Menuju konten utama

Keganjilan Dana Tim Gubernur DKI Era Anies yang Bengkak Rp28 Miliar

Rancangan Anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak wajar dan tak sesuai aturan.

Keganjilan Dana Tim Gubernur DKI Era Anies yang Bengkak Rp28 Miliar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima pengaduan warga, di Balai Kota, Jakarta, Jumat (20/10/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2018 menuai kritik. Salah satu bagian RAPBD yang menjadi sorotan adalah soal bengkaknya anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di era Gubernur Anies Baswedan.

Pada hasil pembahasan Badan Anggaran (Banggar) DPRD 2018 yang unggah di apbd.jakarta.go.id, total anggaran untuk TGUPP mencapai Rp28,5 miliar. Jumlahnya naik lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan dengan usulan RAPBD awal yang masuk ke DPRD berkisar Rp2,3 miliar. Rancangan alokasi anggaran TGUPP ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran TGUPP 2017 yang hanya Rp899 juta.

Perbedaan alokasi pagu anggaran yang sangat mencolok ini karena adanya perbedaan jumlah orang dalam tim tersebut. Pada usulan RAPBD awal, TGUPP hanya berjumlah tujuh orang, mencakup ketua merangkap anggota dan enam anggota. Jumlah ini kemudian berubah menjadi 60 anggota dengan 14 ketua tim dalam RAPBD yang sudah dibahas Banggar.

Sedangkan untuk besaran honorarium masih sama yakni Rp27,9 juta per bulan untuk ketua dan Rp24,9 untuk anggota. Honorarium itu diberikan selama 13 bulan untuk masing-masing orang dalam tim.

Penambahan anggaran juga disebabkan bertambahnya jumlah narasumber dan narasumber profesional. Pada rancangan awal, jumlah narasumber hanya dua orang dari pejabat eselon II dengan honorarium Rp1 juta dikalikan 12 bulan, dan narasumber profesional berjumlah dua orang dengan honor sebesar Rp1,4 juta yang dibayarkan sebanyak enam kali untuk masing-masing narasumber profesional.

Sementara itu, pada RAPBD yang dibahas Banggar muncul tiga nomenklatur, dengan dua nomenklatur sama tapi memiliki anggaran yang berbeda. Nomenklatur pertama narasumber dengan honorarium Rp1 juta dan dibayarkan dengan koefisien 2 orang x 1 kali x 12 bulan x 5 bidang sehingga totalnya Rp120 juta. Namun, tidak ada penjelasan mengapa dibayarkan 12 bulan dan 5 bidang. Sedangkan narasumber akan diambil dari eselon II.

Nomenklatur kedua dan ketiga sama-sama-sama berjudul narasumber profesional, bedanya pada besaran biaya. Narasumber profesional pertama sebanyak dua orang dengan honor Rp1,4 juta x 4 kali x 5 bidang totalnya Rp56 juta. Sedangkan narasumber profesional kedua sebanyak lima orang dengan honor Rp1,4 juta dikalikan 20 hari x 12 bulan, total anggarannya Rp1,68 miliar. Sama dengan nomenklatur pertama, tidak ada penjelasan mengapa honor dibayarkan per hari selama 20 hari, dan masih dibayarkan per bulan selama 12 bulan.

Selain anggaran untuk honor, ada pula anggaran lainnya untuk operasional kendaraan dinas, perpanjangan pajak kendaraan, pembelian kertas, sewa mesin fotokopi, belanja makanan, dan minuman, serta pembelian mesin absensi.

Tidak Sesuai Aturan

Semua rancangan anggaran itu didasarkan pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 183 Tahun 2015 tentang TGUPP. Padahal Pergub itu sudah tidak lagi berlaku sejak munculnya Pergub Nomor 411 Tahun 2016 tentang TGUPP. Perbedaan yang mencolok dari dua Pergub ini adalah jumlah anggota dalam tim. Pada Pergub Nomor 183 Tahun 2015 jumlah anggota tim dibatasi paling banyak sembilan orang, sedangkan dalam Pergub Nomor 411 Tahun 2016 jumlah anggota dibatasi paling banyak 15 orang.

Artinya bila mengacu pada Pergub Nomor 411 Tahun 2016, jumlah anggota tim masuk dalam nomenklatur di RAPBD DKI 2018 sudah tidak sesuai dengan aturan. Ini karena tim yang dibentuk Anies berjumlah 74 orang, dengan rincian 60 anggota dan 14 ketua tim.

Jika dibandingkan dengan Gubernur sebelumnya, tim TGUPP di era kepemimpinan Anies merupakan yang paling banyak. Semasa Joko Widodo (Jokowi) menjabat Gubernur DKI, TGUPP hanya berjumlah tujuh orang. Sedangkan saat Ahok memimpin, TGUPP hanya berjumlah sembilan orang sesuai dengan Pergub 183 tahun 2015.

Pada 2017 saat Plt Gubernur dipegang Sumarsono, jumlah tim bertambah menjadi 15 orang, sesuai dengan Pergub nomor 411 tahun 2016, dan saat Djarot menjadi gubernur jumlah anggota tim dikurangi menjadi 13 orang.

Terkait tugas TGUPP, Pergub nomor 411 tahun 2016 menyebutkan, TGUPP bertugas membantu gubernur dan Wakil gubernur DKI Jakarta dengan tujuh rincian tugas. Pertama, tim melaksanakan tugas yang diberikan Gubernur, Wakil gubernur dan sekretaris daerah. Kedua, melaksanakan pendampingan untuk program prioritas gubernur yang dilaksanakan SKPD/UKPD. Ketiga, melaksanakan pemantauan proses perencanaan dan penganggaran program prioritas gubernur oleh SPKD/UKPD.

Keempat, melaksanakan pemantauan pelayanan perizinan dan non-perizinan yang mempunyai nilai strategis diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta. Kelima, melaksanakan pemantauan pengadaan barang/jasa yang diselenggarakan oleh Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Provinsi DKI Jakarta. Keenam, melaksanakan pembinaan dan pemantauan kepada tim wali kota/bupati Untuk Percepatan Pembangunan (TWUPP). Tugas terakhir melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada gubernur, wakil gubernur dan sekretaris daerah.

Dari tugas-tugas itu sebagian besar berfokus pada pelaksanaan program prioritas gubernur. Pada 2018, Gubernur Anies menetapkan tiga program prioritas, yakni membuka lapangan pekerjaan, pendidikan berkualitas, dan biaya hidup terjangkau. Tiga program prioritas ini yang akan dipastikan keberlangsungannya oleh 74 orang anggota dan ketua tim TGUPP yang dibentuk Anies.

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Mufti Sholih