tirto.id - Wacana pengaktifan Ujian Nasional (UN) yang telah dihapus Mendikbudristek, Nadiem Makarim, pada 2021 kembali mencuat belakangan ini. Kemendikdasmen dikabarkan akan menerapkan Asesmen Nasional sebagai pengganti UN.
Kendati demikian, Asesmen Nasional tidak digunakan sebagai penentu kelulusan, tetapi untuk mengukur kualitas pendidikan melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.
Ihwal wacana UN diaktifkan kembali, Anggota Komisi X Fraksi PDIP, Bonnie Triyana, menyinggung kesenjangan mutu materi pendidikan antara di kota dan pelosok. Menurut Bonnie, terkadang materi pendidikan di pelosok daerah tertinggal dibandingkan di kota.
Oleh karena itu, ia meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, perlu memperbaiki insfratruktur pendidikan dan mutu pendidikan yang merata bila ingin kembali mengaktifkan UN.
"Kita harus melihat sumber daya guru misalkan, juga bagaimana standar materi pendidikan yang diberikan di setiap daerah itu kadang-kadang ada yang ketinggalan dari kota," kata Bonnie saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Menurutnya, tak bisa disamaratakan ketika pemerintah mengambil suatu kebijakan termasuk wacana pengaktifan UN.
"Tidak bisa sama ketika diberikan UN, banyak juga yang gagal karena memang tidak ada pemerataan mutu pendidikan di Indonesia ini," ucapnya.
Bonnie meminta bila UN sebagai salah satu standarisasi mutu dari peserta didik kembali dihidupkan agar terlebih dahulu memperbaiki infrastruktur pendidikan, mutu guru agar memenuhi standar.
"Sehingga ketika UN diberlakukan tingkat kelulusannya pun tinggi. Saya pikir catatan itu diperhatikan juga pemerintah," tutur Bonnie.
Ia menyadari UN salah satu alat untuk mengukur standarisasi pendidikan di Indonesia. Namun, ketika masih menerapkan UN sebagai standarisasi peserta didik tak sedikit yang gagal. Ia menyarankan agar pemerintah mengevaluasi atau meninjau ulang sebelum kebijakan yang dihapus di era Nadiem itu diaktifkan kembali.
"Kita harus melakukan evaluasi. Bagaimana dengan kemampuan gurunya, keadaan sekolah dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Ini, kan, nggak sama, sekolah di Jakarta sama sekolah di dapil saya di pelosok Banten sana, ataupun mereka di Indonesia Timur itu kan kadang-kadang enggak sama," ujarnya.
Bonnie meminta Mendikdasmen tak buru-buru memutus wacana UN diaktifkan. Menurut Bonnie, formulasi yang diterapkan akan bagus untuk mengukur standarisasi peserta didik bila melalui proses evaluasi terlebih dahulu daripada buru-buru berujung trial and error.
"Saya tidak berharap program untuk pendidikan ini seperti trial and error, harus dipertimbangkan perencanaan yang matang dengan evaluasi apa yang dilakukan selama ini, apa yang sudah terjadi selama ini kita lihat kembali," tutup Bonnie.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi