Menuju konten utama

Suara Emak-Emak Jangan Hanya Dimanfaatkan untuk Memenangi Pilpres

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Angraini mengatakan pasangan calon harus bisa meraih yang lebih luas dibandingkan isu domestik, sehingga tidak mempersempit peran perempuan.

Suara Emak-Emak Jangan Hanya Dimanfaatkan untuk Memenangi Pilpres
Peserta Aksi dari Barisan Emak-Emak Militan Indonesia menabuh panci di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2018). Aksi membawa dan menabuh panci yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga ini merupakan bentuk protes atas kenaikan harga bahan pokok atas kebijakan pemerintah. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yaitu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sama-sama akan membidik dukungan kaum perempuan atau emak-emak pada Pilpres 2019. Sayangnya, upaya itu dikritik Direktur Jurnal Perempuan, Atnike Nova Sigiro karena dinilai hanya untuk mendulang suara, tanpa melibatkannya dalam isu-isu strategis.

Menurut Atnike, keterlibatan emak-emak dalam dunia politik sebagai fenomena menarik. Akan tetapi, kata dia, keberadaan politik emak-emak ternyata tidak membawa dampak positif bagi pergerakan perempuan.

“Gejala ini memang bisa dilihat sebagai upaya untuk menarik dukungan dari segmen pemilih atau segmen politik tertentu dalam hal ini perempuan, meskipun menurut saya terminologi yang digunakan emak-emak, politik emak-emak itu sebetulnya menyempitkan makna dari politik perempuan yang selama ini diperjuangkan gerakan perempuan di Indonesia,” kata Atnike kepada reporter Tirto, Selasa (11/9/2018).

Atnike menilai, pelibatan perempuan dalam politik selama ini masih belum optimal. Pada Pemilu Legislatif (pileg) 2014, misalnya, peran perempuan hanya sebagai pelengkap atau syarat administratif untuk lolos syarat 30 persen saja.

Menurut Atnike, kaum hawa ini belum dilibatkan banyak dalam isu-isu strategis yang berkaitan dengan kehidupan perempuan. Ia mencontohkan soal pengesahan UU Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kesetaraan Gender, UU Penghapusan Kekerasan Seksual, atau RKUHP, khususnya yang mengatur soal pemerkosaan.

“Itu yang seharusnya menjadi agenda, tetapi soal segmentasi yang dilakukan dengan konsep politik emak-emak ke depan, saya lihat akan ada banyak upaya-upaya kampanye, upaya-upaya propaganda untuk menarik simpati pengelompokan, kelompok tertentu,” kata Atnike.

Kritik yang sama diungkapkan Direktur Eksekutif Perludem, Titi Angraini. Menurutnya, potensi emak-emak saat ini sebaiknya tidak hanya untuk meraih suara. Menurut dia, pasangan calon harus bisa meraih yang lebih luas dibandingkan isu domestik, sehingga tidak mempersempit peran perempuan.

“Jadi identifikasinya selalu kemudian domestifikasi atau ruang-ruang domestik perempuan. Seolah-olah kalau bicara harga-harga urusan dapur, itu semata urusan perempuan padahal harusnya itu scope-nya lebih luas daripada urusan dapur,” kata Titi kepada reporter Tirto, Selasa (11/9/2018).

Menurut Titi, peran perempuan sangat sentral dalam Pemilu 2019 mendatang, mengingat persentase suara perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada Pemilu emilu 2014 lalu. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang diterbitkan KPU juga menyatakan jumlah pemilih perempuan mencapai 50 persen dari jumlah suara.

Titi mengatakan, jumlah suara tersebut bisa diraup tim kampanye kedua pasangan calon apabila berkomitmen dalam pelibatan perempuan. Menurut Titi, beberapa parameter bisa digunakan untuk melihat komitmen paslon terhadap perempuan. Salah satunya dari keterwakilan perempuan dalam tim sukses atau visi-misi maupun program paslon untuk perempuan.

“Kalau memang mau berkontribusi pada partisipasi politik yang lebih substantif, ya dalam pandangan saya lagi-lagi jangan terjebak hanya sekadar perempuan sebagai lumbung suara, tapi bagaimana mentransformasi perempuan dari sekadar objek suara menjadi subjek,” kata Titi.

Bantah Hanya Sebatas Cari Suara

Ketua DPP Partai Gerindra Rahayu Saraswati membantah bila kubu Prabowo-Sandiaga hanya sebatas memanfaatkan emak-emak untuk mendulang suara. Menurut dia, pihaknya justru berusaha mengakomodir suara emak-emak yang notabene pendukung paslon yang diusung koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat itu.

“Kalau ada pandangan ini sebatas untuk mendapatkan suara, justru kebalik. Kami menyampaikan ada partai emak-emak karena memang banyak sekali pendukung Pak Prabowo-Sandi itu adalah emak-emak, ibu-ibu. Waktu di KPU, Mas Sandi menyampaikan bahwa jangan lupa dengan partai emak-emak,” kata Rahayu kepada Tirto.

“Istilahnya beliau me-recognize, merekognisi memberikan knowledgement bahwa memberitahukan pada ibu-ibu kalau mereka tidak dilupakan dan pasti akan didengar,” kata Rahayu menambahkan.

Rahayu mengatakan, pemerintahan saat ini masih belum menunjukkan komitmen untuk emak-emak. Ia mencontohkan, pemerintah mengurangi anggaran untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2018. Kemudian, pemerintah juga dinilai belum optimal dalam menyelesaikan masalah kematian ibu.

Rahayu mengatakan, pasangan Prabowo-Sandi akan menunjukkan komitmen mereka tidak sebatas emak-emak. Pihaknya justru mendengarkan aspirasi seluruh pihak sebelum mengambil kebijakan. Perempuan yang juga anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini menilai, pasangan yang diusung partainya akan mempertimbangkan aspek gender dan suara masyarakat sebelum mengambil kebijakan.

“Jadi ini bukan untuk menggaet suara mereka, karena ini program untuk mereka. Enggak. ini program untuk semua. Hanya karena ini dekat di hatinya ibu-ibu sehingga memang ibu-ibu harus paling depan untuk menyuarakan,” kata Rahayu.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago juga membantah kalau pihaknya sebatas mencari suara. Irma mengatakan, kubu Jokowi-Maruf Amin sudah berkontribusi nyata sehingga tidak mungkin hanya untuk mengerek suara emak-emak.

“Kami sudah punya program advokasinya, jadi kami enggak sekadar bicara, enggak sekadar wacana, enggak sekadar rencana, tapi memang sudah banyak yang dilakukan,” kata Irma.

Irma mengatakan, Jokowi sudah mengeluarkan banyak program yang nyata dirasakan publik. Program seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), program Madani untuk permodalan ibu-ibu usaha. Menurut dia, program itu sudah berjalan dan telah dirasakan manfaatnya olah para ibu-ibu.

“Jadi kalau mereka [pihak Prabowo-Sandi] mengklaim melakukan apa, melakukan apa selain mobilisasi? Selain menggembar-gemborkan relawan yang belum mengerjakan apa-apa untuk masyarakat? Kalau kami sih sudah kerja," kata Irma.

Irma menegaskan, pendirian posko relawan emak-emak seperti IJMA Perempuan atau Super Jokowi Maruf Amin dengan komitmen pemerintah kepada ibu-ibu. Ia menilai, para relawan berkontribusi untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf, tetapi program untuk ibu-ibu sudah dilakukan sejak lama dan berfokus untuk pembangunan bangsa.

“Harus dibedakan, karena relawan yang dibentuk dikerjakan untuk pilpres tapi banyak juga program-program yang dilakukan pemerintah sejak lama dalam program nawacita. Jadi harus dibedakan,” kata Irma.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz