tirto.id - Umat Hindu Dharma di 1.480 desa adat (desa pakraman) Bali serempak menggelar ritual Tawur Kesanga, Senin (27/3/2017). Tawur Kesanga adalah ritual suci sehari menjelang perayaan Hari Suci Nyepi yang kali ini terjadi pada Tahun Baru Saka 1939.
Tawur Kesanga di Bali dilaksanakan berjenjang, mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/kota, kecamatan, desa, dusun hingga tingkatan rumah tangga yang berakhir pada sore hari.
"Kegiatan untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Penataran Agung Pura Besakih, kemudian dilanjutkan pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa adat dan berakhir pada tingkatan rumah tangga," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Senin (27/3/2017), seperti diberitakan Antara.
Ia mengatakan, kegiatan ritual secara serentak di seluruh desa adat di Pulau Dewata itu untuk menyucikan alam semesta beserta isinya dan meningkatkan hubungan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (Tri Hita Karana).
Sesuai pedoman yang dikeluarkan majelis tertinggi umat Hindu kepada seluruh desa pakraman, Tawur Kesanga yang diakhiri persembahyangan bersama itu dilakukan sesuai tingkatan masing-masing.
Untuk Tawur Kesanga di Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali timur, masing-masing kecamatan mengirim utusan untuk mencari air suci (tirta) guna selanjutnya dibagikan kepada seluruh umat di wilayahnya.
Untuk tingkat kabupaten melaksanakan kegiatan serupa dengan kelengkapannya mengambil lokasi di Kawasan Catur Pata (perempatan Agung) pada tengah hari sekitar pukul 12.00 WITA.
Sementara tingkat kecamatan menggunakan upakara Caru Panca Sanak, dilanjutkan di tingkat desa dengan menggunakan upakara Caru Panca Sata, serta di tingkat banjar menggunakan upakara Caru Eka Sata.
Ritual berakhir pada tingkatan rumah tangga pada sore hari dengan menggunakan banten pejati, Sakasidan, dan segehan agung cacahan 11/33 tanding.
Kegiatan tersebut dilanjutkan ritual Pengrupukan. Inilah pawai yang selalu meriah dihadiri massa, berupa arak-arakan ogoh-ogoh (boneka ukuran besar penjelmaan Buta Kala) oleh anak-anak muda.
Ogoh-ogoh yang diarak banyak yang sangat bagus dan indah penuh sentuhan nuansa seni rupa Bali yang menawan. Belum lagi seni tari dan seni karawitan yang menyertai perjalanan masing-masing ogoh-ogoh itu.
Pawai ogoh-ogoh dilakukan hampir di setiap desa pakraman di delapan kabupaten dan satu kota di Bali. Polda Bali mencatat sebanyak 7.079 ogoh-ogoh di seluruh Bali akan diarak pada malam pengerupukan sehingga memerlukan pengamanan dari polisi dan pecalang alias polisi adat, serta instansi terkait lain.
Ogoh-ogoh yang akan diarak itu paling banyak terdapat di Kabupaten Buleleng yakni (1.380), menyusul Kabupaten Gianyar (1.355), Kota Denpasar (1.121), Kabupaten Tabanan (894), Kabupaten Jembrana (645), Kabupaten Badung (532), Kabupaten Klungkung (400), Kabupaten Karangasem (380), dan Kabupaten Bangli (372).
Keesokan harinya, Selasa (28/3) umat Hindu melaksanakan ibadah tapa brata penyepian yakni empat pantangan yang meliputi amati karya (tidak bekerja atau melakukan kegiatan), amati geni (tidak menyalakan lampu atau api), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura.
"Pelaksanaan Catur Brata Penyepian itu diawasi secara ketat oleh pecalang di bawah koordinasi prajuru atau pengurus banjar setempat," ujar Ngurah Sudiana.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri