Menuju konten utama
Strategi Pendukung Ahok-Djarot

Totalitas Partai Pendukung untuk Memenangkan Ahok

Empat partai pendukung pasangan Ahok-Djarot menurunkan kekuatan penuh buat memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Mereka mengerahkan anggota DPR dan DPRD untuk terlibat kampanye di Ibukota.

Totalitas Partai Pendukung untuk Memenangkan Ahok
Basuki Tjahaja Purnama dan Dkarot Saeful Hidayat pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang diusung PDIP. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

tirto.id - Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama terus merosot elektabilitasnya. Hasil penilikan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, sejak Maret sampai November 2016, elektabilitas Ahok terus merosot. Pada Maret, LSI mencatat elektabilitas Ahok 59,3 persen. Namun, usai berembus tudingan penistaan agama, elektabilitas Ahok jatuh menjadi 24,6 persen.

Elektabilitas Ahok yang rendah pada November juga ditunjukkan oleh survei Poltracking Indonesia. Dari survei yang dilakukan pada 7 November 2016, tiga hari setelah “Aksi Bela Islam II”, elektabilitas Ahok hanya berada di angka 22 persen.

Penurunan tingkat keterpilihan Ahok, meski celah metodologi survei-survei itu bisa diperdebatkan, bikin partai-partai pendukung Ahok-Djarot mulai memutar otak mencari strategi paling jitu demi memenangkan pasangan Ahok-Djarot. Setidaknya dua partai pendukung, Golkar dan PDIP di samping Hanura dan NasDem, mengonfirmasi strategi apa yang tengah mereka jalankan.

Tubagus Ace Hasan Sadzili, sekretaris tim pemenangan Ahok-Djarot, mengatakan bahwa setiap partai pengusung akan mengerahkan kader-kader terbaik mereka di DPR untuk terjun langsung mengamankan Ahok. Khusus untuk Partai Golkar, yang merupakan partainya Ace, mereka sudah memerintahkan setiap anggotanya menjadi penanggung jawab pemenangan di tiap kelurahan di Jakarta.

“Mereka nanti yang akan mengidentifikasi kader sampai ke tempat pemungutan suara. Dan di tingkat kelurahan, ada penanggungjawab yaitu anggota DPR RI,” kata Ace kepada Tirto.id, Rabu (7/12/2016).

Meski demikian, dari 91 anggota DPR-RI dari Fraksi Golkar, tidak semuanya diterjunkan. Beberapa anggota dari luar Jakarta, yang disibukkan gelaran Pilkada serentak 2017 di wilayah masing-masing, tidak dibebani tugas mengawal Ahok. Mereka diminta menjaga daerah pemilihan agar tetap menang.

“DPRD semuanya wajib. Kita tidak melakukan pembagian bagaimana dengan partai lain. Bagi kami semakin banyak, semakin baik,” kata Ace.

Setara Jumlah Kelurahan

PDI Perjuangan juga menggunakan strategi yang sama. Idham Samawi, pengurus pusat bidang kaderisasi, menjelaskan secara terperinci soal strategi itu. Sama seperti Golkar, masing-masing anggota DPR dari PDIP berjumlah 109 orang, diberi tanggungjawab pemenangan di setiap kelurahan.

Contohnya Idham sendiri sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Yogyakarta. Mantan Bupati Bantul ini diberi tugas menjadi penanggungjawab pemenangan Ahok di Pulogadung, Jakarta Timur. Idham ditandemkan dengan anggota dewan daerah atau kader PDIP setempat. Itu dilakukan agar gerakan ke akar rumput lebih maksimal.

“Kita ingin door to door langsung mendatangi warga,” ujar Idham.

Dengan asumsi anggota DPR dari PDIP 109 orang, Golkar 91, NasDem 35, dan Hanura 16, total anggota DPR yang dikerahkan maksimal 251 orang. Jumlah itu nyaris setara dengan jumlah keluruhan di Jakarta, yakni 265 kelurahan.

Jumlah itu belum termasuk anggota dewan DKI Jakarta dari PDIP (28), Hanura (10), Golkar (9), dan NasDem (5). Mereka juga diwajibkan menjaga daerah pemilihan masing-masing.

Pertemuan di Rumah Simpatisan

Idham mengungkapkan, pihaknya mendekati warga dengan cara menggelar rapat dan pertemuan di rumah simpatisan partai atau komunitas pendukung Ahok-Djarot. Pertemuan digelar terbuka dengan mengundang sebanyak-banyaknya warga untuk hadir.

Dalam pertemuan, Idham secara langsung menjabarkan kinerja Ahok-Djarot selama memimpin Jakarta. Prestasi Ahok-Djarot itu yang selalu disampaikan kepada warga untuk menyakinkan bahwa pasangan calon gubernur dan wagub itu layak dipilih kembali.

“Kita tidak banyak mengumbar janji. Sudah ada buktinya, hasil kerja selama ini. Itu yang kami ceritakan kepada warga,” ujar Idham.

Kegiatan itu dilakukan secara intens dan menyebar di masing-masing kelurahan. Menurut Idham, dalam sehari biasanya ada sekitar 20 kegiatan di seluruh Jakarta. Laporan itu dipantaunya lewat grup WhatsApps khusus pemenangan Ahok-Djarot.

Selain meluangkan waktu untuk menemui warga secara langsung, para anggota DPR juga harus mengeluarkan uang untuk membiayai pertemuan-pertemuan dengan warga. Beberapa dari mereka juga ada yang mendanai kegiatan dari uang sumbangan pendukung Ahok-Djarot.

HL Sidang Ahok

Strategi yang diceritakan oleh Ace dan Idham memang terjadi. Sejumlah warga yang ditemui reporter Tirto.id membenarkan ada anggota DPR yang terjun langsung bertemu warga Jakarta.

Joko Nugroho (43), warga Kelurahan Pulogadung, mengatakan pernah mengikuti kegiatan tim sukses Ahok-Djarot. Acaranya sederhana, berkumpul di rumah seorang warga dan diikuti tak lebih 50 orang.

“Bulan Oktober kemarin saya ikut. Ada pertemuan begitu. Saya tidak hafal siapa saja yang hadir, tapi katanya dari anggota dewan pusat,” kata Joko kepada Tirto.id saat ditemui di sebuah warung, pada Minggu (11/12/2016).

Joko membeberkan, pada pertemuan itu tidak ada pembagian uang atau barang agar memilih Ahok. Warga hanya mendapatkan konsumsi berupa nasi kotak.

Hal serupa diungkapkan oleh Ade Herman, warga Cakung, Jakarta Timur. Dia membenarkan ada pertemuan tim sukses Ahok yang menghadirkan anggota DPR. Namun dia tidak mengetahui secara persis bagaimana pertemuan dilakukan.

“Saya enggak ikut. Tapi saya lihat pulangnya mereka bawa bungkusan. Kalau di dalamnya apakah ada amplopnya, saya enggak paham itu,” ujar Herman.

Meniru Strategi Pemenangan Jokowi 2012

Strategi yang digunakan partai pendukung Ahok-Djarot bukanlah strategi baru. Pada Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu, strategi itu sudah pernah dipakai untuk memenangkan Jokowi-Ahok yang waktu itu berduel di putaran kedua melawan petahana Foke-Nara.

Saat itu semua anggota DPR diterjunkan ke Jakarta untuk memenangkan Jokowi. Tak hanya anggota DPR, bahkan anggota dewan daerah tingkat provinsi dan kabupaten di luar Jakarta juga diterjunkan ke ibukota.

Misalnya anggota dewan Yogyakarta, Dwi Wahyu, dan beberapa pengurus PDIP Yogyakarta, mereka pernah ditugaskan ke Jakarta pada 2012. Setiap anggota DPRD ditugasi mengamankan suara Jokowi di setiap kampung hingga tingkat rukun warga dan rukun tetangga.

“Memang ini seperti yang sebelumnya waktu memenangkan Jokowi. Mesin partai benar-benar kita maksimalkan untuk bekerja,” ujar Idham.

Pembedanya dengan sekarang pada pengawalan kandidat. Pada 2012, Jokowi-Ahok tak mengalami penolakan di lokasi-lokasi kampanye, tidak seperti sekarang saat pasangan Ahok-Djarot perlu dikawal oleh para kader partai.

Eva Kusuma Sundari dari PDIP, yang menangani kaderisasi partai, mengatakan bahwa secara bergilir setiap partai pendukung mengawal kegiatan Ahok ketika blusukan ke kampung-kampung. “Kita keroyokan. Misalnya hari ini PDI Perjuangan, nanti jam 2 bisa gantian dengan Golkar. Itu untuk yang blusukan,” kata Eva.

Sementara itu, juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot, I Gusti Putu Artha, mengatakan bahwa strategi itu tak sepenuhnya sama. Ada juga yang berbeda dengan kampanye sebelumnya. Khusus untuk Rumah Lembang, lokasi tim kampanye Ahok-Djarot misalnya, lebih banyak kegiatan menerima para pendukung bertemu Ahok setiap hari, mulai pukul 08.00 hingga 12.00.

“Kami mengundang warga datang ke sini. Bisa berdialog langsung dengan Pak Ahok. Kalau strategi yang lain, kita tidak bisa ceritakan. Namanya juga strategi. Yang jelas kami tidak akan bicara soal isu penistaan agama, kami fokus pada apa yang sudah dikerjakan Pak Ahok selama ini,” kata Putu Artha.

Kekuatan penuh yang ditunjukan tim sukses Ahok-Djarot dan partai pendukungnya memperlihatkan mereka tak mau kehilangan kekuasaan di jantung ekonomi dan politik Indonesia. Mereka tak ingin kekalahan seperti yang menimpa Fauzi Bowo, saat itu diusung Partai Demokrat, dalam Pilkada 2012 mendera Ahok. Kekuasaan Demokrat menyusut seiring kekalahan dalam Pemilu 2014 . Itu sekaligus menggerus dinasti politik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam sejumlah survei terbaru untuk Pilkada Jakarta 2017, pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni menempati urutan pertama, sinyal bahwa putra Yudhoyono mulai mendapatkan keuntungan dari sentimen agama dan rasial yang menguat karena ucapan soal al-Maidah ayat 51. Karena itu strategi menerjunkan para penggawa politik di DPR RI menjadi salah satu pilihan untuk menyelamatkan Ahok dari kekalahan.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Indepth
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam