Menuju konten utama

CELUP Mengklaim Sudah Memikirkan Dampak Terburuk Kampanyenya

Penggagas gerakan Celup mengatakan mereka tidak bermaksud menyebar aib, tapi ingin mengembalikan ruang publik ke fungsi asalnya.

CELUP Mengklaim Sudah Memikirkan Dampak Terburuk Kampanyenya
Ilustrasi kampanye Celup. FOTO/Youtube

tirto.id - Fadhli Zaky, koordinator CELUP -- singkatan Cekrek, Lapor, Upload -- memberikan klarifikasi kepada Tirto terkait gerakan yang diusung oleh dirinya dan empat kawannya. Menurutnya apa yang mereka lakukan bukan untuk menyebarkan aib orang lain.

"Ini adalah gerakan kampanye sosial kami untuk mengembalikan fungsi ruang publik, bukan mengunggah dan menyebar aib orang-orang yang melakukan tindakan asusila," kata Mahasiswa desain komunikasi visual (DKV) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur (UPN Jatim) semester VII ini via sambungan telepon, Rabu (27/12/2017).

Kampanye ini sebenarnya sederhana saja. Jika melihat orang bermesraan di ruang publik, maka anda diminta memfoto orang itu, lalu mengirimnya ke official account CELUP -- dengan menambahkan sebagai teman terlebih dulu. Nantinya CELUP akan mengunggahnya ke akun sosial media mereka.

Pengirim diiming-imingi hadiah berupa voucher pulsa, gantungan kunci, dan kaos. Makin banyak mengirim foto makin besar kemungkinan memperoleh hadiah. Mekanisme ini diumumkan langsung melalui salah satu postingan di Instagram resmi, @cekrek.lapor.upload.

Menurut Fadhli, fokus dari gerakan mereka bukan lah orang-orang yang difoto, melainkan tempatnya. "Supaya pengelola tahu ada tempat-tempat yang potensial jadi tempat asusila, misal karena kurang cahaya," katanya. Karena fokus pada tempat, katanya, unggahan dari kontributor akan disensor.

"Tidak kami upload langsung, kami sensor dulu. Sekali lagi supaya pengelola tahu," katanya.

Ketika ditanya apa gerakan ini memikirkan implikasi paling serius baik terhadap mereka sendiri ataupun terhadap orang-orang yang fotonya diunggah, misalnya dipersekusi, Fadhli hanya menjawab bahwa mereka "sudah memikirkan dampak terburuknya," dan berkilah hal tersebut bukan niatan mereka.

"Kami sudah berpikir paling worst-case, sih. Tapi mau bagaimana lagi. Namanya eksperimen sosial, dan yang bergerak cuma lima orang," katanya.

Sudah ada 10 pengirim sejak gerakan ini diluncurkan pada Agustus kemarin. Dan sejak kritik meluncur deras karena gerakan ini dinilai tidak menghargai privasi orang lain, belum ada satu pun foto yang diunggah. "Sejak artikel dari plasticdeath muncul," katanya.

Plasticdeath adalah media di luar inisiator gerakan yang pertama kali menyebarkan informasi soal CELUP. Penulisnya, Detha Prastyphylia dan Bagoes Carlvito, menulis bahwa apa yang dilakukan CELUP bermasalah karena dapat melanggar Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi (UU ITE).

Baca juga:Lelah Pacaran Beda Agama, Aplikasi Kencan Seiman Solusinya

Dalam tulisannya, Detha dan Bagoes mengatakan bahwa inisiator CELUP melanggar Pasal 27 ayat (3) UU 11/2008 yang berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Selain itu menurut Detha dan Bagoes gerakan ini juga melanggar UU Pornografi Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi, "Setiap orang dilarang... membuat, ...menyebarluaskan... Pornografi…"

"Mengirimkan dan menyebarkan foto-foto yang mengandung muatan "tindak asusila" yang tujuannya justru untuk mengatasi tindak asusila menjadi sebuah hal yang tidak hanya paradoks, namun juga sekaligus melanggar hukum," katanya. CELUP juga dinilai sebagai pihak yang tidak berwenang menyebarkan, mendistribusikan, ataupun membagikan foto-foto yang mereka tuduh sebagai pelanggaran asusila.

Detha dan Bagoes juga menilai CELUP melanggar etika. "Menjadi sebuah ironi ketika kampanye CELUP ingin mengampanyekan anti-asusila agar tidak terjadi pelanggaran norma susila yang berlaku di masyarakat namun sembari melanggar etika dalam prosesnya."

Klarifikasi Soal Pencatutan Sejumlah Institusi

Fadhli juga memberikan klarifikasi terkait pencantuman beberapa logo institusi yang sangat familiar di poster mereka seperti Detik.com, Perpustakaan C2O Surabaya, Radiogasm, dan Aiola Eatery. Menurutnya pencatutan ini sebatas karena ketidaktahuan.

"Kami tidak tahu bahwa pencantuman tersebut harus kerja sama. Saya pikir mencantumkan logo [bisa dilakukan] setelah kami diliput. Kalau yang lain [non-media massa] sekadar tempelkan saja, sebab syaratnya memang mencantumkan logo," katanya.

Baca juga:Ibu Negara "Pacaran" dengan Anak SMA di Depan Jokowi

Beberapa institusi yang Tirto hubungi memastikan tidak ada kerja sama apapun dengan CELUP.

"Sangat-sangat tidak betul. Detik tidak merasa dihubungi sama sekali untuk kegiatan itu," kata Karel Anderson, Marcomm Manager Detik.com.

"Mereka memang pernah kami liput. Sepertinya mereka asal saja mencantumkan logo kami karena pernah kami naikkan kegiatannya," terang Corporate Communication Jawa Pos, Puspita.

Salah satu poster yang tercantum logo-logo tersebut menggambarkan seorang laki-laki memotret orang yang sedang pacaran—terlihat dari bubble logo love di tengah mereka—beredar di media sosial. Di bagian tengah poster itu tertulis jelas "Pergokin Yuk! Biar Kapok!" dengan warna huruf putih dan latar merah muda, lengkap dengan logo official account Facebook, Instagram, dan LINE mereka.

Infografik Revisi UU ITE

Bermula dari Tugas Kuliah

CELUP awalnya tugas kuliah yang diberikan Agustus kemarin. Dosen nanti akan menilai, termasuk ketika gerakan ini diimplementasikan. Fadhli menceritakan bahwa sebelum ramai-ramai seperti sekarang, mereka telah beberapa kali melakukan kampanye terbuka. Di antaranya di Taman Bungkul, Surabaya.

"Dan sepanjang itu tidak ada penolakan meski kami kampanye langsung," katanya.

Ia juga mengklaim telah melakukan eksperimen sosial terkait perbuatan asusila di ruang publik. Menurutnya selama ini otoritas yang berhak melakukan itu "tidak peduli karena menanggap itu bukan hak mereka dan perbuatan itu sudah biasa dilakukan."

"Ada juga peraturan pemerintahnya. Ada rambu-rambu "dilarang pacaran" sudah ditempel dimana-mana tapi tidak ada yang peduli," katanya. Atas alasan itu niat untuk menseriusi gerakan ini semakin kuat.

Setelah kejadian ini Fadhli belum bisa memastikan apakah gerakannya akan berlanjut atau tidak. "Masih dibicarakan dengan tim," kata Fadhli. "Orang-orang juga sudah malas dukung gerakan kami. Pasca diberitakan plasticdeath OA kita jadi penuh hujatan."

Baca juga artikel terkait PERSEKUSI atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino