Menuju konten utama

Viral Kisah Pandu Siswa SMA yang Tewas Diduga Ditendang Polisi

Pandu Brata Syahputra Siregar, siswa 18 tahun yang meninggal dunia karena luka akibat benda tumpul. Luka itu diduga karena Pandu dianiaya polisi.

Viral Kisah Pandu Siswa SMA yang Tewas Diduga Ditendang Polisi
Ilustrasi Duka Cita. foto/isotckphoto

tirto.id - Seorang siswa SMA bernama Pandu Brata Syahputra Siregar, asal Asahan, Sumatera Utara tewas karena mengalami lambung bocor. Ia diduga ditendang seorang polisi. Dalam foto yang tersebar di platform X, Pandu meninggal dunia pada Selasa, 11 Maret 2025 dengan kondisi lambung bocor.

Di foto tersebut juga terdapat kalimat yang menyebut jika penyebab Pandu tewas karena diduga akibat pukulan benda tumpul. Korban sempat mengatakan jika ia disiksa polisi karena diduga terlibat kasus narkoba.

Kisah Pandu Siswa yang Tewas Diduga Ditendang Polisi Versi Keluarga

Sebuah akun Twitter, @Mdy_Asmara1701 membagikan kisah Pandu versi keluarga. Berdasarkan keterangan posting tersebut, Pandu yang masih berusia 18 tahun sedang berada di lokasi balap liar bukan untuk ikut balapan liar melainkan untuk balap lari. Saat Polisi membubarkan kerumunan orang yang ada di lokasi, Pandu ikut diciduk.

“Kronologi singkat, pandu usia 18 tahun. Tewas dengan luka di bagian rusuk dan ususnya dicurigai karena tendangan polisi. Pandu lagi balapan lari/lomba lari. Diamankan polisi dikira lagi balap liar. “ tulisnya.

Pandu yang sudah tidak mempunyai ayah dan ibu kemudian di tes urine dan dinyatakan positif menggunakan narkoba. Menurut @Mdy_Asmara1701 itu tidak masuk akal karena ia tahu jika Pandu adalah seorang atlet.

“Lalu dibawa ke kantor polisi dan dinyatakan sepihak positif narkoba. Padahal pandu sendiri itu atlet, sering ikut lomba futsal marathon dll. Akhirnya pandu meninggal karna luka tsb.” pungkas postingan tersebut.

Tambahan keterangan di foto juga tertulis jika Pandu sebenarnya bercita-cita untuk melanjutkan studi di IPDN atau masuk TNI setelah lulus dari SMA.

Polres Asahan Bantah Tudingan Adanya Penganiayaan

Kasi Humas Polres Asahan Iptu Anwar Sanusi membantah penganiayaan terhadap Pandu. Menurutnya, mereka mendapat laporan dari masyarakat terkait adanya balapan liar pada Minggu, 9 Maret 2025. Petugas pun menuju lokasi untuk membubarkan kegiatan tersebut yang ternyata bukan balap liar melainkan balap lari.

Setelah semua bubar, polisi yang masih mengadakan patroli di sekitar TKP mendapati Pandu berbonceng empat dengan teman-temannya. Menurut polisi, motor dikemudikan dengan kencang dan zigzag. Polisi mencoba untuk menghentikan mereka. Karena kecepatan tinggi dan tidak terkontrol, Pandu yang ada di bangku paling belakang terlempar.

“Kendaraan tersebut kecepatan tinggi dan melaju secara zigzag, lalu personel mencoba untuk memberhentikan para pemuda tersebut. Namun para pemuda tersebut tidak mau berhenti dan tetap memacu sepeda motornya dengan zigzag,” ujar Anwar, dikutip Kumparan (12/3).

“Yang bersangkutan melompat ke arah kanan dan terjatuh telungkup ke tanah lalu Pandu Brata mencoba melarikan diri dan terjatuh lagi telungkup ke tanah,” tambahnya.

Akibat jatuh dari motor itu, Pandu mendapatkan luka di pelipis kanan. Polisi kemudian membawa Pandu ke Polsek Simpang Empat. Sebelum dijemput keluarga, Pandu sempat dibawa ke Puskesmas terdekat untuk diobati lukanya.

“Pada saat itu tidak ditemukan luka ataupun bengkak selain pelipis sebelah kanan luka, begitu juga pengakuan Pandu Brata kepada pihak keluarga yang bersangkutan tidak ada dianiaya petugas Polri, hal ini dibenarkan oleh keluarga,” bantah Iptu Anwar Sanusi.

Iptu Anwar Sanusi juga mengatakan jika mereka mempunyai rekaman CCTV yang membuktikan jika tidak ada penganiayaan yang dilakukan pada Pandu yang ternyata punya riwayat penyakit lambung.

“Iya dia ada riwayat penyakitnya, penyakit lambung. Wong anaknya dijemput keluarganya kok, baik-baik dari kantor (Polsek). Tidak masalah, ada CCTV-nya,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait POLISI atau tulisan lainnya dari Prihatini Wahyuningtyas

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Prihatini Wahyuningtyas & Dipna Videlia Putsanra