Menuju konten utama

Studi Sebut Depresi, Stres & Cemas Berlebihan Melonjak Saat Pandemi

Menurut hasil studi, sebanyak 64,3 persen masyarakat mengalami cemas dan depresi akibat adanya pandemi COVID-19, 

Studi Sebut Depresi, Stres & Cemas Berlebihan Melonjak Saat Pandemi
Ilustrasi cemas. foto/istockphoto

tirto.id - Pandemi virus COVID-19 semakin meluas dan menjangkit hampir di seluruh negara di dunia. Di Indonesia, penambahan kasus setiap harinya semakin tinggi dan bertambah dengan cepat.

Hal tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat. Anjuran untuk tetap di rumah sebagai penerapan kebijakan physical distancing juga memiliki pengaruh secara emosional, karena tidak adanya interaksi sosial sehingga menimbulkan rasa bosan.

Semakin tingginya tekanan yang dirasakan saat pandemi akan semakin memperburuk kesehatan mental masyarakat.

Baru-baru ini Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei mengenai kesehatan jiwa masyarakat, melalui swaperiksa yang dilakukan secara daring.

Pemeriksaan dilakukan terhadap tiga masalah psikologis, yakni cemas, depresi, dan trauma psikologis.

Hasilnya, dari 1.522 responden, sebanyak 64,3 persen masyarakat mengalami cemas dan depresi akibat adanya pandemi COVID-19, sedangkan trauma psikologis dialami 80 persen dari semua responden yang melakukan swaperiksa.

Gejala gangguan kesehatan mental yang di alami tidak selalu sama. Gejala depresi utamanya adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah tidak bertenaga, dan kehilangan minat.

Gejala stres seperti merasa terus waspada, berhati-hati, berjaga-jaga. Selain itu ada pula gejala lain seperti mati rasa, ledakan kemarahan atau mudah kesal, sulit tidur, dan memiliki masalah konsentrasi.

Sementara itu, dikutip dari Jurnal Terbuka PLOS ONE, penelitian yang dilakukan oleh Jill Newby dan rekannya dari Universitas New South Wales di Black Dog Institute, Sydney, Australia, menyebutkan bahwa krisis kesehatan mental yang terjadi sebanyak 22 persen mengalami gejala sedang.

Sementara itu, 24,1 persen orang yang disurvei mengalami tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang cukup tinggi.

Penelitian tersebut dilakukan terhadap 5070 orang dewasa di Australia pada kurun waktu 27 Maret hingga 7 April 2020 yang dianggap sebagai puncak pandemi COVID Australia.

Orang-orang dengan riwayat gangguan kesehatan mental sebelumnya, memiliki diagnosis kesehatan mental seperti kecemasan dan ketakutan terhadap COVID-19 yang lebih tinggi pula.

Tingkat kekhawatiran masyarakat karena adanya pandemi ini juga meningkat, 78 persen responden dalam survei melaporkan bahwa kesehatan mental mereka memburuk sejak adanya wabah.

Seperempat atau 25,9 persen sangat khawatir tertular COVID-19, dan setengahnya atau 52,7 persen mengkhawatirkan keluarga dan teman mereka apabila tertular COVID-19.

Penelitian mengenai dampak kesehatan mental COVID-19 diperlukan untuk menginformasikan keputusan kebijakan, upaya pencegahan, serta program pengobatan yang harus dilakukan.

Dari berbagai survei yang telah dilakukan mengenai krisis kesehatan mental masyarakat saat pandemi, permasalahan tersebut tentunya menjadi momok yang menakutkan, karena kesehatan mental memiliki dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang dalam menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap mengendalikan diri dan berpikir positif agar terhindar dari gangguan mnetal, terlebih saat pandemi seperti ini dibutuhkan dukungan yang lebih banyak dari keluarga dan lingkungan.

Baca juga artikel terkait CEMAS SAAT PANDEMI atau tulisan lainnya dari Nirmala Eka Maharani

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Nirmala Eka Maharani
Penulis: Nirmala Eka Maharani
Editor: Yandri Daniel Damaledo