tirto.id - Motor saya bergetar kencang saat menuruni paving block menuju area parkir Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan. Saat hendak mengambil karcis parkir, di sebuah papan tertulis pengumuman bahwa sejak 18 Januari 2018 mobil wajib bayar parkir menggunakan OVO. Selain di parkiran, pengumuman yang sama juga tersebar di beberapa titik di dalam dan luar mal.
Dengan OVO, tertulis di papan itu, ongkos parkir cukup Rp1000. Di tempat lain bahkan hanya Rp1.
OVO adalah salah satu produk aplikasi finansial milik grup Lippo yang diluncurkan pada akhir 2016. Dalam menyelenggarakan program baru ini mereka bekerja sama dengan Sky Parking, perusahaan pengelola parkir di mal milik grup Lippo.
Meski telah diluncurkan sejak lebih dari setahun yang lalu, akan tetapi promosi spesifik seperti metode pembiayaan di parkiran ini baru diterapkan Lippo setidaknya sejak akhir tahun lalu. Kurangnya pemberitahuan membuat banyak orang bingung, bahkan ada pula yang protes.
Ernest Prakasa misalnya, pada 6 Februari lalu mencuit di Twitter kalau promosi ini tidak beda dengan pemaksaan, meski tidak akan membuat orang untuk tidak lagi datang ke mal. "Jadi ya, mau gimana lagi, dongkol tapi donlot juga," tulis komedian cum sutradara ini.
Saya mendatangi salah satu petugas parkir yang ada di mal yang mulai beroperasi pada 2012 ini. Katanya aturan ini tidak lantas membuat pengunjung tidak bisa bayar pakai uang tunai lagi. Namun tetap saja lebih rumit ketimbang transaksi di parkiran pada umumnya.
"Memang belum banyak yang tahu soal ini," kata petugas tersebut, tanpa mau menyebut namanya kepada Tirto, akhir pekan lalu.
Bagi yang belum mengunduh OVO di ponsel pintarnya tetap bisa bayar parkir dengan uang tunai, tapi tidak di gerbang keluar melainkan di pos Parking Payment Station (PPS) yang ada di dalam mal. Di sana petugas akan memindai karcis pengunjung. Transaksi terjadi di sini, dengan ongkos juga Rp1.000.
Bagi mereka yang tidak sempat bayar di pos PPS tetapi kadung ada di pintu parkir, maka pembayaran dilakukan seperti biasa dengan tarif normal.
Dari petugas salah satu pos PPS yang terletak di depan pintu masuk mal, saya tahu kalau mekanisme ini akan tetap dipertahankan sampai kira-kira informasi soal ini diketahui banyak orang. Katanya lagi, semua mal milik grup Lippo menerapkan aturan yang sama.
Tarif Rp1.000 hanya akan berlaku sampai 28 Februari. Setelahnya tarif normal.
Meski jadi kebijakan perusahaan induk, akan tetapi penerapan aturan secara spesifik tergantung pada manajemen mal masing-masing. Di Pejaten Village, mal yang juga dimiliki grup Lippo, aturan tidak hanya berlaku untuk pengendara mobil, tapi juga motor. Perbedaan lain, di mal ini tidak ada opsi untuk bayar tunai.
Pembayaran hanya bisa dilakukan lewat OVO atau pos PPS. Jadi pengendara yang sudah berada di pos keluar tapi ternyata tidak punya OVO terpaksa harus balik kanan mencari pos PPS.
Tidak ada petugas ketika saya mendatangi salah satu pos PPS. Di pos lain ada, tapi antreannya mengular. Setidaknya ada lima titik PPS yang saya temui, dan sebagian besar kondisinya serupa.
Sebetulnya bukan hanya pengunjung yang mengeluh. Petugas parkir pun demikian. Salah satu dari mereka bahkan merekomendasikan saya untuk menyampaikan keluhan ke customer service grup Lippo dan meminta agar sistem pembayaran parkir dikembalikan seperti semula.
Beda lagi dengan mal lain milik grup Lippo, Plaza Semanggi. Di mal berlantai enam tersebut sistem pembayaran ini belum diterapkan. Meski demikian papan promosi sudah terpasang di mana-mana.
Lippo Grup memang sedang menggencerkan penggunaan OVO. Di gerai Hypermart miliknya, Lippo juga memberikan iming-iming diskon bagi pemilik OVO. Diskon juga diberikan pada gerai-gerai lain milik Lippo Grup seperti Maxx Coffee, Foodmart, Siloam Hospital, First Media, Cinemaxx.
Fintech memang sedang menjadi incaran grup-grup konglomerasi besar. Selain Lippo, grup konglomerasi lain yang sedang menggencarkan Fintech adalah grup Djarum yang memiliki Kaspay dan Sakuku. Ada pula grup Salim melalui i.Saku. Masing-masing menerapkan strategi khusus untuk menggencarkan penggunaan fintech.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino