Menuju konten utama

Yusuf Supendi dan Kejutan di Hari Terakhir Pendaftaran Caleg 2019

Kericuhan tak hanya menjadi satu-satunya berita dari PDIP. Partai besutan Megawati ini punya kabar mengejutkan dari calon legislatif yang mereka usung.

Yusuf Supendi dan Kejutan di Hari Terakhir Pendaftaran Caleg 2019
Komisi Pemilihan Umum (KPU). FOTO/Istimewa

tirto.id - Sejumlah peristiwa mewarnai hari terakhir pendaftaran calon legislatif, Selasa (17/7/2018). Lika-liku pendaftaran calon wakil rakyat ini selain dihebohkan insiden kisruh antara simpatisan PDI Perjuangan dan Perindo di Kantor KPU, nama Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kini sudah tak masuk dalam daftar calon anggota DPR 2019-2024.

Jauh hari sebelum hari pendaftaran ini, KPU sudah mengingatkan jurnalis bahwa pendaftaran caleg bakal berlangsung dari pagi hingga malam. KPU memberi jadwal tiap partai peserta pemilu mendaftarkan calon legislatifnya setiap jam dimulai pukul 08.00 hingga 21.00.

Jadwal yang diberikan KPU ini tak semuanya ditaati parpol peserta pemilu. Ambil contoh Partai Gerindra yang seharusnya datang pukul 09.00 WIB dan Partai Demokrat yang seharusnya datang pukul 10.00 WIB. Hingga pukul 14.20 WIB, kedua partai yang dipimpin purnawirawan Jenderal itu belum juga hadir.

Masalah ketidakpatuhan terhadap jadwal ini yang jadi pemicu kisruh PDI Perjuangan dengan Perindo. Pada jadwal yang ditetapkan KPU, PDIP direncanakan datang pukul 13.30, sedangkan Partai Perindo dijadwalkan pada pukul 13.00.

Akan tetapi, ratusan simpatisan partai berlambang banteng moncong putih itu sudah tiba di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, sedari pukul 13.00. Sebagian simpatisan bisa masuk ke area kantor KPU, sedangkan sebagian lain tertahan di luar.

Awalnya, kader dan simpatisan yang berada di luar pagar ini bersikap tenang meski harus terpapar teriknya matahari. Ketenangan itu berubah sekitar 15 menit kemudian. Pemicunya, mobil Jeep Hummer putih bernomor polisi B 10 MNC yang ditunggangi Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo tiba-tiba dipersilakan masuk ke area Kantor KPU dan membuat ratusan kader PDIP di depan gerbang harus menyingkir sejenak.

Peristiwa ini sontak membuat Adian Napitupulu, Masinton Pasaribu dan massa PDIP lainnya, tiba-tiba naik pitam. “Ini enggak adil,” kata mereka bergantian. Dalih tak adil ini karena mereka merasa datang lebih dulu ke KPU. “Harusnya semua partai setara di depan KPU,” kata Adian dan Masinton lagi saling menimpali.

Kericuhan pecah dengan disertai aksi dorong pagar. Hary Tanoesoedibjo lantas turun dari mobil dan berjalan masuk ke Kantor KPU dengan disertai teriakan massa PDIP. Hary tampak tersenyum, tapi senyuman itu justru bikin massa PDIP makin geram.

Massa PDIP menuntut jawaban dan memaksa masuk. Sementara kader dan simpatisan Perindo tak membalas karena memang kalah jumlah. Selusin satpam yang berjaga setengah mati mencegah massa PDIP untuk menyelinap masuk. Saling dorong satpam dan kader PDIP pun tak terhindarkan.

Beruntung tak ada korban luka akibat peristiwa tersebut. Massa PDIP kemudian melunak tak lama setelah sebagian besar kader Perindo masuk dan HT melakukan konferensi pers.

Usai kericuhan itu, Komisioner KPU Suryadi menyebut Perindo memang dijadwal masuk KPU lebih dulu. Selain sesuai jadwal, Perindo juga sudah registrasi terlebih dahulu. “Meski Perindo baru datang ke KPU pukul 13.15,” katanya di lokasi.

Jubir Presiden dan Pendiri PK Nyaleg di PDIP

Kericuhan tak hanya menjadi satu-satunya berita dari PDIP. Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini punya kabar mengejutkan dari calon legislatif yang mereka usung. PDIP menyodorkan nama Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo dan pendiri Partai Keadilan, Yusuf Supendi sebagai caleg baru mereka.

Dalam keterangan kepada Tirto, Johan mengaku dirinya harus berpikir selama enam bulan sejak pertama kali ditawari menjadi calon legislatif untuk Dapil VII Jawa Timur. Keputusan akhirnya diambil Johan setelah berkomunikasi dengan keluarga dan mempertimbangkan kinerjanya saat ini.

“Saya akan lebih bisa berkiprah dan berbuat lebih banyak buat negara jika menjadi anggota DPR,” kata mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK ini.

Ia juga menganggap, PDIP adalah partai yang cocok karena lebih banyak menyentuh dan bicara dengan rakyat kecil. Alasan ini dirasa menurut Johan cocok dengan pandangan dirinya sendiri.

“Selain itu, konsep PDIP tentang negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila serta paham nasionalis religius yang diusung PDIP sesuai dengan prinsip saya dalam bernegara,” tuturnya lagi.

Sementara itu, Yusuf Supendi yang pernah mendirikan Partai Keadilan (cikal bakal PKS) juga ikut mendaftar menjadi caleg PDIP di Dapil V Jawa Barat. Lelaki yang juga pernah berlabuh di Partai Hanura ini mengatakan pilihan dirinya mencalonkan diri lewat PDIP sebagai ijtihad politik untuk masa depan bangsa dan negara Indonesia yang lebih baik.

“Tak akan ada yang berbeda. Intinya di mana saya berlabuh, saya akan tetap berpegang teguh pada empat pilar: religius, agamis, nasionalis, dan integritas,” katanya pada Tirto.

Perpecahan Hanura dan PKS

Kepindahan Yusuf Supendi yang dahulu pernah tercatat anggota Partai Keadilan dan Partai Hanura, diikuti sejumlah kader lain di dua partai tersebut. Sejumlah kader Hanura berbondong-bondong hijrah ke Partai Nasdem.

Perpindahan ini merupakan ekses dari terbelahnya Partai Hanura beberapa waktu lalu. Beberapa nama yang pindah antara lain Ketua Fraksi Partai Hanura di DPR Dossy Iskandar dan Rufinus Hutauruk serta Wakil Sekretaris Jenderal Partai Hanura Dadang Rusdiana.

Baik Rufinus dan Dadang mengatakan hal yang serupa yakni mereka tak yakin Hanura mampu menembus ke DPR pada Pileg 2019 mendatang. Pangkalnya, perseteruan kubu Oesman Sapta Odang dan Daryatmo belum juga usai. Namun, Wakil Ketua Umum Partai Hanura Gede Pasek Suardika mengaku tidak tahu soal alasan kepindahan tersebut. Ia sama sekali tak menyebut tentang perselisihan di masa lalu mendasari perpindahan ketiganya.

“Mungkin ingin suasana baru, atau mungkin karena ada transfer pemain, kan bisa saja dalam bursa politisi ini kan,” katanya pada Tirto.

Perpecahan tak hanya dialami Hanura, PKS yang dikenal solid, juga merasakan hal serupa. Fahri Hamzah dan Mahfudz Siddiq, dua pentolan PKS era Anis Matta mengakui partai yang mereka besarkan di ujung perpecahan setelah beredarnya surat yang meminta caleg harus menandatangani surat yang berisi pemberhentian dengan tanggal kosong.

Fahri yang sudah lama berseteru dengan Presiden PKS Muhammad Sohibul Iman, berkata, tidak ada kader yang mau diatur sangat ketat oleh DPP PKS. Surat tersebut berarti juga kader menyerahkan nyawanya kepada partai.

“Mana mungkin orang mau menjadi caleg kalau nyawanya sudah dipegang oleh partai dari awal. Tinggal taruh tanggal, hilang. Dan orang ini nggak bakalan mau berjuang untuk mau memperjuangkan supaya dirinya naik,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Fahri menambahkan, PKS sudah putus asa untuk mencari caleg dari kadernya sendiri. Sebagian besar anggota PKS bahkan sudah mulai mengundurkan diri. Meski begitu, hingga sekarang belum ada keputusan resmi dari partai. “Katanya partai kader, ternyata sudah enggak punya kader. Kenapa? Orang enggak mau,” kata Fahri lagi.

Fahri Melenggang dari Parlemen

Keruntuhan PKS yang diprediksi Fahri sebenarnya tak jauh berbeda dengan nasibnya di DPR. Fahri yang selama ini sudah tak diakui sebagai kader oleh Presiden PKS Sohibul Iman, tak akan mencalonkan diri untuk Pileg 2019 mendatang.

“Saya tidak akan maju menjadi anggota DPR atau DPD atau jabatan elected official atau jabatan yang dipilih oleh rakyat pada periode ini dan tentunya di akan datang,” katanya.

Tekadnya, untuk sementara ini, sudah bulat. Alasannya, ia ingin tetap setia membangun PKS dan tak ingin pindah partai. “Saya punya teman satu generasi yang bergerak bersama-sama dirikan partai bersama-sama. Saya enggak mau ninggalin mereka dalam keadaan susah. Ini partai mau terjun bebas, saya harus ada di situ,” tegasnya.

Menanggapi pensiunnya Fahri dari kancah kursi panas parlemen, beberapa orang justru merasa senang. Fahri, selain Fadli Zon, memang menjadi politikus DPR yang sering mendapat komentar di media sosial.

Artis Manggung Jadi Caleg

Saat PKS mulai ditinggal kader terkenal macam Fahri Hamzah, Partai Nasdem justru kebagian limpahan calon legislatif yang punya nama beken. Nasdem punya 26 nama calon legislatif yang berasal dari kalangan selebritis.

Jumlah caleg artis ini lebih banyak dari yang dimiliki PAN pada 2014. Saat itu, PAN sempat disebut Partai Artis Nasional lantaran punya 18 caleg. Julukan ini diprediksi bakal beralih ke Nasdem. Banyaknya caleg artis ini dilatari kemenangan Nasdem di panggung Pilkada 2018.

Sejumlah caleg tersebut antara lain: Nafa Urbach, Sahrul Gunawan, Lucky Hakim, Manohara Odelia Pinot, Tessa Kaunang, Lucky Perdana, Cut Meyrisika. Nama Lidya Febiolla dikenal dengan sebutan Olla Ramlan juga dikabarkan mendaftar sebagai caleg DPR RI dari Partai Nasdem, tapi nama itu sampai sekarang belum terkonfirmasi kembali.

Selain Nasdem, PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2014 juga tak kalah dalam bursa caleg para artis. PDIP mencatatkan nama Krisdayanti, Harvey Malaiholo, Iis Sugianto, Lita Zein, Chicha Koeswoyo, Kirana Larasati, Angel Karamoy, sampai Jeffrey Waworuntu. Total ada delapan artis yang mendaftar melalui PDIP.

Sedangkan, Partai Berkarya juga menerima sejumlah nama artis seperti : Raslina Rasidin, Donny Kusuma, Annisa Trihapsari, Sultan Pasya Djorghi, dan Andi Arsyl Rahman Putra. “Yang terkenal [di] Tukang Bubur Naik Haji itu,” kata Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso. “Mungkin juga Angel Lelga.”

Namun, fenomena artis menjadi caleg memang tak terbilang mudah untuk menang. Pada pemilu 2014, hanya sekitar 15 nama yang berhasil terpilih dari 79 artis yang mendaftar.

Baca juga artikel terkait PILEG 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih