Menuju konten utama

3 Draft APBD DKI dan 4 Hal Penting yang Layak Diperhatikan

RAPBD ini dibagi menjadi tiga tahap mulai dari RKPD Finalisasi Sinkronisasi, KUA-PPAS Penyempurnaan, dan KUA-PPAS Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD.

3 Draft APBD DKI dan 4 Hal Penting yang Layak Diperhatikan
Anies Baswedan didampingi Sandiaga Uno memberikan dokumen visi dan misi kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi (kiri) saat Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (15/11/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini sedang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2018 dengan DPRD DKI Jakarta. RAPBD ini dibagi menjadi tiga tahap mulai dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Finalisasi Sinkronisasi, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) penyempurnaan, dan KUA-PPAS Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD. Dalam ketiga rancangan ini, ada kenaikan untuk besaran anggaran 2018.

Dalam RKPD Finalisasi Sinkronisasi 2018, anggaran kegiatan dianggarkan sebesar Rp35,86 triliun, anggaran non-kegiatan sebesar Rp29,81 triliun, dan anggaran pembiayaan pengeluaran Rp9,07 triliun. Total APBD sendiri sebesar Rp68,57 triliun.

Jika dilihat lebih jauh, porsi anggaran terbesar digelontorkan buat belanja pegawai yang mencapai Rp20,22 triliun atau sekitar 67,81 persen dari total anggaran non-kegiatan. Berikutnya barulah anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp19,17 triliun atau sekitar 53,44 persen dari total anggaran kegiatan.

Kemudian anggaran belanja modal sebesar Rp13,62 triliun atau sekitar 37,98 persen dari total anggaran kegiatan, dan terakhir anggaran penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sebesar Rp9,03 triliun atau sekitar 99,6 persen dari total anggaran pengeluaran pembiayaan.

Sementara pada KUA-PPAS Penyempurnaan 2018, ada sejumlah perubahan. Total APBD DKI Jakarta sebesar Rp74,07 triliun. Sedangkan untuk anggaran, nilainya menjadi Rp35,8 triliun untuk kegiatan, Rp30,1 triliun untuk non-kegiatan, dan Rp8 triliun untuk pembiayaan pengeluaran.

Porsi anggaran tersebar digelontorkan buat belanja pegawai yang mencapai Rp20,22 triliun atau sekitar 66,96 persen dari total anggaran non-kegiatan, disusul anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp19,09 triliun atau sekitar 53,23 persen dari total anggaran kegiatan.

Anggaran belanja modal sebesar Rp13,71 triliun atau sekitar 38,22 persen dari total anggaran kegiatan, dan terakhir anggaran penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sebesar Rp7,97 triliun atau sekitar 99,58 persen dari total anggaran pengeluaran pembiayaan.

Perubahan juga terjadi dalam KUA-PPAS Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD. Nilai total APBD 2018 dipatok sebesar Rp77,1 triliun. Sedangkan, nilai anggaran kegiatan sebesar Rp40,4 triliun, anggaran non-kegiatan sebesar Rp30,7 triliun, dan anggaran pembiayaan pengeluaran Rp5,9 triliun.

Sama dengan dua rancangan sebelumnya, porsi anggaran terbesar tetap digelontorkan buat belanja pegawai yang dipatok Rp20,13 triliun atau sekitar 65,44 persen dari total anggaran non-kegiatan, disusul anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp20,60 triliun atau sekitar 50,97 persen dari total anggaran kegiatan.

Kemudian anggaran belanja modal sebesar Rp16,74 triliun atau sekitar 41,43 persen dari total anggaran kegiatan, dan terakhir anggaran penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sebesar Rp5,91 triliun atau sekitar 99,43 persen dari total anggaran pengeluaran pembiayaan.

Dana Bansos, Hibah dan Anggaran Tak Terduga dalam RAPBD

Ada yang perlu diperhatikan lebih detail dalam rancangan ini. Pertama, pos anggaran yang mengalami kenaikan lebih besar dari pos lainnya ialah anggaran kegiatan. Anggaran ini meliputi belanja barang dan jasa, belanja pegawai, dan belanja modal. Anggaran kegiatan naik dari Rp35,86 triliun menjadi Rp40,41 triliun.

Kedua, anggaran Belanja Bantuan Sosial (bansos) dan Belanja Hibah juga mengalami kenaikan. Anggatan bansos naik dari Rp3,518 triliun dalam RKPD Finalisasi Sinkronisasi menjadi Rp4,08 triliun dalam Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD. Ada pun anggaran hibah merangkak dari Rp1,61 triliun dalam RKPD Finalisasi Sinkronisasi menjadi Rp1,76 triliun dalam Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD.

Ketiga, muncul anggaran Belanja Tak Terduga sebesar Rp258 miliar dari anggaran non-kegiatan dalam KUA-PPAS Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD. Pos anggaran Belanja Tak Terduga ini sebelumnya tidak dianggarkan dalam RKPD Finaliasasi Sinkronisasi. Kemudian baru dianggarkan Rp379 miliar atau sekitar 1,26 persen dari anggaran non-kegiatan dalam KUA-PPAS penyempurnaan.

Keempat, ada penurunan anggaran pada anggaran Penyertaan Modal (Investasi) Pemda dari Rp9,04 triliun dalam RKPD Finaliasasi Sinkronisasi menjadi Rp5,91 triliun dalam Input Hasil Pembahasan Banggar DPRD.

Terkait soal empat hal yang perlu diperhatikan ini, Yeni Sucipto, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, memberi catatan. Kepada Redaksi Tirto, Yeni menerangkan, DPRD dan Pemda DKI seharusnya mengkaji secara akademik soal rencana penurunan anggaran penyertaan modal ini.

Ia menilai, langkah ini perlu dilakukan guna melihat apakah BUMD yang selama ini disuntik APBD perform atau tidak. “Apakah dikurangi karena BUMD tidak pernah beri kontribusi pada pemda dan rakyat, atau bagaimana? Ini perlu dilihat,” kata Yeni, Kamis (23/11).

Kajian ini, kata Yeni, juga untuk menangkal tudingan politis buat Anies-Sandi. Jangan sampai, kata dia, penurunan dilakukan karena ada dugaan pemimpin BUMD dekat dengan pemimpin lama DKI Jakarta.

“Karena kalau bicara soal perencanaan dan penyusunan anggaran itu, bicaranya teknis administrasi, efisiensi dan efektifitas,” imbuh Yeni.

Sementara soal belanja tak terduga, dana bansos, dan dana hibah, Yeni meminta DPRD dan pemda berhati-hati. Ketiga dana ini, disebut Yeni, erat kaitannya dengan akuntabilitas dan transparansi yang rendah. Ini bukan tanpa dasar. Yeni bilang, banyak kasus korupsi di sejumlah daerah terjadi lantaran penyelewengan ketiga dana tersebut.

Selain rawan potensi penyelewenagan, Yeni menyebut, alokasi anggaran ketiga dana tersebut juga dinilai melenceng dari input berbasis kinerja. Padahal, APBD dirancang berdasarkan kebutuhan organisasi perangkat daerah (OPD)--yang dahulu disebut satuan kerja perangkat daerah (SKPD)—yang sesuai dengan rencana strategis. Sehingga, anggaran bansos dan hibah mesti diperkecil.

“Kalau bansos dan hibah tak punya perencanaan. Dia sifatnya fleksibel,” kata Yeni menegaskan.

Baca juga artikel terkait RAPBD JAKARTA 2018 atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih