tirto.id - Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyatakan hasil riset ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ yang diluncurkan pada Agustus 2021 adalah valid dan sah.
“Hasil riset tersebut adalah valid dan sah, karena sumbernya didapat secara legal dan dari sumber resmi,” kata Fatia di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.
Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
“Itu [riset] adalah iktikad baik agar publik bisa mengetahui situasi riil yang terjadi di Papua atas hasil temuan dan juga telah melewati pre-review yang itu sudah cukup [untuk] dikatakan sebagai sebuah riset yang biasa dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil,” ucap Fatia.
“Tidak bisa serta-merta riset ini dikatakan ‘gadungan'," lanjutnya.
Fatia mengatakan tujuan riset yang dilakukannya untuk membongkar praktik bisnis tambang emas di Bumi Cenderawasih berdampak kepada pelanggaran hak asasi.
“Bahwa riset tersebut bertujuan menyampaikan kepentingan publik terkait situasi tambang-tambang di Papua yang akhirnya berdampak kepada pelanggaran HAM dan relasi banyaknya penerjunan militer di Papua,” katanya.
Fatia melanjutkan, hingga saat ini penerjunan tentara di Papua tak berdasar karena undang-undang Daerah Operasi Militer bagi Papua telah dihapuskan sejak tahun 1997.
“Sebetulnya yang dilakukan pemerintah terkait penerjunan militer bersifat ilegal,” pungkasnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto