Menuju konten utama

Untung Rugi Parpol Usung Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019

Peluang Gatot Nurmantyo maju di Pilpres 2019 tidak mudah mengingat semua parpol masih berhitung untung-ruginya.

Untung Rugi Parpol Usung Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019
Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menghadiri peringatan Hari Tata Ruang Nasional 2017 di Gedung kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (14/11). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - “Beliau menyampaikan, kalau nanti mau bergabung, saya [Prabowo Subianto] terbuka.”

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyampaikan hal tersebut saat berdiskusi dengan media massa, di Jakarta Selatan, Kamis malam (29/3/2018). Gatot mengatakan, pernyataan itu disampaikan Prabowo Subianto saat bertemu dengan dirinya beberapa waktu lalu.

Saat itu, Gatot memang belum memberikan jawaban tegas terhadap ajakan Prabowo untuk bergabung dengan partainya. Hal ini disebabkan karena Gatot masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif dan tak mungkin berpolitik praktis.

Sejak resmi pensiun sebagai prajurit per tanggal 1 April 2018, Gatot pun kembali digadang-gadang terjun ke dunia politik. Beberapa pihak menginginkan agar jenderal purnawirawan itu maju sebagai calon presiden di Pilpres 2019. Akan tetapi, jika Gatot mengambil pilihan itu, maka langkah Gatot tentu tak mudah.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Andre Rosiade mengatakan, pihaknya menghormati keputusan apapun yang nantinya diambil Gatot. Andre menegaskan, pilihan Gatot menjadi calon presiden atau tidak tentu tak akan berpengaruh pada Partai Gerindra.

“[Karena] kalau calon presiden, kami sudah punya jagoannya, Prabowo Subianto. Jadi kalau Pak Gatot ingin nyalon presiden dari Partai Gerindra, enggak mungkin,” kata Andre kepada Tirto, Senin (2/4/2018).

Yang ditawarkan oleh Gerindra adalah Gatot mengambil pilihan politik sebagai calon wakil presiden. Akan tetapi, pilihan ini juga belum tentu mulus mengingat Gerindra harus memenuhi kriteria pencalonan presiden dan wakil presiden sebanyak 20 persen jumlah kursi di parlemen. Gerindra yang hanya mempunyai 13 persen pun harus berkoalisi dengan partai lain.

“Tentu Pak Gatot juga masuk ke daftar wakil presiden [Pak Prabowo] seperti yang lain, hanya saja keputusannya bukan di kami. Keputusan nanti akan dibahas oleh Pak Prabowo dan pimpinan partai koalisi,” kata Andre.

Spanduk bertuliskan Gatot sebagai pemimpin yang diharapkan pada periode 2019-2024 sudah membentang di pagar pinggiran Jalan Pegangsaan Barat, Cikini, hari Minggu (1/4/2018). Meski begitu, Andre menegaskan, sampai sekarang, pihaknya belum mendengar Gatot akan masuk ke dalam urusan politik, apalagi bergabung dengan Gerindra.

“Insyaallah pintu Partai Gerindra terbuka bila Pak Gatot ingin masuk sebagai kader Partai Gerindra. Beliau ‘kan salah satu putra terbaik bangsa, mantan Panglima TNI, tentu punya kapasitas yang mumpuni untuk berkontribusi dalam bangsa. Kalau kapasitas tentu tidak mungkin lagi meragukan Pak Gatot,” kata dia.

Andre mengklaim, partainya tidak terburu-buru untuk menggaet Gatot sebagai kader atau calon wakil presiden. Menurut dia, apabila memang Gatot ingin bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintah atau pendukung Joko Widodo, ia menegaskan Partai Gerindra tidak khawatir.

“Kami tentu dari awal sudah memikirkan menang/kalah. Karena itu, kami tidak khawatir Pak Gatot ingin bergabung dengan poros manapun,” kata dia. “Tapi pertanyaannya, memang kubu Pak Jokowi mau menerima Pak Gatot?” kata Andre balik bertanya.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menilai, Gatot tentu tidak akan bergabung dengan kubu pendukung Presiden Joko Widodo.

“Kalau merapat ke Pak Jokowi, pamor Pak Gatot malah akan menukik dan rendah,” kata politikus PKS ini.

Namun demikian, Mardani menegaskan, Gatot belum masuk dalam bursa calon presiden yang akan diusulkan oleh kubu PKS. Menurut dia, PKS yang hanya memiliki 7,1 persen suara harus berkoalisi dengan partai lain jika ingin mengajukan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019.

Untuk mengajukan nama capres dan cawapres, kata dia, PKS juga menimbang berkoalisi dengan PAN dan PKB. Kedua partai tersebut juga mempunyai nama capres, seperti Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar. Dengan jumlah kursi parlemen masing-masing 8,6 persen dan 8,4 persen, kedua partai tersebut mempunyai peluang lebih tinggi untuk mengusung capres daripada PKS.

Meski dekat dengan umat Islam, kata Ali Sera, usaha Gatot untuk menjadi capres tentunya sulit direalisasikan.

“Kalau Pak Gatot tertarik dengan siapa pun bebas. PKS pada posisi sesuai keputusan Majelis Syuro, mengusulkan 9 nama capres/cawapres: Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Tifatul Sembring, Salim Segaf Al Jufri, Muzammil Yusuf, dan saya sendiri,” kata dia.

Gatot Sulit Jadi Capres

Elektabilitas Gatot sebagai capres memang terbilang tinggi secara urutan. Nama Gatot berada di posisi nomor 3 setelah Joko Widodo dan Prabowo Subianto berdasar survei Populi Center di medio Februari 2018. Meski ada nama SBY di atas Gatot, tetapi SBY tidak mungkin kembali menjadi capres pada 2019.

Permasalahannya, nama Gatot hanya muncul di pikiran 2 persen orang yang menjadi sampel survei Populi Center. Nama Jokowi melambung di atas 50 persen, sedang Prabowo di atas 15 persen. Meski secara ranking cukup tinggi, nama Gatot sebenarnya tidak begitu populer sebagai calon presiden.

Gatot cenderung mempunyai statistik lebih baik sebagai cawapres. Sebanyak lebih dari 5 persen orang yang dijadikan sampel oleh Populi Center menganggap Gatot layak menjadi cawapres selain Jusuf Kalla.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyatakan, Gatot memang lebih sulit untuk menjadi capres. Hal ini dikarenakan peluang terbesar justru ia bergabung dengan Partai Gerindra, atau membuat poros ketiga. Bila bergabung dengan Gerindra, kata Hendri, tentu Prabowo harus mengalah demi Gatot.

“Gerindra harus punya alternatif jika Pak Prabowo memang tidak mau maju. Paling mungkin dia memang ke Gerindra atau PKS,” kata Hendri.

Bila pilihannya menjadi cawapres, kata Hendri, Gatot harus bergabung dengan kubu Jokowi untuk memenuhi tujuannya itu. Sebab jika memilih untuk menjadi cawapres Prabowo, kata Hendri, tentu kedua sosok dari kalangan militer sulit untuk menang.

Sedangkan bila maju dari Demokrat, kata Hendri, pilihannya adalah menjadikan Tuan Guru Bajang sebagai capres dan Gatot sebagai wakilnya. Namun, kata dia, Partai Demokrat juga harus berkoalisi, sehingga jalan Gatot menjadi cawapres tentu sulit.

“Yang lainnya kurang kuat. Jika mengalah menjadi cawapres, pasti Gatot harus bergabung dengan Jokowi yang sudah tinggi elektabilitas dan pengalamannya,” kata Hendri menambahkan.

Kendati demikian, Hendri memandang, masyarakat sedang merindukan dipimpin kembali oleh sosok yang tegas dari golongan militer. Selain itu, masyarakat juga ingin sosok baru yang berbeda dari sekarang, dan dekat dengan umat Islam.

“Memang kalau Pak Gatot bersama dengan Jokowi, poin 1 dan 3 bisa terpenuhi, tapi poin 2, butuh pimpinan baru, tetap tidak terpenuhi,” kata dia.

Melihat tantangan itu, kata Hendri “bisa jadi nanti ada poros ketiga sehingga persaingannya Gatot-Prabowo-Jokowi.”

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz