tirto.id - Krisis kemanusiaan yang terjadi pada Rohingya di Myanmar menjadi sorotan internasional. Kondisi ini menyebabkan ribuan orang Rohingya mencari perlindungan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Para pengungsi Rohingya di negara lain tentu memerlukan pembiayaan untuk hidup. Belakangan muncul pernyataan bahwa biaya pengungsi Rohingnya di Indonesia ditanggung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lantas, benarkah biaya hidup pengungsi Rohingnya di Indonesia ditanggung oleh PBB? Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, biaya para pengungsi Rohingya di Indonesia memang ditanggung oleh PBB.
Melalui sebuah acara podcast Youtube, Mahfud MD menyatakan bahwa selama ini Pemerintah RI tidak menanggung biaya makan para pengungsi Rohingnya meskipun mereka tinggal di Indonesia.
“Saya ingin sampaikan ke masyarakat bahwa biaya untuk mereka (pengungsi Rohingya) makan itu ditanggung oleh PBB, bukan kita (Pemerintah Indonesia) yang menyediakan," katanya seperti yang dikutip dari Youtube Denny Sumargo, edisi Selasa, 8 Januari 2024.
Tak hanya itu, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 ini juga menegaskan bahwa biaya Rohingnya juga tidak masuk APBN dan APBD. Ia mengatakan bahwa Indonesia bisa mengajukan klaim penggantian biaya yang keluar untuk pengungsi Rohingya ke PBB.
"Kita di APBN enggak ada, di APBD juga enggak ada. Itu PBB yang menyediakan, tinggal klaim saja,” lanjut dia.
Pernyataan Mahfud ini lantas menjadi viral di media sosial. Banyak warganet yang beranggapan bahwa jika pernyataan Mahfud benar, maka pendapat bahwa kedatangan pengungsi Rohingya membebani keuangan negara tidak benar.
Dugaan soal Rohingya dibiayai penuh oleh Pemerintah Indonesia faktanya sempat menimbulkan kecemburuan sosial. Anggapan ini memunculkan narasi yang menyebut bahwa membantu Rohingya dapat menghambat pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan rakyat miskin dalam negeri.
Benarkah Biaya Pengungsi Rohingya di Indonesia Ditanggung PBB?
Pemerintah Indonesia mengadopsi pendekatan kemanusiaan berkaitan dengan pengungsi luar negeri, termasuk pengungsi Rohingya. Artinya pemerintah menampung sementara para pengungsi luar negeri atas dasar kemanusiaan, meskipun tidak punya kewajiban untuk membiayai para pengungsi.
Pendekatan tersebut dilakukan oleh pemerintah, sebab Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi 1951) dan Protocol Relating to the Status of Refugees (Protokol 1967).
Mengutip Sekretariat Kabinet (Setkab) penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia melibatkan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan dua organisasi internasional yang berelasi dengan PBB. Dua organisasi yang dimaksud adalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), serta International Organization for Migration (IOM).
Kerja sama antara Indonesia, UNHCR, dan IOM meliputi proses penanganan, perlindungan, pemenuhan hak, dan penetapan status para pengungsi di dalam negeri. Namun, proses pembiayaan dan pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi bukan jadi kewajiban Indonesia.
Pembiayaan, pengadaan fasilitas, dan pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi adalah kewajiban dari UNHCR dan IOM. Hal tersebut telah selaras dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri.
Pasal 2 menjelaskan bahwa penanganan pengungsi dilakukan berdasarkan kerja sama antara pemerintah pusat dengan PBB melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia dan/atau organisasi internasional yang memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat.
Selanjutnya, dalam Pasal 26 telah merinci terkait kebutuhan dasar pengungsi luar negeri mencakup penyediaan air bersih; pemenuhan kebutuhan makan, minum, dan pakaian; pelayanan kesehatan dan kebersihan; fasilitas ibadah.
Kesimpulannya, meskipun Pemerintah Indonesia memberikan tempat penampungan sementara, pembiayaan dan dukungan operasional utama diperoleh dari berbagai pihak.
Pihak-pihak yang menyalurkan pembiayaan adalah negara-negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Negara-negara tersebut adalah negara donor seperti Australia, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan lainnya.
Pendekatan kemanusiaan dan kerja sama internasional, melalui UNHCR dan IOM, menjadi landasan utama dalam pembiayaan dan penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengungsi mendapatkan perlindungan dan bantuan yang diperlukan selama di Indonesia.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy