tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengeluarkan kebijakan tarif impor baru yang dikenal sebagai Tarif Trump pada Rabu (2/4/2025). Kebijakan Trump mengenakan tarif minimum sebesar 10% pada berbagai barang impor, serta mulai diberlakukan ke semua negara sejak Sabtu (5/4/2025).
Selain itu, Washington juga memberlakukan tarif timbal balik (resiprokal) yang lebih tinggi pada negara-negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan AS per-Rabu (9/4/2025). Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena tarif resiprokal.
Berdasarkan dokumen White House ketika awal Tarif Trump diumumkan, Indonesia dikenai biaya impor sebesar 32%. Negara Asia Tenggara (ASEAN) yang mendapatkan tarif impor besar dari AS, di antaranya Malaysia (24%), Filipina (17%), Brunei (24%), serta beberapa negara lain.
Apakah Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan tarif impor dari AS tertinggi? Sebelum itu, simak pengertian Tarif Trump dan dasar kebijakannya.
Apa Itu Tarif Impor Trump & Kenapa Diberlakukan?
Kebijakan Trump termuat dalam Deklarasi Keadaan Darurat Nasional untuk Meningkatkan Keunggulan Kompetitif, Melindungi Kedaulatan, serta Memperkuat Keamanan Nasional dan Ekonomi AS.
Trump mendasari kebijakannya tersebut dengan Undang-udang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional 1977 atau Emergency Economic Powers Act of 1977 (IEEPA). Hal itu dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat nasional yang disebabkan oleh defisit perdagangan yang besar dan terus-menerus.
Washington menilai, defisit terus-menerus tersebut disebabkan oleh tidak adanya timbal balik dalam hubungan perdagangan, serta kebijakan negara lain yang dianggap merugikan seperti: manipulasi mata uang dan pajak pertambahan nilai (PPN) tinggi.
Trump berkeinginan untuk melindungi industri dalam negeri AS. Menurut Trump, kebijakan itu dapat memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan, mendorong produksi domestik di AS, serta menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Kebijakan Washington berdampak memberikan 'paksaan' ke negara-negara lain untuk mengubah kebijakan perdagangan mereka, atau memberikan lebih banyak konsesi dalam perjanjian perdagangan dengan AS.
"Tarif ini akan tetap berlaku sampai Presiden Trump menentukan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh defisit perdagangan dan perlakuan nontimbal balik yang mendasarinya telah terpenuhi, diselesaikan, atau dikurangi," tulis rilis White House, pada Rabu (2/4/2025).
Bagi negara-negara yang terkena dampak tarif impor AS, kebijakan tersebut berpotensi berdampak signifikan. Barang-barang yang sebelumnya dijual ke AS dengan rendah, kini akan dikenakan bea masuk yang lebih tinggi.
Daftar 10 Negara yang Terkena Tarif Impor Trump Tertinggi
Indonesia menjadi salah satu negara yang dikenakan Tarif Trump dengan lebih dari 10 persen. Sebab, Indonesia termasuk negara yang terkena Tarif Resiprokal Trump yang berlaku mulai 9 April 2025. Negara-negara yang dikenai Resiprokal Trump ialah mereka yang dianggap memiliki defisit perdagangan terbesar dengan Amerika Serikat.
Indonesia dikenai tarif yang besar, yakni 32%. Kendati begitu, masih ada beberapa negara lagi yang dikenai tarif impor lebih besar. Untuk kawasan ASEAN masih ada Kamboja dan Vietnam, yang memiliki Tarif Trump lebih besar dari Indonesia.
Berikut ini daftar 10 negara dengan Tarif Trump terbesar:
- Lesotho 50%
- Kamboja 49%
- Laos 48%
- Madagaskar 47%
- Vietnam 46%
- Myanmar 44%
- Sri Lanka 44%
- Kep. Falkland 41%
- Suriah 41%
- Mauritius 40%
Daftar 57 Negara Tarif Impor Trump Tertinggi
Berikut ini urutan Tarif Trump resiprokal di atas 10 persen dari urutan pertama sampai terbawah:
- Lesotho 50%
- Kamboja 49%
- Laos 48%
- Madagaskar 47%
- Vietnam 46%
- Myanmar 44%
- Sri Lanka 44%
- Kep. Falkland 41%
- Suriah 41%
- Mauritius 40%
- Irak 39%
- Guyana 38%
- Bangladesh 37%
- Botswana 37%
- Liechtenstein 37%
- Serbia 37%
- Thailand 36%
- Bosnia & Herzegovina 35%
- China 34%
- Makedonia Utara 33%
- Angola 32%
- Fiji 32%
- Indonesia 32%
- Taiwan 32%
- Libya 31%
- Moldova 31%
- Swiss 31%
- Algeria 30%
- Nauru 30%
- Afrika Selatan 30%
- Pakistan 29%
- Tunisia 28%
- Kazakhstan 27%
- India 26%
- Korea Selatan 25%
- Brunei 24%
- Jepang 24%
- Malaysia 24%
- Vanuatu 22%
- Pantai Gading 21%
- Namibia 21%
- Uni Eropa 20%
- Yordania 20%
- Nikaragua 18%
- Zimbabwe 18%
- Israel 17%
- Malawi 17%
- Filipina 17%
- Zambia 17%
- Mozambik 16%
- Norwegia 15%
- Venezuela 15%
- Nigeria 14%
- Chad 13%
- Equatorial Guinea 13%
- Kamerin 11%
- Rep. Demokratik Congo 11%
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Dicky Setyawan & Yulaika Ramadhani