Menuju konten utama

Acakadul Data Bansos & Ikhtiar Pemerintah Lewat Sistem Regsosek

Setelah berlarut-larut, data penerima bansos yang berantakan mulai dibenahi pemerintah lewat Sistem Data Registrasi Sosial Ekonomi. Kita tunggu hasilnya.

Acakadul Data Bansos & Ikhtiar Pemerintah Lewat Sistem Regsosek
Sejumlah warga penerima manfaat mengantre untuk penyaluran bantuan sosial (Bansos) pangan cadangan beras pemerintah di Kantor Pos Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/2/2024). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/YU

tirto.id - Evaluasi yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menemukan masih terdapat penerima bantuan sosial tidak tepat sasaran. Nilainya terbilang besar, yakni 46 persen mereka yang menerima adalah masyarakat tidak berhak mendapatkan. Bahkan salah satu di antaranya adalah pejabat eselon I di lingkungan Bappenas.

"Eselon I di Bappenas itu bisa menerima bansos, aneh kan. Dan sampai sekarang Kemal (pejabat eselon I) masih terima,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa,dalam acara Kolaborasi Pemanfaatan Sistem Data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, (20/6/2024).

Sengkarut data penerima bansos ini menurut Suharso akibat buruknya sistem pendataan yang dimiliki oleh pemerintah. Temuan Bappenas mengenai salah alamat ini juga sejalan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun lalu di Kementerian Sosial (Kemensos).

BPK menemukan beberapa penerima manfaat bansos Program Keluarga Harapan (PKH) justru memiliki perusahaan yang tercatat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen AHU Kemenkumham).

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Barang dan Belanja Bantuan Sosial tahun 2023 sampai dengan kuartal III di Kemensos, terdapat 815 keluarga penerima manfaat (KPM) bansos PKH yang namanya terindikasi terdaftar di database Ditjen AHU. Nilai bansos tersalurkan ke KPM yang terindikasi memiliki perusahaan sebesar Rp1,19 miliar.

Temuan BPK lainnya yakni sebanyak 17.529 KPM yang telah meninggal dunia menerima bansos PKH sebesar Rp26,5 miliar. Kemudian, 725 KPM PKH terindikasi merupakan tenaga kerja dengan upah di atas UMP/UMK menerima bansos Rp785,6 juta, serta 13.841 KPM PKH dengan anggota keluarga pekerja upah di atas UMP/UMK menerima bansos Rp13,8 miliar

BPK juga melaporkan masih ada penyaluran bansos sembako kepada KPM PKH sebesar Rp113,14 miliar. Temuan itu didapatkan dari hasil analisis data KPM graduasi/non eligible dengan keterangan KPM mampu/berpenghasilan rutin di atas UMR.

Sengkarut data bansos ini sebenarnya bukan barang baru. Penyaluran bansos salah sasaran sempat menjadi pekerjaan rumah pertama Menteri Sosial, Tri Rismaharini, di awal menjabat ketika menggantikan Juliari Batubara yang terjerat kasus korupsi dana bansos Covid-19.

Saat itu, Risma menemukan bansos justru masih diterima oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Bahkan jumlahnya mencapai 31.624 PNS yang aktif terdaftar. Rinciannya sebanyak 28.965 PNS dalam data tersebut masih aktif menjabat, sisanya 2.659 merupakan pensiunan.

Berdasarkan temuan Kemensos, angka tersebut tersebar di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia. PNS yang mendapat bansos diketahui berprofesi sebagai dosen, PNS, hingga tenaga medis. Program bansos yang didapat terdiri dari Bansos Tunai (BST), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Cakupan bansos itu ternyata tidak prioritas untuk masyarakat miskin, 40 persen masyarakat ke bawah. Otomatis banyak PNS atau tidak berhak terima. Banyak kurang pas,” ujar Senior Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, saat dihubungi Tirto, Kamis (20/6/2024).

Penyaluran bantuan pangan non tunai dan PKH

Seorang warga menunjukkan uang bantuan sosial yang diterima di kantor PT Pos Indonesia Cabang Gorontalo, Gorontalo, Selasa (20/2/2024).ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wpa.

Problem Data Bansos

Tauhid mengungkapkan permasalahan sengkarut data bansos ini terjadi lantaran ada problem dalam exclusion error dan inclusion error yang belum terpecahkan sejak 2015 lalu. Pemerintah masih menggunakan data lama dan pembaruan tidak dilakukan secara benar.

“Kemudian yang tidak berhak itu tidak dikeluarkan dari daftar [penerima bansos],” ujar dia.

Problem lainnya, kata Tauhid, selama ini tidak ada sinkronisasi data dilakukan oleh pemerintah. Karena yang terjadi di lapangan misalnya Kemensos, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menggunakan data masing-masing.

“Karena merasa mereka yang yakin dengan data itu. Satu data itu diimplementasikan di lapangan tidak?” imbuhnya.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, melihat bahwa penyaluran bansos saat ini memang tengah bermasalah. Karena faktanya di lapangan orang yang seharusnya dapat, malah tidak dapat bansos. Namun sebaliknya orang yang seharusnya tidak dapat malah dapat.

“Keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal,” ujar Huda kepada Tirto, Kamis.

Maka itu, kata Huda, yang paling utama dan perlu dilakukan oleh pemerintah adalah harus memperbaiki data. Karena semangat atau tujuan dari pemberian bantuan sosial yakni salah satu dari tiga strategi utama pengentasan kemiskinan.

Bantuan sosial, kata Huda, diarahkan untuk dua hal. Pertama, penguatan daya beli masyarakat miskin agar kenaikan kebutuhan tidak menyebabkan orang semakin miskin. Kedua, stimulus masyarakat untuk tetap konsumsi dan berproduksi, terutama untuk pembentukan PDB yang 50 persennya adalah konsumsi rumah tangga.

“Jadi orang miskin apabila diberi bansos tujuannya mereka bisa membeli barang kebutuhan seperti bahan pangan dan sembako. Poin pertama adalah fungsi utama bansos terkait masyarakat miskin,” jelas dia.

Huda tidak menampik bahwa bansos untuk menjaga daya beli masyarakat bisa dikatakan sudah sesuai jalur meskipun masih banyak PR-nya. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih positif walaupun tidak secepat konsumsi masyarakat menengah ke atas.

Namun bagi pemberdayaan ekonomi, PR-nya masih terlalu banyak hingga saat ini belum memberikan efek yang signifikan. Masih banyak masyarakat miskin yang belum keluar dari garis kemiskinan. Pelaku usaha pun masih belum banyak yang naik kelas.

“Maka, data Registrasi Sosial Ekonomi BPS harusnya bisa digunakan untuk melihat data orang miskin by name by address,” ujarnya.

Pemerintah memperpanjang bantuan pangan beras

Pekerja mengangkut sekarung beras di Pasar Baru, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (7/9/2023). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.

Ikhiar Pemerintah

Sebagai bentuk ikhtiar untuk mengatasi kesalahan data penerima bansos, pemerintah resmi meluncurkan sistem data Sistem Data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

Lewat Regsosek, pemerintah berharap basis data penerima manfaat sosial bisa lebih tepat sasaran, sehingga alokasi dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi efektif.

"Mudah-mudahan sekali lagi dengan adanya Regsosek ini bisa tepat [sasaran]," ujar Suharso.

Regsosek diharapkan memudahkan mengidentifikasi para penerima manfaat atau keluarga penerima manfaat (KPM). Secara khusus, data Regsosek dapat menganalisis kondisi rumah serta anggota rumah tangga sehingga memudahkan untuk memastikan jenis-jenis bantuan yang akan diberikan kepada KPM.

"Dengan demikian setiap intervensi akan berdampak yang optimal, maksimal bagi masyarakat, baik secara individual dan kemudian bagi lingkungan kesejahteraan," ungkapnya.

Pemadanan melalui data Regsosek juga mendorong angka kemiskinan ekstrem dan kemiskinan pada umumnya bisa teratasi karena adanya ketepatan data yang diperoleh.

Lebih lanjut, Suharso berharap dengan penggunaan data yang dipadankan melalui Regsosek, maka jumlah penerima bansos yang salah sasaran bisa ditekan hingga 30 persen sehingga dapat tersampaikan ke KPM yang membutuhkan.

“Dapat dibayangkan data itu akan memastikan orang yang tepat untuk mendapatkan bansos dan juga menghemat dana dari pemerintah,” ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa sistem Regsosek merupakan langkah penting untuk menciptakan basis data komprehensif terkait kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

"Dengan Regsosek kita dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang tingkat kesejahteraan, kondisi rumah tangga, dan berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya," ungkap Airlangga secara daring.

Data Regsosek nantinya diharapkan dapat menjadi piranti untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di seluruh wilayah, serta mendorong masyarakat lebih cepat mencapai kelas menengah dengan penghasilan relatif lebih tinggi.

Baca juga artikel terkait BANSOS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi