tirto.id - Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, harga beras pada level konsumen mengalami kenaikan sebesar 18,44 persen atau nyaris 19 persen pada September 2023. Kenaikan tersebut terjadi juga pada tingkat penggilingan dan grosir.
“Di tingkat konsumen, kenaikan harga beras secara month to month (MoM)naik 5,61 persen, dan secara year on year (YoY) naik sebesar 18,44 persen,” kata Amalia saat konferansı pers di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Menurut data BPS, perubahan rata-rata harga beras terjadi di semua lini. Pada tingkat penggilingan, terjadi kenaikan secara MoM sebesar 10,33 persen dan 27,43 persen secara YoY. Sedangkan pada tingkat grosir, secara MoM terjadi kenaikan sebesar 6,29 persen, dan secara YoY terjadi kenaikan sebesar 21,02 persen.
Harga beras pada September 2023 di tingkat konsumen sebesar Rp13.799 per kg, di tingkat grosir sebesar Rp13.037 per kg, dan di tingkat penggilingan Rp12.708 per kg.
Kemudian, inflasi beras MoM pada September 2023, kata Amalia, merupakan yang tertinggi sejak Februari 2018.
“Pada September 2023, terjadi inflasi beras MoM sebesar 5,61 persen dengan andil MoM sebesar 0,18 persen,” ungkapnya.
Amalia menambahkan, kenaikan harga beras disebabkan karena berkurangnya pasokan akibat kemarau panjang, dan penurunan produksi karena efek El Nino.
Sebelumnya, Harga beras medium tembus Rp13.200 per kilogram (kg) seperti dipantau dari data panel harga pangan yang dilansir dari laman Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jumat (29/9/2023). Kenaikan tersebut melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah dalam Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 sebesar Rp10.900 sampai Rp11.800 per kg.
Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core) Eliza Mardian menuturkan, upaya pemerintah dalam menurunkan harga beras medium lewat operasi pasar melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) kurang manjur. Sebab, pemerintah secara jumlah dalam mengendalikan pasokan beras sangat sedikit, hanya sekitar 10 persen.
"Perihal operasi beras, kurang manjur mengatasi kenaikan harga ya karena pemerintah secara jumlah dalam mengendalikan pasokan beras sangat sedikit, kurang lebih hanya 10 persen saja. Sehingga untuk mengintervensi harga di pasar itu kurang signifikan," ucap Eliza saat dihubungi Tirto, Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Eliza menyebut, saat ini 90 persen suplai beras berada di tingkat rumah tangga petani, swasta atau penggilingan kecil dan besar. Namun sayangnya, data jumlah suplai beras di rumah tangga dan penggilingan kecil maupun besar, tidak ada yang riil atau nyata.
"Sayangnya data jumlah suplai beras di rumah tangga dan penggilingan kecil dan besar ini tidak ada yang real time di-publish. Akibat ketiadaan data yang akurat ini jadi menimbulkan ketidakpastian supply. Dalam kondisi ini sangat rentan spekulasi oleh pihak yang mencari rente di tengah krisis," jelasnya.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang