Menuju konten utama
Natal 2023 dan Tahun Baru 2024

Waspada Cuaca Ekstrem & Bencana Membayangi Libur Nataru

Untuk mengantisipasi cuaca ekstrem Nataru, BMKG menyediakan akses informasi cuaca terintegrasi jalur transportasi.

Waspada Cuaca Ekstrem & Bencana Membayangi Libur Nataru
Pengamat mengamati anomali suhu muka laut Indonesia di Kantor BMKG Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/12/2023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

tirto.id - Periode libur Natal dan Tahun Baru 2024 (Nataru) dibayangi ancaman cuaca ekstrem dan bencana. Wanti-wanti datang dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dinamika atmosfer akibat posisi Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudera, disebut sebagai biang keladinya.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengirim sinyal waspada bagi wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa dan Sumatera bagian selatan. Cuaca ekstrem di wilayah tersebut berpotensi terus terjadi bahkan setelah Natal hingga awal bulan 2024.

“Itu potensi hujan lebat bisa sampai ekstrem dapat disertai angin kencang,” kata dia lewat keterangan resmi, Rabu (20/12/2023).

Adapun sebelum Natal datang, potensi cuaca ekstrem tetap perlu diwaspadai. Terutama di wilayah utara Indonesia yang berbatasan dengan daerah khatulistiwa.

“Terutama di Utara khatulistiwa, Sumatera Utara, Aceh, dan Kalimantan,” tambah dia.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengatakan berdasarkan analisa BMKG, potensi cuaca ekstrem yang terjadi selama pekan libur Nataru disebabkan oleh aktivitas pola tekanan rendah di Laut Cina Selatan.

Keberadaan pola tekanan rendah di sekitar Laut Cina Selatan secara tidak langsung turut membentuk pola pertemuan serta belokan angin dan menyebabkan terjadinya peningkatan awan hujan di sekitar Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Diterangkan Guswanto, daerah-daerah yang berpotensi mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat berpotensi terjadi di sebagian wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi, dan Maluku.

Suhu Panas di Musim Hujan

Sementara itu, beberapa wilayah di Jawa, termasuk Jabodetabek mengalami suhu panas yang datang tiba-tiba. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari masyarakat, yang mengira saat ini tengah memasuki musim penghujan. Sebabnya, hujan memang sempat turun rutin di awal Desember dan bahkan memicu banjir di sejumlah daerah.

Senior Forecaster BMKG, Riefda Novikarany, mengkonfirmasi bahwa wilayah Selatan ekuator memang tengah mengalami suhu panas dan terik pada siang hari. Kondisi cuaca panas tersebut dipicu oleh dominasi cuaca cerah pada siang hari, di sebagian besar wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara.

Berdasarkan citra satelit, wilayah Jawa atau Indonesia bagian Selatan sangat minim tutupan awannya beberapa waktu ini. Riefda menambahkan, kurangnya pertumbuhan awan hujan di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara turut dipicu aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut Cina Selatan yang menyebabkan berkurangnya aliran massa udara basah ke arah Selatan ekuator.

“Berdasarkan analisis terbaru, aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut Cina Selatan tersebut masih dapat berlangsung dalam 3-4 hari kedepan,” kata Riefda dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/12/2023).

Kendati demikian, Riefda menyatakan keadaan ini akan cenderung melemah intensitasnya dalam beberapa hari ke depan. Sehingga berdampak pada potensi peningkatan curah hujan di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara, yang dapat terjadi mulai 24-25 Desember 2023 mendatang.

Berdasarkan data analisis dinamika atmosfer, kata dia, dapat diprediksi bahwa potensi hujan masih terjadi di sebagian wilayah Indonesia.

“Hingga periode akhir Desember, hujan intensitas sedang sampai lebat masih berpotensi terjadi di sebagian besar Sumatera, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi bagian tengah, Maluku, Papua Barat, dan Papua,” ujar Riefda.

Di sisi lain, fenomena El Nino diprediksi terus bertahan hingga April 2024. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mulainya musim hujan di wilayah Indonesia sebagian besar mengalami kemunduran. Kendati demikian, masih terdapat potensi cukup tinggi curah hujan ekstrem pada periode puncak musim hujan awal tahun depan.

“Oleh karena itu, walaupun adanya El Nino, cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana hidrometeorologi tetap perlu diwaspadai mengingat masuk Januari-Februari mulai masuk puncak musim hujan,” ujar Riefda.

Gelombang Tinggi & Bencana Hidrometeorologi

Kepala BMKG mewanti-wanti gelombang tinggi yang dapat terjadi pada periode libur Nataru. Dia menyebut selama musim Nataru ini, terdapat potensi gelombang tinggi di Samudera Hindia, Pasifik, dan Selat Sunda.

Dwikorita mengingatkan mengenai potensi arus laut dan angin kencang. Karenanya, dia meminta kepada perusahaan pelayaran, angkutan penyeberangan, nelayan, dan masyarakat umum meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan laut.

“Masyarakat bisa mengakses informasi cuaca 24 jam penuh melalui aplikasi @infobmkg. Silakan akses informasi dari platform tersebut sebagai acuan dalam beraktivitas selama pekan Nataru. Di sana juga terdapat informasi gempabumi dan lain sebagainya,” imbuh dia.

Untuk mengantisipasi cuaca ekstrem Nataru, BMKG menyediakan akses informasi cuaca terintegrasi jalur transportasi. BMKG menyediakan akses informasi di jalur pelayaran melalui situs INAWIS yang digunakan untuk melihat prakiraan cuaca beberapa hari sebelum kejadian gelombang tinggi.

BMKG juga mendirikan posko kesiapsiagaan dengan mengirim mobile radar cuaca dan alat observasi yang dipasang di pelabuhan Merak, Bakauheni, dan Juanda.

“Radar cuaca akan menyajikan informasi terbaru setiap 10 menit, sehingga akan menjadi dasar peringatan dini ketika cuaca buruk terjadi,” kata Dwikorita.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 27 bencana alam terjadi di seluruh Indonesia periode 11-17 Desember 2023. Mayoritas kasus yang terjadi berkategori bencana hidrometeorologi.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyatakan angka bencana pertengahan Desember ini masih jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Kendati demikian, dia menyayangkan kejadian bencana periode ini memakan korban jiwa.

“Kemarin ada beberapa kejadian di Sumbar, longsor dan banjir yang akibatnya ada dua korban jiwa,” kata Abdul dalam agenda Disaster Briefing di kanal Youtube BNPB, Selasa (19/12/2023).

Berdasarkan data BNPB, dalam sepekan ini ada 16 peristiwa banjir, 2 bencana gempa bumi, 1 kasus kebakaran hutan dan lahan, 5 bencana akibat cuaca ekstrem, serta 3 bencana tanah longsor. Peristiwa bencana itu terjadi di 25 kabupaten/kota yang berada di 11 provinsi.

Kejadian bencana ini membuat sejumlah warga harus mengungsi, serta merusak rumah hingga fasilitas umum yang digunakan warga. Aam, sapaan akrabnya, menyatakan sejumlah bencana tersebut terjadi akibat pengaruh faktor alam. Daerah berpotensi banjir diprediksi akan terjadi di Kalimantan Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan selama periode libur Nataru.

Aam meminta masyarakat tetap waspada saat merayakan libur Nataru. Dia menganjurkan masyarakat rutin memantau prakiraan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG.

“Dapat dilihat di aplikasi INARISK peta jalur mudik rawan bencana,” ujar Aam.

Semua Harus Bersiap

Pakar mitigasi bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, menyatakan jelang libur Nataru memang menjadi masa-masa rawan bencana hidrometeorologi. Bencana ini berkaitan dengan faktor cuaca, seperti banjir dan longsor.

“Bisa juga angin badai kayak gitu. Tergantung kita berada di mana, karena itu setiap kita itu wajib paham bahaya yang mengintai di sekitar kita itu apa, kita itu ada di tempat yang rawan bahaya apa gitu,” kata Eko dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/12/2023).

Dia menilai, selama masa Nataru terkadang pemerintah abai pada jalur liburan rawan bencana. Pemerintah tidak bisa hanya berfokus pada jalur-jalur kemacetan dan kecelakaan.

“Agak jarang memikirkan moda itu melewati jalur-jalur rawan bencana apa. Kayaknya kereta juga jarang memikirkan ada titik-titik rawan longsor, misalnya di jalur Purwokerto, di jalur tanjakan ke Bandung, atau jalur yang ke arah Solo -Semarang, mobil juga begitu,” ujar Eko.

Selain itu, kata dia, ada sejumlah tol yang rawan banjir seperti di Ngawi dan Nganjuk. Ada juga tol yang rawan longsor yang juga perlu diperhatikan.

“Jadi ada kesiapan semua pihak, bukan hanya rawan kecelakaannya, tapi juga gangguan-gangguan yang berpotensi hadir, karena itu termasuk konflik juga, kan ada kampung yang rajin konflik,” jelas Eko.

Dia menyarankan agar posko periode liburan Nataru tidak hanya berfokus pada kesehatan dan kecelakaan. Namun juga menyediakan posko informasi mengenai potensi kebencanaan yang dapat terjadi di suatu wilayah.

Di sisi lain, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati, menyampaikan pihaknya sudah mengantisipasi potensi bencana dan cuaca ekstrem selama libur Nataru tahun ini. Tahun lalu, menurut dia, justru keadaan jauh lebih ekstrem dari informasi yang disampaikan BMKG saat ini.

“Kita belajar dari pengalaman tahun lalu sudah banyak melakukan antisipasi khususnya untuk udara dan laut,” ujar Adita kepada reporter Tirto, Rabu (20/12/2023).

Kemenhub sudah melakukan konsolidasi bersama BMKG untuk mengantisipasi potensi cuaca ekstrem saat libur Nataru. Selain itu, dia menyarankan agar masyarakat tidak memaksakan diri berangkat berlibur jika keadaan tidak memungkinkan.

“(Misal) ketika kapal harus ditunda karena cuaca,” kata Adita.

Baca juga artikel terkait NATARU atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz