Menuju konten utama

Unggah Foto Pasangan Lagi Mojok, Apa yang Dibidik Ridwan Kamil?

Ridwan Kamil ada kecenderungan membidik suara pemilih religius-konservatif dalam Pilgub Jabar 2018.

Unggah Foto Pasangan Lagi Mojok, Apa yang Dibidik Ridwan Kamil?
Bakal calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan bakal calon Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum berpose usai pendaftaran pasangan calon Pemilu gubernur Jawa Barat 2018 di Kontor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/1/2018). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

tirto.id - Pada akhir Desember 2017, mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur (UPN Jatim) membuat heboh dengan kampanye "CELUP" atau Cekrek, Lapor, Upload.

Konsepnya sederhana: siapa saja yang melihat orang berpacaran di ruang publik dan tidak suka dengan itu, maka ia bisa melapor ke CELUP lewat akun LINE. CELUP akan mengunggahnya ke Instagram.

Mereka mengklaim kampanye semacam ini dalam rangka "mencegah tindakan asusila," tapi mereka yang terlibat dalam "CELUP" membatalkan kampanye ini karena ditekan banyak pihak. CELUP dinilai terlalu usil karena mencampuri urusan pribadi orang lain meski Fadhli Zaky, koordinatornya, membantah.

Dalam konteks yang berbeda jelang Pilkada 2018 di Jawa Barat, salah satu calon gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil melakukan kampanye serupa.

Pada Jumat (2/3), Ridwan Kamil mengunggah dua foto di akun Instagram di kawasan hutan mangrove Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, dengan latar dua orang muda-mudi.

"Jam 3 siang, blusukan kampanye jalan kaki di hutan Mangrove Muara Gembong Kab Bekasi. Tiba-tiba ada yang lagi mojok syahdu di kebon, yang tercyduk kekuatan hengpon jadul minceu babang tamvan: "Cekrek..cekrek...Semoga segera menikah biar halal dan jangan lupa undang babang," demikian tulis Emil dalam keterangan foto yang ketika berita ini ditulis, Minggu (4/3/2018), yang sudah disukai sedikitnya 330 ribu kali.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu), Arfi Rafnialdi menjelaskan pasangan muda-mudi dalam gambar tersebut tidak keberatan aktivitas mereka direkam. Ia juga beralasan tidak ada niat buruk dari pengambilan gambar tersebut.

"Tidak ada suasana tegang, gaduh, apalagi sikap-sikap yang mengintimidasi dan mempermalukan kedua pasangan tersebut," kata Arfi kepada Tirto.

Ia menegaskan foto tersebut tidak berbeda dengan unggahan-unggahan Ridwan Kamil sebelumnya yang memang kerap menyinggung hal serupa dengan nada guyon.

Menyasar Pemilih Religius-Konservatif

Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardhi, mengatakan unggahan Ridwan Kamil di media sosial memang agresif. Wajah muda-mudi itu tidak ditampilkan. Namun unggahan ini memperlihatkan usaha menarik simpati pemilih dari kelompok religius-konservatif.

"Untuk menarik simpati pemilih religius yang konservatif, dan menganggap urusan pacaran adalah urusan publik," kata pria yang akrab disapa Dodi kepada Tirto, Sabtu (3/3/2018).

Dodi berkata, selama ini masyarakat sering mencampurkan urusan pribadi ke ranah publik. Dari sisi psikologi, konselor dan terapis dari San Jose, Sharon Martin, LCSW, menyatakan dalam PsychCentral bahwa orang yang sering melanggar batasan privasi orang lain cenderung manipulatif, narsisistik, dan punya kesadaran diri yang rendah. Cara pandang demikian lah yang dimanfaatkan Ridwan Kamil.

"RK menempuhnya sebagai salah satu cara menarik simpati dan menangguk dukungan. Rata-rata kandidat akan menggunakan cara itu sejauh bisa menambah suara," kata Dodi.

Menurut Ferdi Akbiyik dan Ahmet Husrev Eroglu dalam tulisannya bertajuk “The Impact of Local Political Applications on Voter Choices” memaparkan bagaimana berbagai faktor dapat mempengaruhi dukungan warga.

Kandidat dan partai politik memang harus membedakan pola kampanye sesuai dengan sosioekonomi suatu wilayah. Setiap wilayah memiliki permasalahan yang berbeda dan perlu pendekatan yang berbeda pula. Hal itu dapat mendongkrak peroleh suara. Menurut Direktur Lingkar Studi Informasi dan Demokrasi (eLSiD) Dedi Barnadi, karakter sebagian pemilihnya di Jawa Barat memang religius.

Survei Poltracking Indonesia soal elektabilitas kandidat gubernur dan preferensi pemilih Pilkada Jawa Barat 2018 menguatkan argumen Dodi. Dalam survei yang dilansir pada awal Desember tahun lalu, Ridwan Kamil dinilai sebagai calon gubernur yang paling religius dengan perolehan suara 33,6 persen. Pria kelahiran 1971 ini juga dinilai paling depan dalam membela Islam dibanding kandidat lain.

Namun, pendapat Dodi berbeda dengan pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing. Menurutnya foto tersebut multitafsir karena keterangan Ridwal Kamil pada foto tidak bisa serta merta dijadikan rujukan bahwa pasangan tersebut sedang berpacaran.

"Bisa saja mereka bukan pacaran tapi berteman, pertanyaan kita salahkah laki-laki dan perempuan yang belum menikah berteman? Kan tidak salah," katanya.

Konsekuensi dari tindakan dalam gambar yang multitafsir membuat respons orang akan berbeda-beda, bahkan ada yang mengkritik Ridwan Kamil. Salah satu komentator di Instagram misalnya merespons dengan menuliskan "offside". Akun @putribayu_ menyarankan agar sebaiknya Ridwan Kamil mencurahkan gagasan saja daripada mencampuri urusan pribadi orang lain.

Sebagai salah satu kandidat Pilgub Jawa Barat, aktivitas media sosial Ridwan Kamil di bawah pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua Bawaslu Jawa Barat Harminus Koto mengatakan siapa saja yang tidak suka dengan aktivitas kandidat, siapapun itu, baiknya melapor secara resmi ke Bawaslu Jabar.

"Media sosial itu didaftarkan di KPU, akunnya sebanyak lima tiap pasangan calon. Di luar itu kita juga mengawasi, patroli," kata Harminus kepada Tirto.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, Wahyu Setiawan, mengatakan bahwa gugus tugas atau tim bersama antara KPU-Bawaslu-Kementerian Komunikasi dan Informasi lah yang berwenang melakukan kajian. Mereka bakal menentukan apakah konten kampanye melanggar aturan atau tidak.

Gugus tugas ini akan berpedoman pada Pasal 68 ayat (1) huruf a-f Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 yang mengatur apa saja yang dilarang ketika berkampanye di sosial media. Di antaranya: mempersoalkan Pancasila dan UUD 1945; menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan; melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba; menganjurkan penggunaan kekerasan; dan mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum.

"Selain itu ada juga pemantauan Polri, dalam hal ini direktorat-direktorat yang fokusnya pada kejahatan siber," kata Wahyu.

Baca juga artikel terkait PILGUB JABAR 2018 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino