Menuju konten utama

ESDM Serahkan Kasus Dugaan Korupsi PJUTS ke Penegak Hukum

Dugaan korupsi PJUTS tersebut terjadi pada 2020 di Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.

ESDM Serahkan Kasus Dugaan Korupsi PJUTS ke Penegak Hukum
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerahkan proses penyelidikan dugaan korupsi pengadaan penerangan jalan utama tenaga surya (PJUTS) kepada pihak penegak hukum. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, saat ditemui di Kompleks Parlemen usai rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (8/7/2024).

"Kita serahkan ke sekjen (Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM) dan (lembaga penegak) hukum proses administrasinya," ujar dia.

Meski begitu, Eniya enggan menjelaskan lebih lanjut soal dugaan korupsi yang baru diungkap pada Kamis (4/7/2024) lalu. Pasalnya, dia baru menjabat sebagai Direktur Jenderal sejak 14 Maret 2024.

"Saya baru menjabat 14 Maret, jadi enggak begitu tahu," imbuh dia.

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM akan sepenuhnya mendukung proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan pihak berwenang lainnya.

Sama halnya dengan Eniya, Agus juga enggan menjelaskan soal substansi yang menjadi akar masalah dugaan korupsi PJUTS ini.

"Kami tidak punya wewenang untuk menjelaskan karena ini menjadi tanggung jawab polisi," ujar Agus melalui pesan singkat kepada Tirto, Senin (8/7/2024).

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan penggeledahan untuk mencari alat bukti atas dugaan korupsi PJUTS tersebut. Penggeledahan dilakukan di kantor Direktorat Jenderal EBTKE.

"Betul, terkait penyimpangan yang diduga merupakan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan penerangan jalan umum dengan tenaga surya tahun 2020 di Ditjen EBTKE Kementerian ESDM," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, saat dikonfirmasi, Kamis (4/7/2024).

Arief menuturkan bahwa proyek itu semestinya dilakukan di sejumlah titik di Indonesia. Kemudian, ditemukan indikasi adanya ketidaksesuaian pelaksanaan hingga akhirnya ditemukan adanya indikasi pidana hingga naik ke tahap penyidikan.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan dalam kasus ini, proyek di wilayah tengah saja senilai Rp108 miliar. Sedangkan, proyek dibagi ke dalam beberapa tahapan, yakni barat, tengah, dan timur.

"Dugaan sementara, nilai kerugian Rp64 miliar," ucap Arief.

Nilai kerugian tersebut belum total keseluruhan. Arief menyebut pihaknya masih menghitung total persisnya dengan menggandeng ahli.

Sementara itu, dalam rapat dengan DPR pada Maret lalu, Eniya pernah mengungkapkan bahwa per Minggu (23/4/2024), sebanyak 21.112 unit PJUTS telah terpasang di 31 provinsi di seluruh Indonesia. Namun, di provinsi Papua Barat dan Papua Pegunungan, Sumatra Barat, Bengkulu, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Utara masih nihil.

Ada beberapa, di Sumatra Barat masih nol persen. Beberapa titik di Sulawesi bagian utara masih ada nol persen, Papua Barat nol persen dan Papua Pegunungan nol persen,” ujar Eniya dikutip Tirto, Senin (8/7/2024).

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi