tirto.id - Dua tahun lalu, Apple memiliki masalah besar. Meskipun penjualan iPhone melesat menyentuh hampir 200 juta unit, namun lini bisnis komputer Mac jalan di tempat, yakni hanya terjual sekitar 12 juta unit per tahun. Tim Higgins, dalam analisisnya di The Wall Street Journal, menyebut bahwa stagnasi penjualan komputer Mac terjadi karena Apple mengandalkan Intel sebagai pembuat chip untuk pelbagai lini Mac mereka.
Masalahnya, setelah sukses besar merevolusi dunia komputer melalui 8008 dan Pentium, Intel seakan tak memiliki gairah hidup, tak memiliki gairah membuat prosesor baru yang kian mutakhir semenjak Paul Otellini, ahli ekonomi yang tak tahu-menahu soal teknologi, ditunjuk menjadi Direktur Utama Intel pada 2005. Meskipun Otellini akhirnya didepak untuk digantikan Brian Krzanich pada 2012, jati diri Intel keburu hilang dimakan zaman. Dimakan AMD yang kian menggurita di bisnis chip komputer melalui tangan dingin Lisa Su.
"[Prosesor Intel kala itu] benar-benar buruk. Dan ketika konsumen nomor satu Intel, teman-teman kami di Apple, menemukan cacat arsitektur dalam chip buatan kami, yang sialnya sama seperti yang kami temukan sendiri, Intel memang tidak mengarah ke jalan yang benar," ujar Francois Piednoel, mantan teknisi Intel.
Bertenaga Intel dan inovasi bodoh bernama "butterfly keyboard", deretan komputer Mac dari Apple gagal menarik hati masyarakat. Secara penjualan tertinggal jauh dari iPhone dan iPhone versi yang diperbesar, iPad.
Beruntung Apple memiliki Johny Srouji, mantan teknisi IBM dan Intel keturunan Arab-Israel yang mulai mengabdi untuk Apple sejak 2008. Dibantu teknisi-teknisi Samsung, Srouji berhasil mengembangkan chip "A" untuk Apple yang disematkan pada iPhone. Chip ini dikembangkan melalui rancang arsitektur ARM yang berhasil membuat iPhone dapat berjalan sempurna dengan "ruh"-nya, iOS.
Sejak 2015, Srouji ditarik Tim Cook, Direktur Utama Apple, ke dalam lingkar eksekutif Apple. Untuk mengatasi masalah stagnasi yang menyelimuti Mac, Cook meminta Srouji melakukan apa yang ia lakukan pada iPhone. Dengan terlebih dahulu mengakuisisi Palo Alto Semiconductor serta memberikan uang miliaran dolar, Tim Cook memintanya untuk membuat prosesor ala Apple bagi Mac. Sebuah prosesor yang dapat bekerja secara efisien, super cepat, dan mampu menjalankan aplikasi-aplikasi Mac berbasis prosesor Intel tanpa kendala--selain aplikasi asli (native-apps) berbasis prosesor Apple.
Dihantui sejarah buruk transisi Mac dari penggunaan prosesor PowerPC ke Intel pada 2006, masalah terjadi pula dalam pengembangan chip ala Apple yang dikembangkan Srouji karena bertahun-tahun telah nyaman menggunakan Intel. Namun, karena berpengalaman mengembangkan chip "A" bagi iPhone, pada awal 2020 Srouji berhasil merealisasikan kehendak Cook. Ia berhasil menciptakan chip "A" yang diperkuat, M1, untuk bersemayam dalam tubuh pelbagai lini komputer Mac.
Keberhasilan Srouji menciptakan M1 yang bertepatan dengan bermulanya pandemi Covid-19 membuat Apple khawatir tak bisa membebaskan masalah krusial yang menyelimuti Mac. Pandemi membuat pelbagai pabrik/manufaktur, khususnya di Asia, terpaksa menutup gerbangnya masing-masing. Covid-19 mengancam Apple tak dapat memproduksi M1 dan Mac secara massal. Nyatanya, ketakutan ini tak terbukti.
Pada 10 November 2022, Apple merilis M1 dalam tubuh Macbook Air dan Mac Mini. Dalam satu kuartal (kuartal 4-2020), produk ini terjual hampir 7 juta unit atau setara dengan setengah rata-rata penjualan Mac pra-M1. Kesuksesan yang menggiring Apple merilis versi pembaruan M1, yakni M1 Pro, M1 Max, dan M1 Ultra untuk disematkan dalam pelbagai lini Mac dan iPad.
Keberhasilan Apple merilis M1 di tengah-tengah pandemi jelas mencengangkan. Apalagi di saat hampir bersamaan, Sony gagal menyeimbangkan permintaan konsol baru mereka, PlayStation 5, hingga harganya sangat mahal.
Mengapa Apple berhasil atas M1 di tengah pendemi sementara Sony dengan PlayStation 5 gagal? Tim Cook, sang pengganti Steve Jobs, adalah jawabannya.
Sukses di IBM
"Timothy Donald Cook, merupakan pribadi yang tertutup," tulis Tripp Mickle dalam After Steve: How Apple became a Trillion-Dollar Company and Lost Its Soul (2022). Ketika Steve Jobs meninggal pada 2011, alih-alih ikut merenung dan menangis bersama sesama petinggi Apple, Cook memilih melangkahkan kakinya ke bekas ruangan Jobs di kantor Apple untuk terdiam sendirian.
Cook lahir di Mobile pada 1960 serta tumbuh di Robertsdale, keduanya di Alabama. Ia merasa berbeda dengan lingkungannya yang diisi kaum kulit putih yang patuh terhadap gereja, mengecam keras penyimpangan agama, khususnya rasa suka terhadap sesama jenis. Cook tak pernah mengaku kepada orang tua ataupun teman dekatnya bahwa dia adalah seorang gay. Status yang menyebabkannya menjadi pribadi tertutup.
Dari ketertutupan ini, ia tumbuh sebagai anak muda yang "tak terlihat" dalam lingkungan pertemanan. Keadaan ini membuatnya memilih fokus pada pendidikan hingga dijuluki "si rajin" dari sekolah. Cook kemudian diterima di salah satu universitas terbaik di Negara Bagian Alabama, Auburn University, untuk belajar di bidang Teknik Industri, khususnya belajar tentang proses manufaktur, tentang bagaimana inventaris bahan baku sangat penting dalam suatu penciptaan produk. Ilmu ini sejalan dengan kemampuan ayahnya, Donald Dozier Cook, yang sempat bekerja sebagai prajurit yang menangani inventaris persenjataan Angkatan Darat AS saat Perang Korea.
Setelah lulus kuliah, Cook akhirnya diterima di "The Big Blue", IBM. Kala itu, dipercik oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak melalui Apple II yang membuat komputer rumahan (Personal Computer atau PC) menjadi sangat digemari masyarakat, IBM kewalahan menerima pesanan. Namun, karena bisnis komputer rumahan IBM merupakan bisnis baru, IBM sembrono dalam membangun jalur produksi. Mereka memiliki banyak suku cadang dan pabrik perakitan, tetapi tak terintegrasi dengan baik hingga pendapatan perusahaan tergerus.
Cook yang berstatus fresh graduate diberi mandat untuk memperbaiki masalah ini. Ia berhasil menyelesaikannya dengan baik melalui teknik "just-in-time". Alih-alih menimbun suku cadang yang diperlukan dalam membuat PC, ia justru mengatur suku cadang yang dipesan dari perusahaan pihak ketiga untuk sampai ke pabrik perakitan IBM dua jam sebelum proses perakitan dilakukan.
Teknik "just-in-time" membuat IBM akhirnya tak memerlukan banyak pabrik dan tidak terjadi penumpukan barang/suku cadang. Pendapatan IBM kemudian melesat karena berhasil meminimalisasi beban keuangan. IBM lalu menyekolahkan Cook ke jenjang Master di Duke University.
Merapat ke Apple
Tak lama setelah Cook menyelesaikan pendidikan S2, ia justru meninggalkan IBM untuk bekerja di Intelligent Electronics. Seperti di IBM, Cook berhasil menata ulang proses manufaktur Intelligent Electronics. Merujuk catatan Mickle, hal ini membuat Cook dijuluki "penyihir spreadsheet". Ia berhasil menggelembungkan pendapatan perusahaan dari $3 miliar per tahun menjadi $34 miliar pada 1997 atas pembenahan besar-besaran di sisi manufaktur/inventaris. Kesuksesan yang berbarengan dengan kembalinya Steve Jobs ke Apple usai diusir oleh John Sculley, mantan Direktur Utama Pepsi yang dibajak Jobs untuk memimpin Apple.
Kembali memimpin Apple, Jobs ingin memutar balik nasib Mac yang kala itu hancur lebur di tangan Sculley dan penerusnya, Michael Spindler. Jobs lalu meminta nasihat headhunter dan diberi informasi bahwa Cook merupakan sosok yang pas untuk membantunya menangani Mac.
Ketika tim headhunter menawari Cook untuk bergabung dengan Apple, Cook baru saja bergabung dengan Compaq sehingga ia menolak tawaran tersebut. Tim headhunter kemudian mencoba strategi lain, yakni meminta Cook untuk bertemu dengan Jobs.
Sebagai "rockstar" di dunia teknologi, Jobs akhirnya membuat Cook luluh. Ia diberi konpensasi senilai $1 juta karena mau hengkang dari Compaq dan merapat ke Apple. Seperti yang ia lakukan di IBM, Intelligent Electronics, dan Compaq, Cook juga merevolusi sistem manufaktur/inventasi Apple.
Ia memaksa pelbagai perusahaan pihak ketiga yang melayani berbagai kebutuhan Apple tunduk kepadanya, termasuk Foxconn dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company. Kekuatan ini berhasil mengamankan slot produksi/perakitan pelbagai produk Apple di tengah carut-marut pandemi Covid-19. Memungkinkan M1 tiba di tengah-tengah masyarakat tatkala Sony kesulitan dengan PlayStation 5.
Ya, selain M1, tak ada produk spesial dari Apple di bawah kepemimpinan Cook. Namun, melalui tangan dinginnya menata proses manufaktur/inventaris, Cook berhasil membawa Apple menjadi perusahaan pertama bernilai $1 triliun.
Editor: Irfan Teguh Pribadi