Menuju konten utama

Tak Ada Pengecualian, TNI & Polri Wajib Mundur Jika Maju Pilkada

Tugas baru Komjen Ahmad Luthfi di Kemendag dinilai tidak lepas dari nuansa politik jelang pendaftaran Pilkada 2024.

Tak Ada Pengecualian, TNI & Polri Wajib Mundur Jika Maju Pilkada
Baliho yang terpasang di pusat kota Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tampak bakal calon dalam Pilkada 2024. (ANTARA FOTO/Akhmad Nazaruddin Lathif)

tirto.id - Komjen Ahmad Luthfi, yang kini tengah diusung Partai Gerindra sebagai bakal calon gubernur di Pilkada Jawa Tengah 2024, sudah sepatutnya mundur dari institusi kepolisian. Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan antara individu yang hendak mencalonkan diri dengan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya ketika masih menjabat sebagai Polri.

Tapi sayangnya hingga hari ini, mantan Kapolda Jawa Tengah itu belum melepaskan jabatannya di kepolisian. Alasannya, karena Ahmad Luthfi belum memutuskan apakah akan menerima rekomendasi dari sejumlah partai untuk maju dalam Pilkada 2024.

"Belum, belum [dipastikan]" kata Luthfi usai menjalani upacara kenaikan pangkat di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2024).

Ahmad Luthfi memang tak lagi bertugas sebagai kepala polisi di Provinsi Jawa Tengah, namun ia justru dapat tugas baru baru di Inspektorat Jenderal di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Mutasi tersebut tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/VII/KEP/2024 yang ditandatangani oleh Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia Irjen Pol, Dedi Prasetyo, pada Jumat 26 Juli 2024.

Namun tugas baru Ahmad Luthfi di Kemendag, dinilai tidak lepas dari nuansa politik. Apalagi diketahui Ahmad Lutfi merupakan sosok yang juga cukup dekat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Bisa jadi, ini juga merupakan bentuk cawe-cawe Jokowi melalui orang dekatnya untuk kemudian menghantarkan Ahmad Luthfi ke kursi Jateng 1.

"Jadi jika kemudian tour of duty kali ini menimbulkan kecurigaan, konflik kepentingan dan lain sebagainya, tentu sangat wajar karena kemudian tidak ada urgensi profesional untuk alasan ini," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, kepada Tirto, Selasa (30/7/2024).

Di luar dari kepentingan politik, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, mengingatkan seluruh anggota Polri dan TNI jika memang menerima rekomendasi dari partai politik untuk maju Pilkada sudah seharusnya mengundurkan diri. Aturan ini jelas tertuang dalam dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal 7 ayat (2) huruf t UU Pilkada menyebutkan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan. Salah satunya wajib pengunduran diri dari jabatan sebelumnya.

"[Persyaratannya] menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota TNI, Kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan," ujar Idham kepada Tirto, Selasa (30/7/2024).

Penormaan tersebut, kata Idham, agak sedikit berbeda secara substantif dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 2 huruf d yang berbunyi: saat menerima rekomendasi dari partai politik untuk maju sebagai calon kepala daerah atau sebelum pendaftaran.

"Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tersebut dijelaskan larangan bagi anggota TNI menjadi anggota partai politik, berpolitik praktis dan ikut serta dalam kontestasi elektoral," kata dia.

Pelarangan tersebut, tertuang dalam Pasal 39 angka 1, 2, dan 4 yang berbunyi prajurit dilarang terlibat dalam: kegiatan menjadi anggota partai politik; kegiatan politik praktis; kegiatan bisnis; dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.

Sementara dalam UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia, pasal 28 menyebutkan bahwa Kepolisian bersikap netral dalam kehidupan politik dann tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Anggota Kepolisian juga tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.

"Anggota Kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian," kata Idham.

Apel kesiapan pengamanan Pemilu 2024 di NTB

Refleksi sejumlah anggota Polisi saat mengikuti apel kesiapan pengamanan Pemilu 2024 di lapangan eks Bandara Selaparang, Mataram, NTB, Senin (5/2/2024). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.

Tanpa Ada Pengecualian

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menegaskan secara aturan memang sudah jelas manakala ada TNI, Polri, hingga ASN yang ikut atau maju di pilkada harus mengundurkan diri. Hal ini berlaku untuk siapapun tanpa ada pengecualian sekalipun anggota TNI/Polri itu ditugaskan di kementerian atau lembaga.

"Siapapun saya tidak sebut nama. Itu diatur dalam UU apakah dia ada jabatan sipil dia pikul, ketika dia mendaftarkan harus ada surat pengunduran diri," kata Guspardi saat dihubungi Tirto, Selasa (30/7/2024).

Guspardi mengatakan, untuk saat ini memang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS memperbolehkan TNI atau Polri untuk menempati posisi di Kementerian Lembaga. Tetapi, ada batasan bagi TNI dan Polri untuk bisa ditempatkan di jabatan tertentu dan instansi pusat tertentu.

"Tidak ada pengecualian walaupun misalkan dia sekarang ini diminta Kementerian atau Lembaga. Sudah jadi keharusan bagi anggota TNI dan Polri yang maju dalam perhelatan pencalonan Pilkada mundur dari kesatuannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon. Itu sudah merupakan kebijakan keputusan diambil pemerintah bersama DPR," ujar Guspardi.

Annisa Alfath dari Perludem menambahkan berdasarkan PKPU Nomor 8 Tahun 2024, anggota TNI/Polri yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah memang harus mengundurkan diri secara tertulis.

Ini bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan antara individu yang hendak mencalonkan diri dengan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya.

"Perlu diingat bahwa TNI/Polri memiliki sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Selain itu, TNI/Polri seharusnya menjadi lembaga yang netral dari kepentingan politik," kata Annisa.

Sebagai catatan, kata Annisa, Indonesia pernah mengalami masa traumatis dengan adanya dwi fungsi ABRI, yaitu masa saat TNI/Polri dapat secara bebas menduduki jabatan politik sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai TNI/Polri. Akibatnya, terjadi adalah kekacauan politik, kesewenangan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus benar-benar memperhatikan hal ini, proses pencalonan kepala daerah, agar tidak terjadi hal-hal yang mengarah ke penyalahgunaan kekuasaan," jelas dia.

Apel gelar pasukan Polda Kalbar

Personel Dit Lantas Polda Kalbar memasangkan pita operasi di seragam rekannya sebelum mengikuti apel gelar pasukan di Polda Kalimantan Barat, Rabu (3/4/2024). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/wpa.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan salah satu semangat reformasi seharusnya memisahkan kerja-kerja yang punya bedil atau senjata untuk tidak masuk ke ruang-ruang sipil. Artinya, jika kemudian TNI/Polri mau maju dan menggunakan hak politiknya mereka harus keluar dan tidak bisa lagi bawa senjatanya.

"Itu kan logikanya yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Karena begitu yang bawa bedil masuk area sipil ya selesai lah permainannya. Siapa yang berani dengan membawa bedil," kata Kunto kepada Tirto, Selasa (30/7/2024).

Menurut Kunto, persoalan hari ini adalah bukan hanya soal semangat aturan atau hukum positif, tetapi filosofinya tidak dipahami secara mendalam oleh mereka yang ada di elit politik. Karena ini tercermin dari Ahmad Luthfi yang kemudian ditarik ke Kemendag, sehingga dari sana dia seolah olah disipilkan.

"Tapi kan pada prinsipnya dia bawa bedil kan. Dia masih bawa senjata dan itu akan jadi bermasalah ketika dia maju ke Jawa Tengah. Kalau pun dia maju ke Jateng harus mundur harus keluar melepaskan bedil dan seragamnya. Itu menjadi konsekuensi logis dalam semangat reformasi dan demokrasi jelas institusi negara tidak boleh cawe-cawe," pungkas Kunto.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto