pelabuhan tanpa sepengetahuan saya. Nah Koperasi Kalta saya tidak tahu. Si Serma Supriadi ini saya juga tidak tahu. Dia laporan ke kepala koperasi. Kemudian kepala koperasi itu lapor ke saya bahwa itu (kontainer) hanya dua. Saya tidak tahu, apakah dia tahu atau tidak yang kontainer ke tiga.
Maksudnya?
Dia kan kerja di koperasi. Bisa saja dia laporan dua, kemudian yang ketiga tidak dilaporkan.
Berdasarkan berkas persidangan, Serma Supriadi bermain sendiri dan memalsukan surat?
Nah itulah. Jadi rupanya begini, anak ini kan sudah 9 tahun ditugaskan di sana. Bisa saja misalkan masuk 5 kontainer, dilaporkan hanya 3. Sisanya masuk kantong. Kalau ini sangat kelihatan, dia laporan dua dan yang satu itu (kontainer berisi narkoba) uangnya langsung diambil. Jadi rupanya dia juga tidak tahu ada narkobanya. Dalam laporan, isinya hanya fish tank. Itupun fish tank rupanya dia rubah lagi isinya. Termasuk ada pipa dan tujuannya tidak dikenakan pajak. Biar kemudian tambah banyak lagi uangnya kan.
Jadi dia memalsukan semua?
Ya semua rupanya dia palsukan.
Apakah BAIS sebelumnya mengetahui ini?
Ya, tidak. Masalahnya itu kan koperasi. Itu kan berdiri sendiri dan tidak ada dalam struktur BAIS.
Artinya Koperasi Kalta tidak mengeluarkan izin untuk mengimpor barang itu?
Koperasi Kalta ini kan dia bukan mengimpor. Jadi koperasi ini punya API-U (angka pengenal importir umum) dan dia enggak punya uang. Orang yang punya uang yang menggunakannya. Misal fish tank memang pesanan dia, maka di dalam fish tank dimasukin. Nah rupanya yang saling pesan-pesan ini tidak tahu bahwa dimasukin lagi “barang” ke dalamnya.
Apakah perusahaan yang mengimpor dalam kasus ini pernah juga memesan fish tank?
Nah, itu saya tidak tahu. Kan saya baru. Ketika saya masuk, saya suruh berhenti. Apakah sebelum-sebelumnya pesan apa saja, bisa jadi.
Jadi Anda sendiri baru menjabat sebagai Kepala BAIS pada saat itu?
Saya kan menjabatnya baru 2011. Tahun pertama, saya membenahi di dalam. Dan kemudian tahun kedua, baru saya menyentuh itu (koperasi). Itu pun gara-gara ada beberapa kasus berturut-turut. Ada kontainer berisi miras yang dari Tangerang. Kemudian datang lagi si Pak Agung. Jadi ketika saya lihat ada koperasi dan saya lihat ada, oh ini kok ada kontainer, saya suruh berhenti.
Jadi sebelumnya sudah ada kasus juga?
Bukan. Waktu itu saya baca di koran. Ketika saya baca, lalu saya ingat, “Ini jangan-jangan bisa tersangkut lagi”. Coba dicek.
Jadi sebelumnya Anda sudah ada firasat?
Ya, saya sudah ada rasa tidak enak dengan situasi saat itu. Ada miras. Jangan-jangan ini koperasi dibuat main-main.
Apakah Serma Supriadi pernah berbicara kepada Anda setelah kasus itu?
Tidak pernah. Sampai hari ini saya tidak pernah bertemu dia. Kenapa saya tidak mau ketemu dia, sebab saya sangat yakin, sekali saya ketemu bisa dipelintir saya ngomong apa. Pertanyaannya kan jelas kepada saya, “Bapak kok sebagai Kepala BAIS tidak tahu?” Ya memang saya tidak tahu, wong dia punya komando sendiri. Kok dia bisa bebas keluyuran, wong tugasnya memang untuk itu. Dan sebagai koperasi, kan dia punya API-U kok, bebas dia cari. Sebenarnya Koperasi ini dalam operasi intelijen namanya Samusban (Samaran Usaha Bantuan).
Dalam permainan ini bisa tergantung orang. Kenapa usaha ini sudah lama? Karena koperasi ini untuk mengawasi secara tidak langsung di Bea Cukai. Dalam pertemuan ini kan ada siapa mempengaruhi siapa. Ya tetapi itu sudah resiko.
Menurut Anda, apakah dalam operasi ini BNN sudah mematuhi prosedur?
Kata dia sudah sesuai. Saya kan tidak tahu prosedurnya mereka. Saya tidak mengerti. Bagi saya namanya kerja sama, mari kita buka sama-sama. Tetapi Bea Cukai bilang, karena ini ada narkobanya ya BNN. Ya silakan, saya juga tidak bisa memaksa karena itu teritorial dia. Kalau orang bilang saya main-main, saya akan injak Bea Cukai keluarkan itu kontainer. Wong kenyataannya saya tahan kok. Dan bukan saya yang periksa. Mari kita periksa sama-sama. Bagaimana mau bilang aku main-main?
Jadi satu kontainer tidak dilaporkan?
Bea Cukai tidak melaporkan ada yang ketiga. Dia diemin sama saya.
Jadi ada tiga dan dua sudah dikeluarkan?
Ya. Bukan dua dikeluarkan, tetapi semuanya masih ada di dalam Bea Cukai.
Sebetulnya soal kontainer itu sedang ada kerjasama dengan PT apa?
Yang fish tank itu PT Tri Panca. Nah kalau yang dua tidak detail, karena sudah usahakan sendiri dan sudah tidak lagi menggunakan PT Tri Panca. Tri Panca itu kan dengan koperasi Kalta dan itu sudah saya bubarkan. Tidak boleh. Stop.
Itu kan kepala koperasi lama. Ya sudah. Kita kan punya API-U. Masa punya API-U tidak dimainkan? Oke sekarang kita mau kerja baik-baik dengan bayar pajak dan lain-lain. Dan itu juga kan banyak yang tidak bayar pajak. Orang Supriadi saja berani ngurangi itu dan kemudian saya buat yang barulah dan menaati aturan. Tetapi perintah saya stop termasuk yang satu itu. Tidak ada cerita.
Bagaimana laporan Kepala Koperasi kepada Anda soal Serma Supriadi, apakah ada catatan lain?
Tidak ada. Saat itu kepala koperasi yang baru, yang lama saya tidak pernah ketemu. Kan ketua ini baru berjalan tiga minggu dan saya tidak pernah ketemu dengan ketua koperasi yang lama, termasuk Supriadi. Yang jelas, yang saya tahu Serma Supriadi sudah 9 tahun bekerja di koperasi itu.
Ketika Koperasi BAIS namanya ikut terseret dalam pengungkapan BNN, apakah Panglima TNI menelpon Anda?
Saya komunikasi dengan Panglima TNI. Kan saya laporan. Pak ini bagaimana, begini ceritanya. Panglima percaya sama saya,”Ya sudah periksa saja pak, periksa sedetail-detailnya”. Makanya dari itu, Pak Benny Mamoto bilang, “Full ya sudah periksa”. Terpenting saya tahu ada orang yang diperiksa dan pemeriksaannya di mana. Maksud saya, jangan sampai kemudian saya tidak tahu ada orang yang diperiksa. Maksud saya, jangan sampai orang yang diperiksa ini hilang. Tetapi kalau saya tahu ada di BNN, ya sudah periksa saja. Yang penting saya tahu siapa yang diperiksa dan di mana diperiksanya. Itu saja. Tetapi isi pemeriksaan apa, saya tidak tahu. Saya tidak mau tahu hasil pemeriksaannya seperti apa. Terserah mereka lah.
Artinya BNN sudah sesuai prosedur?
Prosedur mereka ya. Saya yang seharusnya berhak memeriksa dia. Atasan Ankum ya, atasan berlandaskan hukum. Wah nanti kalau saya periksa, saya lepas itu, saya biarkan, nanti takut dibilang ada apa-apa.
Bagaimana Anda melihat kasus ini kemudian ramai?
Ya susah, wong orangnya sudah mati.
Bagaimana Anda melihat postingan Haris Azhar?
Kalau menurut aku, tidak ada asap kalau tidak ada api. Itu mungkin saja. Misalkan orang sedang sakau atau apa, ya tetap ada kan. Misalkan dia bilang ada barang saya yang beredar, padahal sudah dibakar. Kalau itu saya tidak tahu. Tanya saja sama yang pegang kontrol itu.
Kalau memang dibakar, yakin tidak?. Nah itu yang saya bilang, dari testimoni Freddy ini ya ada kemungkinannya di situ. Misalkan ada dengan kita bertiga yang bakar, ini kan tidak. Tapi entah dengan Bea Cukai, saya tidak tahu. Tanya sama mereka, itu yang lebih klop. Freddy bilang begini, bagaimana sebenarnya pengamannya.
Ada perwakilan TNI yang datang?
Ada yang datang. Kita cuma lihat datang dan ketika pembakaran sudah. Tetapi kalau keluarnya dari truk terus ke mana-ke mana, siapa yang simpan, siapa saksinya, siapa yang ini.
Setelah kasus ini apakah ada perintah untuk membubarkan koperasi?
Tidak ada karena koperasi kan alat kita juga. Alat usaha bantuan untuk ke mana-mana. Bahkan untuk operasi kan kita juga menggunakan dia (koperasi).
Artinya sampai saat ini koperasi itu masih berjalan?
Masih. Nah itu tergantung orang-orangnya, memanfaatkan di jalan yang benar atau tidak benar.
Kalau menurut Anda, apakah memang sering terjadi penyelundupan seperti ini?
Kalau Pak Agung memang tidak percaya seperti itu, berarti memang ada kemungkinan. Ada kemungkinan. Makanya untuk memastikan itu sulit, karena orangnya sudah mati. Sehingga kita akan bermain di indikasi-indikasi. Pembuktiannya susah.
Apalagi di pledoi juga tidak ada?
Saya bisa menyusun konstruksi lewat indikasi. Itu bisa. Tetapi apakah benar dengan indikasi, tidak bisa. Kalau berdasarkan indikasi, Jessica sudah dihukum. Indikasinya iya, tetapi ya wong katanya pakai sianida, sianidanya beli di mana? Bagaimana memasukkannya? Ada yang lihat atau tidak saat memasukkannya? Kan sama dengan begitu. Jadi kalau misalkan, ada tidak bintang dua yang bersama Fredi? Ada yang lihat tidak? Perjalanannya dari mana ke mana?
Kembali ke koperasi, pada saat itu hanya ada dua perusahaan yang bekerjasama?
Nah, kalau yang lama aku enggak tahu. Kemudian kan aku stop. Orang-orang Tri Panca kan marah. Kan sudah tidak bisa lagi pakai API-Unya itu. Tidak tahu sudah berapa lama mereka memakai itu. Apakah dalam menggunakan mereka memakai di jalan yang benar atau di jalan yang tidak benar? Aku juga tidak mengerti sebelum aku memperhatikan koperasi itu. Itu kan yang aku lihat ada ketidak benaran di sini.
Maksudnya?
Iya, dia hanya membayar Rp50 juta. Menyewa Rp50 juta sebulan dan tidak tahu digunakan untuk berapa kali mengimpor. Itu yang bikin aku naik darah.
Apakah pemilik Tri Panca pernah terlibat kasus narkoba?
Di situ aku yang tidak bisa mendapat satu kepastian. Siapa sebenarnya orang-orang di belakang Tri Panca ini? Kan nama-nama mereka ada Rudi Botak. Siapa dia, aku kan enggak mengerti. Termasuk apakah dia sudah memberikan kepada siapa.
Setelah kasus ini terkuak, apakah Anda pernah menginvestigasi?
Enggak. Ya sudah aku serahkan saja. Kenapa? Aku menjaga jangan sampai aku masuk. Aku sudah memperkirakan, suatu saat aku yang dituding. Makanya begitu sudah selesai dan Supriadi dihukum berapa tahun saja aku tidak tahu. Dan sebelumnya aku juga tidak pernah mencari tahu keberadaan Supriadi.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti