Menuju konten utama

Warga Diimbau Selamatkan Lontar dari Erupsi Gunung Agung

Warga diminta ikut menyelamatkan lontar dari erupsi Gunung Agung, karena lontar merupakan akar kebudayaan Bali.

Warga Diimbau Selamatkan Lontar dari Erupsi Gunung Agung
Warga melintas di jalan Desa Culik yang berjarak sekitar 10 km dari Gunung Agung, Karangasem, Bali, Jumat (29/9/2017). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

tirto.id - Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengimbau agar masyarakat Kabupaten Karangasem supaya tidak lupa untuk menyelamatkan lontar-lontar kuno yang dimiliki dari kemungkinan ancaman bahaya erupsi Gunung Agung.

“Kami sudah mengeluarkan imbauan terkait penyelamatan lontar ini, dan kami pun telah menyiapkan ruangan khusus jika ada warga Karangasem yang mau menitipkannya di sini,” kata Dewa Beratha, di Denpasar, Jumat (29/9/2017).

Selain siap untuk menyimpankan lontar yang dititipkan oleh warga, Dinas Kebudayaan Bali juga akan merawat lontar oleh tim khusus yang bertugas untuk itu.

“Sekarang itu banyak lontar di masyarakat yang hancur karena mereka tidak memahami bagaimana sesungguhnya cara merawat lontar,” tambahnya, seperti dikutip Antara.

Menurut Dewa Baratha, semestinya lontar yang dimiliki oleh warga yang berada di sekitar wilayah rawan bencana Gunung Agung turut diselamatkan karena kebudayaan Bali itu hulunya ada pada sastra, dan lontar merupakan sumbernya.

“Kalau tidak ada sastra, maka tidak mungkin bisa ada kesenian lainnya. Dalam seni lukis, seni tari, tabuh dan sebagainya, pasti menggali dari seni sastra, karena itu kalau sumber sastra ini habis, maka kebudayaan Bali dalam jangka panjang juga akan habis juga,” ungkapnya.

Ia menambahkan, imbauan untuk menyelamatkan lontar itu sudah disebar melalui media sosial serta disosialisasikan oleh penyuluh bahasa Bali yang selama ini bertugas di masing-masing desa.

“Berdasarkan komunikasi yang kami terima, sejauh ini sudah ada warga di kawasan rawan bencana Gunung Agung, yang telah menitipkan lontar-lontarnya di rumah kerabatnya yang lebih aman, di samping dititipkan di Denpasar lewat Hanacaraka Society,” tambahnya.

Sementara itu, Sugi Lanus, pendiri Hanacaraka Society mengatakan pihaknya memprediksi jumlah lontar yang terdapat di delapan Kecamatan di Kabupaten Karangasem mencapai 8.000 lontar.

“Itu jika kita rata-ratakan dalam satu kecamatan ada 1.000 lontar, padahal pada desa yang kami jadikan sampel, di satu desa saja jumlah lontar masyarakat ada yang hingga 300,” ujarnya.

Menurutnya, tidak sedikit lontar yang berada di Kabupaten Karangasem karena tidak lepas dari sejarah desa-desa yang mengitari Gunung Agung yang sangat dikenal kental dengan tradisi menulisnya, seperti Desa Sidemen, Sibetan, Jungutan, dan Budakeling. Sampai saat ini, Hanacaraka Society sudah membantu warga menyimpankan lontar sebanyak 200 lontar.

“Warga ada juga yang menyimpan lontarnya di Dukuh Penaban, Karangasem, karena di daerah tersebut dinilai relatif aman dari bahaya erupsi,” tambahnya.

Sugi Lanus menambahkan, dengan momentum kebencanaan ini, setidaknya dapat menjadi pembelajaran bahwa ke depan itu digitalisasi lontar sangat penting.

“Lontar itu tidak saja melulu soal agama, tetapi juga masalah keseharian, nilai politik, pengobatan alternatif, kearifan untuk menjaga hutan, hingga regulasi lokal yang pernahdipraktikkan di wilayah Nusantara sekian abad silam,” tutupnya.

Baca juga artikel terkait GUNUNG AGUNG BALI atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra