tirto.id -
"Masih belum terjadi lonjakan-lonjakan tetapi perlu ada langkah mitigasi yang perlu diketahui masyarakat," ujar Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Rabu (29/11/2023).
Lebih lanjut Imran mengatakan bahwa mycoplasma pneumoniae (infeksi bakteri umum yang biasanya menyerang anak-anak) yang menjadi wabah di Cina termasuk golongan penyakit yang umum terjadi dan cenderung penyakit ringan.
"Kalau bicara tentang bahayanya, jauh lebih tinggi COVID. Selama ini mycoplasma penyebab pneumonia yang paling sering terjadi tidak sampai tinggi kematiannya," jelas Imran.
Rendahnya fatalitas penyakit mycoplasma pneumoniae ini menjadi salah satu alasan Kemenkes tidak akan memberlakukan larangan bepergian atau travel ban untuk negara-negara dengan kasus mycoplasma pneumoniae tinggi seperti Cina dan Belanda.
"Sesuai rekomendasi WHO tidak perlu memberlakukan travel ban ke negara yang terjangkit tetapi kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penumpang yang memiliki gejala-gejala penyakit seperti batuk dan demam," tutur Imran.
Selain itu, Kemenkes juga tidak akan memberlakukan karantina untuk pasien pengidap pneumonia. Kemenkes hanya merekomendasikan pasien untuk beristirahat sampai gejala penyakitnya reda.
Meskipun cenderung ringan dan tidak berbahaya, Kemenkes merekomendasikan langkah-langkah untuk mengantisipasi risiko penyakit pernafasan seperti mycoplasma pneumoniae sesuai anjuran WHO.
Rekomendasi tersebut antara lain pemberian vaksin untuk melawan influenza, COVID-19, dan patogen pernapasan lainnya jika diperlukan; menjaga jarak dengan orang yang sedang sakit; tinggal di rumah saat sakit; menjalani tes dan perawatan medis sesuai kebutuhan; memakai masker sebagaimana mestinya; memastikan ventilasi yang baik; serta menerapkan perilaku pola hidup bersih dan sehat.
"Segera ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat jika ada tanda gejala, batuk dan/atau kesukaran bernapas disertai dengan demam," tutur Imran.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Maya Saputri