tirto.id - Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunda pembangunan jalur sepeda yang sedianya akan dilaksanakan tahun depan. Soalnya, rencana anggaran proyek tidak disetujui Komisi B DPRD DKI, Senin (28/10/2019) malam.
“Untuk jalur sepeda, kita sepakat untuk ditunda, ya,” ujar Sekretaris Komisi B, Pandapotan Sinaga, di DPRD DKI.
Anggaran yang diajukan dinas dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS)--dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)--sebesar Rp73 miliar. Ia termasuk anggaran Pemeliharaan Prasarana Rekayasa Lalu Lintas di koridor Trans Jakarta.
PandApotan mengatakan legislatif tak menyetujui alokasi anggaran ini karena rencana dari dinas belum masak. Legislatif ingin pemprov terlebih dulu menjabarkan secara komprehensif rencana induk pembangunan jalur sepeda di seluruh DKI.
Alasan lain adalah karena anggaran tiba-tiba membengkak: dari yang awalnya Rp4,4 miliar jadi Rp73,7 miliar.
“Kenapa angka tiba-tiba naik? Perencanaannya bagaimana? ini saya pikir anggaran dipaksakan? Masak sekian hari naik? Kalau belum mendesak, ya, hapus saja,” kata Pandapotan.
Hal senada diungkapkan Manuara Siahaan, anggota Komisi B DPRD DKI. “Kalau tidak bisa menunjukkan master plan, dicoret saja,” katanya, lalu mengatakan sepeda belum mampu mengurangi kemacetan, sehingga tak perlu diprioritaskan.
Untuk Apa Dana Sebesar Itu?
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan anggaran yang dibutuhkan memang sebanyak itu karena ada bahan yang harus diimpor, cat, untuk mewarnai jalur.
“Yang mahal itu kan marka warnanya. Itu impor. Belum ada yang produksi jalan negeri terkait coldplastic,” ujar Syafrin saat dihubungi Selasa (29/10/2019) malam.
Syafrin menjelaskan jalur sepeda nantinya akan dilapisi cat putih, merah, kuning, dan hijau. Selain putih, semua cat berbahan coldplastic harus impor dengan harga Rp622,692 per meter persegi. Sementara cat putih hanya Rp291,300 per meter persegi.
Cat yang dimaksud punya kualitas baik, “dan bisa bertahan delapan tahun selama jalan tidak rusak.”
Cat ini juga sudah lama dipakai, klaim Syafrin, untuk proyek dinas lain. Dan selam itu pula tidak ada yang mempermasalahkan. “Dari dulu sudah impor dan harganya segitu,” jelasnya.
Jika seluruh jalur diberi warna hijau dan tidak putus-putus, dinas memperkirakan anggaran Rp62,5 miliar hanya bisa dipakai untuk membangun jalur sepeda seluas 49 kilometer.
Maka dari itu mereka membuat pola 3-5: tiap 5 meter, akan ada tanda jalur sepeda sepanjang 5 meter. Dengan begitu jalur yang bisa dibangun lebih panjang.
DPRD Tak Paham Kebutuhan Warga
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, tertawa ketika dimintai tanggapan perkara tidak disetujuinya jalur sepeda oleh DPRD DKI. Menurutnya ini membuktikan anggota dewan tak paham apa-apa mengenai kebutuhan warga kota.
“Bagi kami itu (jalur sepeda) sangat mendesak di ibu kota,” katanya kepada reporter Tirto, Rabu (30/10/2019). “Saya kira Komisi B DPRD DKI Jakarta memang tidak mau mendukung terciptanya udara bersih kalau seperti itu,” tambahnya.
Di sisi lain, Alfred dapat memahami jika legislatif khawatir anggaran tersebut diselewengkan. Tapi tetap saja itu tidak bisa jadi alasan menghapus anggaran yang dibutuhkan masyarakat.
Menurutnya alangkah lebih baik “kalau ada penyelewengan, ya, disikat saja. Angkut orangnya.” “ Masak enggak didukung oleh si anggota dewan yang terhormat?” tanyanya, retoris.
Jalur sepeda semakin mendesak diperbanyak karena masalah akut Jakarta di antara segunung persoalan lain adalah polusi. Sebagian besar polusi berasal dari asap kendaraan, dan salah satu upaya mengurangi jumlah kendaraan adalah mengajak orang-orang migrasi ke moda transportasi yang lebih ramah.
Manajer Komunikasi dan Kerja Sama dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Fani Rachmita, mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta yang ingin memperbanyak infrastruktur kendaraan non-bermotor seperti sepeda.
“Terlepas dari berapa banyak besaran anggarannya,” kata Fani, Rabu sore, “kami melihat ada perubahan mindset dari Pemprov DKI Jakarta dengan memberi perhatian lebih kepada fasilitas transportasi tidak bermotor.”
Yang harus dipahami anggota legislatif adalah, membangun infrastruktur sepeda bukan hanya butuh cat, tapi juga rambu-rambu dan pembatas untuk kebutuhan keamanan. Jadi nanti jalur sepeda dan jalur mobil-motor benar-benar terpisah.
Dengan begitu, harapannya masyarakat “akan lebih percaya diri dalam bersepeda karena akan lebih terproteksi.”
Hal-hal demikian yang menurut Fani tidak dipahami anggota DPRD DKI. Mereka semestinya menyetujui atau minimal merasionalisasi anggaran jika menganggap terlalu mahal, bukan tidak disetujui sama sekali.
Lagipula, tambah Fani, nominal pembangunan jalur sepeda jauh di bawah infrastruktur lain. “Angkanya, kan, enggak sebesar anggaran infrastruktur untuk mobil atau motor, seperti pelebaran jalan.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino