tirto.id - Presiden Jokowi meresmikan Sirkuit Mandalika yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat, 12 November 2021.
Dia mengatakan sirkuit dengan panjang 4,3 kilometer bakal menjadi tuan rumah ajang balap World Superbike (WSBK) pada 19-21 November 2021 dan MotoGP pada Maret 2022 mendatang.
“Sirkuit Mandalika dengan panjang 4,3 kilometer menggunakan aspal terbaru stone mastic asphalt siap digunakan untuk mendukung event dunia," ujar Jokowi di lintasan Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah.
Meski telah diresmikan, penyelenggaraan ajang balap motor itu tak semulus tahap perencanaannya. Nyatanya, terdapat sengkarut permasalahan yang terjadi selama dibangun hingga rampungnya pembangunan Sirkuit Mandalika.
Permasalahan yang terjadi, salah satunya insiden bongkar peti kargo berisi motor Ducati Panigale V4R tunggangan Michael Ruben Rinaldi diduga oleh panitia penyelenggara MGPA. Setelah kejadian tersebut, Kapolda NTB Irjen Pol Mohammad Iqbal mengaku telah meminta MGPA dan Dorna Sports untuk melakukan verifikasi.
Dari informasi pihak panitia penyelenggara, Iqbal menyampaikan bahwa tidak ada barang yang hilang dari aksi bongkar peti kargo berisi motor pembalap Aruba.it Racing-Ducati bernomor 21 tersebut.
"Jadi sebenarnya tidak ada kegiatan gangguan keamanan di situ. Hanya miskomunikasi. Dorna dan MGPA yang koordinasi. Sudah clear," kata Iqbal, Kamis (11/11/2021), sebagaimana diberitakan Antara.
Deretan Masalah mulai dari Unboxing hingga Marshal
Meskipun demikian, Iqbal menyayangkan insiden itu bisa terjadi di salah satu "paddock" pebalap yang berada di areal sirkuit yang notabenenya berada di luar kendali aparat. Padahal, kata Iqbal, 58 personel Brimob Polda NTB sudah bersiaga penuh di lapis ketiga pengamanan, terhitung sejak sebulan lalu.
Sementara Direktur Utama MGPA Ricky Baheramsjah mengklaim bahwa pembongkaran boks kargo motor Ducati adalah bagian dari prosedur pemeriksaan. Pihak terkait seperti Bea Cukai dan Freight Forwarder melakukan pemeriksaan dengan didampingi oleh pihak Dorna Sport dan MGPA.
"Keterlibatan pihak Freight Forwarder mendapat izin dari Dorna Sport dan Bea Cukai untuk membuka peti dan memeriksa karena perlu mengambil nomor sasis," kata Ricky melalui keterangan tertulisnya (12/11/2021).
Dalam kasus ini, MGPA lebih menyayangkan adanya pihak yang mendekati motor, mengambil video, dan memublikasikannya sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
Kemudian, permasalahan lainnya yang terjadi yakni marshal yang belum siap menyelenggarakan Idemitsu Asia Talent Cup (IATC) pada Minggu (14/11) lalu yang mengakibatkan balapan harus ditunda, sehingga Sirkuit Mandalika gagal menggelar balapan perdananya. Kurangnya tenaga marshal di sirkuit disebut-sebut jadi permasalahan utamanya.
Rencananya, Sirkuit Mandalika bakal mendapatkan bantuan dari pengelola Sirkuit Sentul yang sudah berpengalaman.
Dorna Sports dan Operasional Mandalika Grand Prix Association (MGPA) sebagai penyelenggara lantas mengumumkan balapan ditunda sepekan. "Dorna Sports bersama MGPA mengonfirmasikan bahwa ATC akan terdiri dari empat balapan dan berlangsung dari tanggal 19 hingga 21 November, bersama WorldSBK," tulis ATC dalam laman resminya, Minggu (14/11).
Akibat kejadian tersebut, Kepala Divisi Operasional Mandalika Grand Prix Association (MGPA), Dyan Dilato dituding telah menghina tim marshal dan menganggap tim yang bertugas dalam gelaran IACT tidak kompeten.
Hal tersebut bermula saat ia mengatakan jika tim marshal katrok dan ndeso serta seharusnya bertugas bukan malah menonton balapan. Pernyataannya itu pun dikabarkan membuat warga NTB sakit hati, mengingat para marshal yang dipilih merupakan warga lokal.
Atas kejadian itu, Dyan pun mengundurkan diri dari jabatan Kepala Divisi Operasional MGPA pada Senin (15/11) lalu. Direktur Utama MGPA, Ricky Baheramsjah mengatakan telah menerima pengunduran diri resmi dari Dyan Dilato dari jabatannya.
"Kami atas nama perusahaan penyelenggara mohon maaf atas perkataan beliau yang menyakiti hati masyarakat NTB terutama tim marshal," Selasa (16/11/2021).
Dirinya menyatakan bahwa sebuah penghinaan dan apapun yang dilakukan oleh Dyan bukanlah hal yang profesional. "Ke depannya segala sesuatu yang dilakukan beliau tidak lagi menjadi tanggung jawab MGPA," ucapnya.
Permasalahan selanjutnya adalah terdapat warga yang nekat nonton IATC pada Minggu (14/11/2021) kemarin dengan cara memanjat pohon hingga naik ke atas truk saat IATC yang digelar di Sirkuit Mandalika mulai 13-14 November 2021.
Meskipun warga setempat diberikan akses gratis untuk menyaksikan IATC, tetapi tidak semua dapat masuk. Itu karena penonton harus wajib dua kali vaksin dan beberapa syarat lainnya.
VP Sekretaris Perusahaan ITDC Miranti Rendranti mengatakan pihaknya bersama MGPA mengimbau agar masyarakat tidak memanjat dan memotong pagar pengaman sirkuit demi faktor keamanan.
"Atau melakukan hal lainnya yang membahayakan serta melanggar ketentuan," kata Miranti melalui keterangan tertulisnya yang dikutip Kamis (18/11/2021).
Warga Gusuran Sirkuit Mandalika Bertambah Jadi 48 Orang
Terakhir, hal yang paling menjadi masalah perihal warga yang digusur untuk pembangunan Sirkuit Mandalika, dan nahasnya masih ada yang belum mendapatkan ganti rugi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan sebanyak 48 warga korban penggusuran sirkuit Mandalika belum mendapatkan ganti rugi dari pihak pengembang, yaitu PT ITDC.
Beka menjelaskan, pihaknya telah melakukan penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi terkait permasalahan Sirkuit Mandalika pada 15 Oktober 2020 lalu. Hal tersebut dilakukan karena adanya aduan dari 15 orang warga yang menuntut pembayaran atas 17 bidang lahan di Sirkuit Mandalika.
Salah satu rekomendasi tersebut yaitu PT ITDC harus segera membayar tiga bidang lahan yang terverifikasi sebagai lahan enclave. Kemudian membayar ganti rugi bangunan beserta tanam tumbuh yang ada di atas tiga bidang lahan yang diklaim warga tapi sudah dikosongkan.
Selain itu, kedua pihak yakni warga dan pengembang juga direkomendasikan harus segera melakukan klarifikasi, identifikasi, verifikasi data, dokumen, dan lokasi terhadap 11 bidang.
Beka mengatakan memang 15 warga yang menuntut itu sudah dibayar. Namun, ternyata jumlah warga yang protes semakin banyak, sehingga tanah milik 48 orang itu sampai saat ini belum dibayarkan.
"Ada jumlah yang terus bertambah. Sebagian udah, sebagian belum. Untuk terakhir, yang sesuai perintah Pak Jokowi kita juga memantau," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara kepada Tirto, Kamis (18/11/2021).
Beka menuturkan pihaknya sampai saat ini masih memantau permasalahan tanah di Sirkuit Mandalika. "Komnas HAM berkomunikasi dengan ITDC, dengan Polda NTB, supaya menyediakan forum klarifikasi, negosiasi, dan juga menyediakan solusi alternatif pembiayaan atau ganti rugi tersebut supaya bisa diterima oleh warga," ucapnya.
Pembangunan arena ajang balap roda dua itu juga sempat menimbulkan masalah bagi warga setempat; bahkan sempat disorot oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia, para ahli menyoroti pengusiran masyarakat lokal dan perusakan rumah, ladang.
“Sumber yang dapat dipercaya telah menemukan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi. Terlepas dari temuan ini, ITDC belum berusaha untuk membayar kompensasi atau menyelesaikan sengketa tanah,” kata dia.
Selain itu, pada Oktober 2016, tanah 6.000 meter milik Gema Lazuardi di Kampung Ujung, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, ditawar oleh ITDC senilai Rp2,8 miliar untuk jadi bagian dari Sirkuit Mandalika.
Alih-alih menerima uang, pada Februari 2020 ia malah digugat atas dugaan memakai tanah tanpa izin yang berhak. “ITDC ini alasannya ‘punya hak pengelolaan dan tanah milik negara’,” kata Gema ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (2/9/2020).
Baca selengkapnya laporan Tirto terkait masalah ini di link ini.
Sementara Direktur Lombok Global Institut Muhammad Fihiruddin menyatakan banyak hak warga yang belum dibayar oleh ITDC jadi pemicu konflik. “Banyak sekali. Terjadi kesalahan pendataan dari awal. Bahkan ada warga yang punya lahan dari dahulu, bayar pajak (tanah), tapi belum punya sporadik,” kata dia kepada Tirto, Jumat (12/11/2021).
Menanggapi hal tersebut, VP Sekretaris Perusahaan ITDC Miranti Rendranti mengklaim pembangunan proyek terpantau secara ketat dan menjunjung tinggi pelestarian lingkungan dan HAM.
"Kami yakin bahwa langkah-langkah penyelesaian lahan lahan enclave The Mandalika yang kami jalankan sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku, serta seperti yang dijelaskan dengan UU Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum," kata Miranti melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Kamis (8/4/2021).
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri