tirto.id - Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana mengatakan apabila Ujian Nasional (UN) dihapus ataupun dialihkan menjadi asesmen kompetensi, maka parameter penilaian peserta didik akan diserahkan secara otonom kepada masing-masing sekolah.
"Guru-guru bisa menentukan target-target kurikulum. Penentuan kurikulum ada di sekolah. Anak-anak tidak ditentukan pada satu atau beberapa mata pelajaran, lulus atau tidaknya," ujar Ade dalam sebuah diskusi, di Jakarta Pusat, Sabtu (15/12/2019).
Hal itu, kata Ade, bertujuan untuk melihat kualitas pendidikan secara komprehensif. Peserta didik dapat mengembangkan potensi-potensi dalam dirinya, sehingga kualitasnya menjadi lebih variatif saat hendak diaplikasikan dalam dunia kerja ataupun masyarakat.
"Misal anak-anak yang punya standar seni, matematika, sains, dan sebagainya. Sesuai bidangnya masing-masing. Ketika di dunia kerja, mereka bisa menjadi konten kreator, pebisnis, sehingga mereka bisa menjadi apa saja," ujar dia.
Ia mendaku wacana penghapusan atau pengalihan UN sudah melalui jajak pendapat dari berbagai pemangku kepentingan. Antara lain asosiasi guru, LSM, lembaga pendidikan. Termasuk hasil evaluasi dari Programme for International Student Assessment (PISA).
Terlebih lagi hasil PISA Indonesia pada 2018 terbilang mengecewakan. Indonesia berada pada peringkat 10 terbawah dari 79 negara dalam kategori matematika, literasi, dan sains.
Penurunan PISA, menurut Ade, disebabkan karena kecenderungan menghafal yang dilakukan pada proses belajar mengajar. Peserta didik sukar menganalisis kasus. Hal-hal semacam ini yang menjadi salah satu upaya munculnya wacana penghapusan atau pengalihan UN.
"Ini yang menjadi penting karena Kemendikbud ingin ciptakan suasana sekolah yang happy. Merdeka belajar itu bahwa pendidikan itu harus ciptakan suasana yang membahagiakan bagi guru, peserta didik, orangtua dan semua umat," tutup dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz