tirto.id - “Tentu posisi politik kami akan semakin kuat dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat jika seandainya Pak Jokowi mengambil Ketua Umum Pak Airlangga sebagai cawapresnya. Kami harus berjuang untuk mendapatkan posisi itu.”
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Ketua Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo, seperti dikutip Antara, Sabtu (7/4/2018). Pernyataan pria yang akrab disapa Bamsoet itu sejalan dengan keinginan Ketua Dewan Pakar Golkar, Agung Laksono yang mendorong agar Airlangga menjadi pendamping Jokowi.
Agung bahkan menyatakan, keinginan partai berlambang beringin itu telah diputuskan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar, Desember 2017. Agung mengklaim, salah satu alasan partainya memilih Airlangga karena menteri perindustrian itu dianggap cocok menjadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019.
Namun, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Sarmuji menegaskan, dalam Munaslub Golkar pada Desember 2017 tidak pernah ada keputusan mengusung Airlangga Hartarto sebagai calon wakil presiden dari Jokowi.
“Saya, kan, pimpinan Munaslub. Kan pimpinan Munaslub Pak Airlangga, [dan] saya. Enggak ada keputusan itu [Airlangga harus jadi cawapres Jokowi]. Konsiderannya hanya ketua umum,” kata Sarmuji kepada Tirto, Senin (9/4/2018).
Sarmuji menyampaikan hal itu sebagai respons atas pernyataan Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono yang menyatakan dalam Munaslub Golkar, Desember 2017 telah menetapkan Airlangga sebagai ketua umum Golkar dan cawapres Jokowi.
Menurut Sarmuji, mekanisme pemilihan cawapres di Golkar dilakukan terpisah dengan Munaslub. Bisa di Rapat Pleno DPP Golkar, Rapimnas, atau Rapimnas saat memberikan mandat khusus kepada ketua umum terpilih untuk menentukan cawapres.
Namun, menurut Sarmuji, sampai saat ini belum ada pembahasan di DPP Golkar untuk menggelar Rapimnas atau Rapat Pleno penentuan cawapres dari Golkar. Sebab, menurutnya, mekanisme tersebut baru dibahas jika terdapat desakan dari kader agar partai mengusung cawapres.
“Sampai saat ini belum ada. Kalau diperlukan bisa dibahas bulan-bulan Juni," kata Sarmuji.
Berbeda dengan Sarmuji, Ketua DPP Golkar, Yahya Zaini justru mendukung pernyataan Agung Laksono. Menurut Yahya, dalam Munaslub memang terdapat kesepakatan untuk mengusung Airlangga sebagai cawapres dari Jokowi.
“Salah satu pertimbangan memilih Pak Airlangga memang karena digadang jadi cawapres Pak Jokowi," kata Yahya pada Tirto.
Menurut Yahya, saat Munaslub, sosok yang paling dekat dengan Jokowi hanya Airlangga di antara sosok lain di Partai Golkar dengan posisinya sebagai menteri perindustrian. Selain itu, kata Yahya, latar belakang Airlangga sebagai profesional sangat pas untuk menjadi cawapres untuk mendampingi mantan wali kota Solo tersebut di Pilpres 2019.
Kedekatan tersebut, juga tercermin dari pertemuan Airlangga dengan Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 24 Maret lalu. Menurutnya, pertemuan tersebut sangat berbeda dengan pertemuan ketua umum partai lainnya dalam rangka agenda pemerintahan.
“Kalau itu, kan, informal. Lebih terlihat dekatnya dari ketua umum partai lain. Gayanya juga sudah seperti kawan lama," kata Yahya.
Yahya mengatakan bila dibandingkan dengan ketua umum partai lainnya, Airlangga lebih unggul secara basis massa sebagai ketua umum Golkar yang memiliki 15 juta pemilih dan peraih kursi terbanyak kedua di parlemen.
"Secara chemistry dan elektabilitas sudah pas. Langkah Pak Airlangga jadi cawapres Jokowi semakin mulus," kata Yahya.
Golkar Serahkan Keputusan Cawapres Pada Jokowi
Sosok Airlangga mulai jadi perbincangan sebagai cawapres Jokowi setelah dirinya memberikan pidato di Rakernas Golkar, 23 Maret 2018 lalu. Saat itu, ia menyatakan Jokowi telah nyaman dengan Golkar.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie juga memberikan isyarat bahwa Golkar akan mendukung Airlangga sebagai cawapres untuk Jokowi. Sebab, menurutnya, hanya menteri perindustrian tersebut yang paling bisa selaras dengan visi dan misi Jokowi.
Upaya menjadikan Airlangga sebagai cawapres Jokowi ini tidak dibantah oleh Ketua DPP Golkar, Zainudin Amali. Namun, partai berlambang beringin itu menyerahkan sepenuhnya keputusan cawapres kepada Jokowi.
"Beliau kami berikan kesempatan seluasnya untuk memilih pendamping yang sesuai dengan kebutuhan beliau. Jadi kami tidak akan memaksa,” kata Zainudin kepada Tirto.
Saat ini, kata Zainudin, Golkar lebih fokus untuk suksesi Pilkada serentak 2018 dan Pileg 2019. Menurutnya, kemenangan maksimal di dua momen politik tersebut sangat berimbas pada suara Jokowi di Pilpres 2019.
"Apabila kemudian Pak Jokowi mempertimbangkan akan meminta dari Golkar maka tentu kami siap dan yang paling pantas adalah pimpinan partai," kata Zainudin.
Sejauh ini, Jokowi memang belum memutuskan siapa yang akan menjadi pendampingnya di Pilpres 2019. Partai politik pendukung Jokowi, mulai dari PDIP, Hanura, PPP, Nasdem, Perindo, hingga PSI bahkan belum bersepakat siapa nantinya yang akan mendampingi Jokowi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz