Menuju konten utama

Strategi Baru Perluasan Subsidi Kendaraan Listrik, Efektifkah?

Pemerintah menyiapkan skema baru memperluas penjualan kendaraan listrik berdasarkan KTP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Strategi Baru Perluasan Subsidi Kendaraan Listrik, Efektifkah?
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (kanan) mendapat penjelasan dari Wakil Presiden PT Toyota - Astra Motor (TAM) Henry Tanoto (kiri) dan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono (kedua kiri) tentang Mobil C+Pod berbasis battery electric Vehicle usai membuka pameran Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2021 di Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (24/11/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.

tirto.id - Pemerintah tengah menyiapkan skema baru untuk memperluas cakupan penjualan kendaraan listrik bersubsidi pakai KTP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pertimbangan ini diambil karena sepinya realisasi penyaluran subsidi yang dialokasikan sebanyak 200 ribu unit untuk tahun ini.

Sejak program itu dibuka pada Maret 2023, pemerintah memang membatasi syarat bagi masyarakat yang ingin memperoleh subsidi sebesar Rp7 juta per unit. Yakni, terdaftar sebagai penerima manfaat KUR, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, dan penerima subsidi listrik sampai dengan 900 VA. Kriteria itu dinilai menjadi penyebab sepinya realisasi penyaluran subsidi.

Sampai dengan akhir Juli 2023, tercatat ada sisa kuota insentif sebanyak 198.718 unit motor listrik yang belum tersalurkan dari target. Data itu berdasarkan Sistem Informasi Pemberian Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (SISAPIRa).

"Jadi, apa berkaitan dengan requirement atau syarat yang sebelumnya ditetapkan, itu nanti akan kita hapuskan, jadi yang mendapat bantuan pemerintah untuk pembelian kendaraan roda dua berbasis NIK atau KTP itu cuma boleh beli 1 motor listrik. Satu motor, satu NIK segera," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan strategi tersebut untuk memperluas cakupan masyarakat penerima insentif. Hal ini karena realisasi penerima insentif yang ditargetkan pemerintah sebanyak 200 ribu penerima pada tahun ini, baru terealisasi tidak lebih dari satu persen saja hingga Juli 2023.

"Setelah dilihat ada beberapa prosedur yang kita lihat enggak clear," ujar Bahlil.

Bahlil menjelaskan, pemberian insentif motor listrik kepada masyarakat bukan hanya untuk memberikan subsidi atau bantuan sosial. Namun, untuk membantu mewujudkan penggunaan energi fosil ke energi ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan motor listrik juga dapat membantu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).

"Ini untuk Indonesia bersih dan untuk mengurangi terhadap BBM juga, pengalihan," ujarnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Daymas Arangga Radiandra menilai, bahwa pemberian insentif motor listrik memang sudah seharusnya diperuntukkan untuk masyarakat seluas-luasnya. Hal ini karena tujuan dari pemberian insentif ini salah satunya adalah percepatan adopsi motor listrik di Indonesia.

"Ini untuk mendukung upaya pengurangan emisi dan juga beban subsidi bahan bakar minyak," ujarnya kepada Tirto, Senin (7/8/2023).

Meski dilakukan strategi perluasan jangkauan pemberian insentif, namun pemerintah juga perlu memikirkan rencana perluasan fasilitas pendukung kendaraan listrik. Sehingga masyarakat pun yakin ketika membeli kendaraan listrik, fasilitas pendukungnya sudah tersedia.

Fasilitas SPKLU di Perbatasan RI
Fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dihadirkan PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur di Atambua, Kabupaten Belu, yang berbatasan wilayah secara langsung dengan Timor Leste di Pulau Timor. (ANTARA/HO-Humas PLN UIW NTT)

Jadi Angin Segar bagi Produsen

Perluasan insentif kendaraan listrik ini rupanya menjadi angin segar bagi produsen kendaraan listrik di Tanah Air. Direktur Operasional PT Gaya Abadi Sempurna Tbk, Wilson Teoh berharap strategi baru pemerintah dapat mendorong permintaan kendaraan listrik.

"Dengan dibukanya insentif ini untuk masyarakat umum, maka ini sangat berpotensi untuk mendongkrak penjualan," ujarnya kepada Tirto.

Wilson menyebut NIK yang sudah terdaftar di dalam empat kategori penerima awal saja saat ini sudah mencapai sekitar 30 juta NIK. Tidak menutup kemungkinan jika sudah dibuka untuk umum nantinya bisa mencapai 200 juta NIK yang bisa membeli motor listrik dengan insentif.

Berdasarkan catatannya, penjualan motor listrik SELIS baru sebanyak 800 unit motor sampai dengan pertengahan tahun ini. SELIS sendiri menjadi salah satu produsen motor listrik yang mendapat insentif atau bantuan pemerintah pada Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB).

"Sejauh ini SELIS sudah menjual 800 unit lebih motor listrik di tahun 2023," katanya.

Wilson mengakui sejak adanya insentif dari pemerintah ada sedikit peningkatan permintaan dari masyarakat. Walaupun, peningkatan tersebut masih jauh dari ekspektasi perusahaan.

"Walaupun peningkatan ini belum sesuai dengan ekspektasi dan harapan perusahaan," ujarnya.

Sementara itu, Chief Executive Officer PT Gesits Bali Pratama, Sari Suryanti, menambahkan, sejauh ini permintaan terhadap motor listrik terus bertambah. Itu terlihat dari penjualan Gesits yang terus tumbuh.

"Penjualan kami distributor Gesits Bali Pratama sejak penjualan 2020 sampai 2023 yakni 1.200-1.300 unit Gesits. Di mana di antara unit Gesits yang kami sewa kan dan digunakan oleh PLN Bali, PLN Disjaya, Haleyora Power serta PT Pos untuk daerah Ubud Bali," ujarnya kepada Tirto.

SPKLU ULTRA FAST CHARGING UNTUK KTT G20

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (tengah), Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril (kiri) dan Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura dan Bali PLN Haryanto W.S (kanan) berbincang di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging, Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.

Tidak Bisa Capai Target

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berpandangan bahwa meski penerima insentif diperluas, belum tentu penjualan motor listrik langsung mencapai target 200 ribu unit. Pertama, karena keterlibatan pabrikan motor yang dominan yakni Honda dan Yamaha dalam insentif motor listrik belum terlihat.

"Padahal masyarakat menilai kedua merk motor tersebut lebih dipercaya dibanding merek motor listrik yang terlibat dalam insentif pemerintah," ujarnya kepada Tirto.

Kedua, calon pembeli masih berharap adanya stasiun pengisian daya yang tersedia hingga tingkat desa. Ketiga, ketersediaan suku cadang dengan harga terjangkau dan bengkel.

Keempat, harga jual kembali motor listrik dinilai belum bisa bersaing dengan motor BBM. Serta terakhir ketersediaan pembiayaan atau leasing masih terbatas padahal sebagian besar masyarakat beli motor dengan fasilitas leasing.

Masyarakat Masih Enggan Beralih

Dari sisi konsumen, salah satu warga Nabila, masih berpikir ulang untuk beralih kendaraan roda duanya dari konvensional ke listrik. Meski sudah ada lampu hijau perluasan subsidi dari pemerintah, ia tetap berkukuh tidak ingin beralih. Alasannya, wanita berusia 21 tahun itu masih nyaman menggunakan kendaraan berbahan bakar bensin.

Selain nyaman, penggunaan kendaraan bahan bakar minyak (BBM) juga dinilai masih lebih praktis dan mudah. Sebab ekosistem yang terbangun seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) banyak ditemui dan terjangkau di kota-kota besar maupun kecil. Ini berbeda dengan kendaraan listrik.

"Pertimbangannya pertama masalah ekosistemnya belum terjangkau. Ini perlu jadi perhatian," ujarnya ketika berbincang kepada Tirto, Senin (7/8/2023).

Hal senada juga disampaikan konsumen lainnya, Rifky. Menurutnya, masalah ekosistem masih menjadi pertimbangan untuk beralih menggunakan kendaraan listrik. Lebih dari itu, masalah model atau desain juga masih kalah jauh dengan motor konvensional.

"Pertama ekosistemnya dan kedua iya modelnya masih kurang," ujarnya terpisah.

Infrastruktur pendukungnya, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) memang belum tersebar merata di Indonesia. Ini terlihat dari data Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang diolah Institute for Essential Services Reform (IESR).

Secara umum, SPKLU memang meningkat tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, dengan total 570 stasiun terpasang. Namun, jumlah yang terpasang itu masih sekira 20 persen di bawah target pemerintah.

Meskipun demikian, SPKLU tidak terdistribusi dengan baik karena lebih dari 88 persen SPKLU berlokasi di Jawa dan Bali," tulis tim riset IESR dalam laporannya yang berjudul Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023.

Tim menyebut, Jakarta dan Bali memiliki jumlah SPKLU terbanyak dibandingkan daerah lain. Salah satu pendorong utama pemasangan SPKLU adalah ajang G20, yang kendaraan dinasnya berasal dari kendaraan listrik.

"Alhasil, selain Jakarta sebagai ibu kota, SPKLU banyak ditemukan di Bali, tempat diselenggarakannya acara G20. Kecuali untuk daerah-daerah tersebut, jumlah SPKLU relatif sedikit," tulis tim.

Dari data yang dilampirkan, seluruh Sumatra hanya 5,6 persen dari total SPKLU yang terpasang, Sulawesi 2,6 persen, dan Kalimantan 2,3 persen.

Strategi penerapan infrastruktur pengisian daya yang diprakarsai pemerintah bisa 4-7 kali lebih hemat biaya daripada menawarkan insentif kepada konsumen untuk mendorong adopsi kendaraan listrik.

Ini karena setiap jenis pengisi daya melayani kebutuhan konsumen yang berbeda. Di wilayah Jakarta, hampir 50 persen stasiun pengisian adalah stasiun pengisian dengan daya lambat.

Sedangkan stasiun pengisian cepat dioperasikan oleh perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berlokasi di lokasi terdekat mereka, jauh dari tempat yang paling membutuhkannya, misalnya, jalan raya atau tol.

"Oleh karena itu, diperlukan rencana penerapan strategis untuk mengoptimalkan investasi SPKLU," tulis tim.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang