tirto.id - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri saat ini masih memeriksa secara mendalam keterlibatan tersangka Siti Sundari Daranila (51) dalam kasus ujaran kebencian, termasuk untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan pelaku lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul dalam pesan singkat, di Jakarta, Minggu (17/12/2017). “Masih diperiksa secara intensif,” kata Martinus.
Belajar dari kasus ujaran kebencian yang dilakukan Siti, kata Martinus, pihaknya mengimbau masyarakat untuk lebih cerdas dan bijak dalam menggunakan media sosial agar keutuhan bangsa tetap terjaga.
“Masyarakat diimbau untuk lebih cerdas, bijak dan bermartabat dalam menggunakan media sosial,” kata dia.
Siti Sundari Daranila merupakan tersangka kasus ujaran kebencian dan SARA terhadap Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Presiden Jokowi melalui akun Facebook miliknya. Tersangka Siti adalah pemilik akun facebook Gusti Sikumbang dengan url https://www.facebook.com/profile.php?id=100013413402966).
Dia ditangkap polisi di rumahnya di Pasar Gelombang Nomor 82 Nagari Kayu Tanang Kecamatan 2X11 Kayu Tanang, Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatra Barat pada Jumat (15/12/2017).
Terkait kasus ini, Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net), Damar Juniarto menilai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19 tahun 2016 sekarang terlalu mengontrol masyarakat.
Damar menjelaskan, banyak perspektif hukum yang bisa digunakan menyikapi UU ITE. Dalam pandangannya, tidak semua kalimat atau unggahan yang mencantumkan suku, ras, agama, dan antar golongan dan bernada negatif, memenuhi unsur ujaran kebencian seperti yang diatur di Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Dalam kasus yang melibatkan akun Facebok milik Siti Sundari, misalnya. Dalam unggahannya, istri Panglima TNI disebutkan bernama Lim Siok Lan (nama yang lazim digunakan orang Tionghoa) dan kemudian memberi keterangan ‘'Kita pribumi rapatkan barisan. Panglima TNI yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto…’
Arti kalimat tersebut sebenarnya tidak jelas tujuan dan maksudnya. Damar berpendapat bahwa apabila unggahan itu berpotensi untuk menurunkan reputasi Hadi sebagai Panglima TNI, tentunya tidak bisa dikatakan sebagai ujaran kebencian.
Bila memang ujaran kebencian, dalam pandangan Damar, seharusnya kalimat tersebut memuat ajakan untuk bergerak melakukan sesuatu, utamanya kekerasan atau menghina etnis tertentu.
“Saya melihatnya di poin UU ITE tidak efektif karena seringkali masih keliru campur aduk antara penghinaan seseorang dan ujaran kebencian,” katanya ketika dihubungi Tirto, Sabtu (16/12/2017).
Dengan adanya pemidanaan ujaran kebencian, meski seharusnya yang dimasukkan adalah pencemaran nama baik. Hal ini, menurut Damar memicu munculnya pandangan di masyarakat bahwa cara ini adalah bagian pemerintah untuk membungkam masyarakat, utamanya kelompok anti-pemerintah.
Masyarakat menjadi tidak jera karena yang ditangkap merasa melakukan tindakan heroik sebagai individu yang berani bersuara kritis terhadap pemerintah.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz