Menuju konten utama

Warga Minta MK Hapus Frasa 'Wajib Jadi Peserta' di UU Tapera

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Warga Minta MK Hapus Frasa 'Wajib Jadi Peserta' di UU Tapera
Sejumlah pengunjiuk rasa dari berbagai elemen buruh membentangkan poster saat unjuk rasa di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/6/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/tom.

tirto.id - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karyawan swasta bernama Leonardo Olefins Hamonangan selaku pemohon I dan pelaku usaha Ricky Donny Lamhot Marpaung selaku pemohon II mengajukan gugatan untuk menghapus kewajiban kepesertaan Tapera.

Gugatan itu didaftarkan pada Selasa (18/6/2024). Permohonan tercatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) nomor 75/PUU/PAN.MK/AP3/06/2024.

Poin pertama pada UU Tapera yang digugat adalah Pasal 7 Ayat (1) yang berbunyi: Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi Peserta.

Kemudian, gugatan juga dilayangkan ke Pasal 7 ayat (3), berbunyi: Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar.

Kemudian, pemohon juga menggugat Pasal 72 ayat (1) terkait sanksi administratif bagi peserta hingga pemberi kerja dengan pembekuan izin usaha dan pencabutan izin usaha.

Kedua pemohon menilai UU Tapera berpotensi merugikan karena unsur kewajiban di dalam kepesertaan tabungab perumahan. Pemohon juga menyoroti pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk simpanan Tapera.

Pemotongan dari tabungan pegawai ataupun pelaku usaha juga dinilai sebagai beban finansial karena pekerja sudah mendapat banyak potongan gaji untuk jaminan sosial.

Pemohon juga menyoroti Pasal 7 ayat (3) yang memiliki ketidakpastian hukum soal siapa yang harus menjadi peserta Tapera. Pemohon menilai tidak semua pekerja memerlukan program dari Tapera.

Poin penting yang ditekankan oleh pemohon yakni program Tapera yang belum menjadi kebutuhan penting. Urgensi kepesertaan Tapera tak bisa disamakan dengan BPJS yang diperlukan masyarakat, terutama yang sewaktu-waktu terbebani dengan biaya rumah sakit dan obat.

Lebih lanjut, adanya program Tapera diproyeksikan akan berakibat pada dampak berkurangnya minat masyarakat menjadi pelaku usaha, karena sektor non formal tersebut juga diwajibkan menjadi peserta.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang