tirto.id - Kalangan artis masih menjadi jualan partai politik mendulang suara di Pemilu 2019. Popularitas para artis dianggap modal besar untuk meraup elektabilitas. Namun, kenyataannya tak semudah di atas kertas.
Dahulu ada PAN yang identik dengan beberapa calon legislatif (caleg) dari kalangan artis. Kini, Nasdem menjadi salah satu partai yang mengakomodir caleg dari berlatar belakang artis, antara lain: Nafa Urbach, Tessa Kaunang, Kristina, Manohara Odelia Pinot, Olla Ramlan, dan Okky Asokawati.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Johny G Plate mengatakan nama-nama itu belum seberapa. ”Saya tidak hafal, ada beberapa puluh,” klaim Johny.
Menurut anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Teuku Taufiqulhadi partainya memang sengaja memberi ruang terbuka bagi para artis menjadi caleg. Hal ini karena artis memiliki basis penggemar yang diharapkan bisa dikonversi menjadi basis dukungan, tanpa mempertimbangkan kemampuan.
“Artis banyak pendukungnya, maka coba [kami] hadirkan. Kan di DPR juga ada [artis] yang serius,” katanya kepada Tirto, Senin (16/7/2018).
“Yang bukan artis itu kita berpikir serius tidak juga, banyak yang tidak serius,” kilahnya.
Taufiqulhadi menolak adanya anggapan langkah parpol merangkul artis dipilih sebatas menjadi jalan pintas partai meraih elektabilitas. Sebab selain artis caleg Nasdem juga ada yang berlatarbelakang pengusaha. “Siapa yang maju melalui Nasdem, kami dukung,” katanya.
Partai Berkarya juga memberi jalan lebar-lebar bagi pesohor berlatarbelakang artis. Mereka diantaranya ialah Raslina Rasidin, Donny Kusuma, Annisa Trihapsari, Sultan Pasya Djorghi, dan Andi Arsyl Rahman Putra. “Yang terkenal [di] Tukang Bubur Naik Haji itu,” kata Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso.
“Mungkin juga Angel Lelga.”
Ketua DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang juga menepis anggapan artis dimanfaatkan partai untuk mendulang dukungan. Sebab menurutnya proporsi jumlah artis dibandingkan total keseluruhan caleg yang diajukan Partai Berkarya tidaklah seberapa. Hanya ada sekitar lima sampai tujuh caleg berlatarbelakang artis dari total lima ratusan caleg.
“Itu hanya satu dari berbagai cara. Karena dia berminat ya kita tampung bukan program utama kami untuk mengandalkan teman-teman dari kalangan selebritas itu,” kata Andi pada Tirto.
Andi mengatakan masyarakat yang akan menentukan siapa wakil rakyat mereka, tak peduli apakah artis, pengusaha, dan akademisi. Andi bilang setiap caleg, termasuk artis, sudah diseleksi berdasarkan pendidikan dan rekam jejak. Selama mereka tidak mempunyai kredibilitas buruk di masyarakat, maka Partai Berkarya akan menerimanya. Ia juga memastikan para artis yang lolos menjadi anggota DPR akan ditempatkan di komisi yang sesuai dengan latar kemampuan mereka.
“Artis ini selain kelebihan fisik, kami juga melihat dari kualitasnya kan mungkin pengalaman, wawasannya segala macam itu memenuhi syarat di kami,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Populi Center Usep S Ahyar mengatakan sistem politik yang liberal menjadi alasan mengapa partai mengandalkan artis sebagai caleg. Ia juga termasuk yang berpendapat bahwa popularitas artis diharapkan bisa ikut mengerek elektabilitas partai.
“Jadi ini juga kan sebagai jalan pintas juga dari partai politik untuk meningkatkan elektabilitasnya,” kata Usep pada Tirto.
Namun Usep mengingatkan popularitas tak melulu selaras dengan elektabilitas. Sehingga penting bagi partai menyaring secara ketat artis-artis yang akan mereka andalkan sebagai caleg.
“Partai ini memajang artis tujuannya apa?” katanya.
Pada 2014 lalu ada sekitar 79 nama pesohor yang kebanyakan dari kalangan artis— dan sedikitnya mantan atlet— yang ambil bagian dalam kontestasi meraih kursi legislatif DPR RI. Namun yang lolos ke Senayan tak lebih dari 20 orang.
Bagi Usep, fenomena partai politik menjadikan artis hanya upaya partai untuk menutupi kegagalan mereka dalam melakukan proses kaderisasi. Selain itu fenomena ini juga ia anggap sebagai usaha partai untuk menambal kepercayaan publik yang kian menurun.
“Jadi itu menunjukkan pengkaderan di parpol itu tidak jalan. Latar belakang apa saja boleh tapi harusnya kader didahulukan,” ujarnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Muhammad Akbar Wijaya