Menuju konten utama

Anies-Sandi Dikritisi Soal Gagasan Inovasi Trotoar

Menurut peneliti Institut Studi Transportasi Dedy Herlambang, inovasi Anies-Sandi terkait trotoar dapat menggangu kenyamanan pejalan kaki.

Anies-Sandi Dikritisi Soal Gagasan Inovasi Trotoar
Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar di sekitar kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (25/10/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Dedy Herlambang mengkritisi pandangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, terkait gagasan inovasi fungsi trotoar dan keberadaan pejalan kaki.

Herlambang menyampaikan pendapat yang berlawanan dengan yang diungkapkan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Anies-Sandi, terkait mengakomodasi volume sepeda motor di trotoar. Hal tersebut ia sampaikan di kantor Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada Selasa (14/11/2017).

Ia mengungkapkan, trotoar yang berfungsi melayani pejalan kaki ini hanya dapat berbagi perlintasan dengan pesepeda dan angkutan gerobak. “Apabila trotoar digunakan bercampur dengan kendaraan bermotor, maka kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pejalan kaki akan terganggu,” ucapnya.

Sebelumnya, Pemprov DKI berencana untuk membongkar desain trotoar Sudirman-Thamrin dan mencabut peraturan pelarangan sepeda motor melintas di wilayah tersebut.

Pemprov DKI juga berencana memberikan ruang trotoar kepada pelaku pertunjukan kesenian jalanan dan pedagang kaki lima (PKL).

Herlambang berharap pemerintah provinsi DKI Jakarta meninjau kembali wacananya, agar dapat memihak pengembangan angkutan umum massal, pejalan kaki, pesepeda, dan keberpihakan pada kaum disabilitas.

Ia mengatakan hal tersebut penting untuk diperhatikan mengingat Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No.1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Peraturan tersebut berisi target penggunaan angkutan umum untuk perjalanan di Jakarta pada 2030 mencapai 60 persen, tapi realisasinya saat ini baru 16 persen.

Untuk mencapai target tersebut tentu perlu ada kebijakan yang konsisten untuk mendorong peningkatan penggunaan angkutan umum dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” ujar Herlambang.

Menekankan pernyataan Herlambang, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin mengungkapkan dalam regulasi sudah sangat jelas bahwa jalan raya itu diadakan baik untuk kendaraan bermotor, green belt atau jalur pemisah hijau, dan jalur kendaraan tidak bermotor. Itu tertuang dalam UU No.38/2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No.34/2006 tentang Jalan.

Disebutkan siapa pun melanggar fungsi jalan kategorinya pidana dan didenda sampai bisa Rp1,5 miliar. Jadi, ancamannya kuat,” kata Safrudin.

Kemudian, menyikapi pula soal wacana Anies-Sandi terkait pemanfaatan trotoar untuk pertunjukkan seni, ditegaskan Safrudin, tentu itu merupakan contoh disfungsi trotoar yang minimal lebar idealnya 1,2 meter persegi. Untuk menampilkan kesenian dikatakannya harus menggunakan area khusus di luar keberadaan trotoar.

Menurut data, dari total 6.690 kilometer (km) ruang jalan di DKI Jakarta, hanya 420 km yang memiliki trotoar yang aman, nyaman, teduh, tidak licin, tidak diserobot untuk kepentingan lain.

Pembangunan trotoar di Jakarta baru ada 7 persen, itu pun ada okupasi 80 persen oleh PKL, lahan parkir, pot bunga, pos-pos penjagaan, tiang listrik, dan sebagainya.

Jadi 80 persen dari 7 persen, ya 5,6 persen itu diokupasi. Jadi buruk kan, orang lewat jadi susah. Ekstrimnya ya kasus Tanah Abang itu, kalau sehari-hari kalau kita enggak tabrakan sama sepeda motor, dengan PKL, dan restor yang masang-masang kursi di trotoar,” ujar Safrudin.

Kemudian, dia menyoroti masalah desain trotoar. Menurutnya, trotoar yang ada saat ini kurang berkualitas, tidak merepresentasikan keterlibatan tenaga ahli. Perencanaan yang bagus, Bina Marga melibatkan ahli perencanaan kota, arsitek perkotaan untuk melakukan penjajakan.

Sebelum dibangun dan dibuat desainnya, kedua pihak ini akan melihat suasana dan menghitung volume rata-rata yang melintas tiap harinya. Suara masyarakat yang melintas pun akan dilibatkan, seperti pembangunan yang dilakukan di trotoar Palmerah.

Sampai kaya gitu. Baru dibuat desainnya. Setelah itu baru ditenderkan. Jadi peserta tender, mengikuti desain yang dibuat tadi, enggak kaya sekarang kesannya dibuat-buat atas kepentingan sendiri oleh kontraktor,” ucapnya.

Dengan keberadaan trotoar yang tidak ramah untuk pejalan kaki ditambah transportasi umum beserta fasilitasnya kurang memenuhi kebutuhan masyarakat, tentu minat masyakat akan tetap memilih kendaraan pribadi baik mobil atau motor, alhasil masalah kemacetan lalu lintas pun tidak akan terselesaikan.

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo