Menuju konten utama

Status Bencana Nasional Gempa Lombok Memperburuk Pariwisata?

“Selagi masih ada gempa susulan di Lombok, ya wisatawan ketakutan berkunjung,” kata Bambang Suprayogi, pemilik biro travel di Lombok.

Status Bencana Nasional Gempa Lombok Memperburuk Pariwisata?
Warga korban gempa bersiap melaksanakan salat Jumat di pengungsian Desa Sigarpenjalin, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Jumat (10/8ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi.

tirto.id - Perdebatan perlunya status gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi bencana nasional terus berlanjut. Kelompok yang pro beralasan, sudah saatnya Presiden Joko Widodo menetapkan sebagai bencana nasional, sementara yang kontra tetap berdalih tidak perlu mengingat banyaknya bantuan, baik dana maupun tenaga yang sudah dikerahkan pemerintah pusat.

Selain itu, penetapan gempa Lombok sebagai bencana nasional juga akan berpengaruh terhadap industri pariwisata, sebagaimana diungkapkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menguatkan argumen Pramono. Ia beragumen dengan pengalaman penanganan bencana letusan Gunung Agung di Bali beberapa waktu lalu.

“Kalau pakai terminologi bencana nasional nanti 'travel warning', kan jadi repot, tapi kalau standar penanganan sudah sama semua. Pengalaman kami waktu di Bali begitu kami mengatakan bencana nasional, langsung [wisatawan] lari. Padahal 'treatment'-nya sama saja,” kata Luhut.

Pernyataan pejabat pemerintah pusat ihwal kekhawatiran status bencana nasional di Lombok akan mendorong wilayah Indonesia masuk dalam kategori travel warning memang bukan tanpa sebab. Di atas kertas, Lombok, NTB memang jadi destinasi utama para turis mancanegara di Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) pada 2016-2017, kunjungan wisatawan mancanegara ke Lombok memang meningkat. Pada 2016, tercatat jumlah kunjungan wisman yang masuk melalui Bandara Internasional Lombok mencapai 17.705 kunjungan, naik pada 2017 menjadi 18.335 kunjungan.

Perdebatan ihwal status penanganan dampak gempa di Lombok, NTB, memang masih terpelihara hingga kini. Banyak pihak mendesak pemerintah menaikkan status bencana gempa di NTB ke skala nasional. Alasannya, agar penanganan dampak gempa di sana bisa berjalan cepat.

Akan tetapi, pemerintah bergeming dan tetap pada keputusannya tidak menaikkan status bencana. Pemerintah berdalih penanganan sudah dilakukan dalam skala nasional, karenanya tak perlu ada kenaikan status bencana.

Dalih pemerintah dikuatkan pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Menurutnya, kenaikan status bencana dapat membawa dampak buruk bagi perekonomian warga, terutama mereka yang mencari pendapatan di sektor pariwisata.

"Apabila gempa Lombok ini dinyatakan sebagai bencana nasional, maka Pulau Lombok dan Sumbawa akan 'mati' dan pemulihannya akan lama. Padahal, sektor pariwisata adalah salah satu andalan pertumbuhan ekonomi NTB," kata TGB dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Selasa (21/8/2018).

Pria yang akrab disapa TGB ini kembali menegaskan bahwa masyarakatnya tak tertarik mengikuti debat ihwal status bencana gempa yang terjadi sejak akhir Juli 2018. "Masyarakat NTB terutama para korban tidak tertarik debat status bencana, mereka hanya perlu penanganan yang maksimal," ujar TGB kepada Tirto, Kamis (23/8/2018).

Menurut TGB, penanganan secara maksimal para korban gempa di NTB telah dan masih berlangsung. Ia mengklaim masyarakat NTB lebih butuh keberlangsungan penanganan maksimal, alih-alih penetapan status bencana nasional oleh pemerintah pusat.

Dampak Bencana pada Pariwisata

Kekuatiran TGB cukup beralasan. Bencana alam memang terbukti berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan ke suatu daerah. Banyak contoh yang bisa dilihat, salah satunya dari Provinsi Bali yang bersebelahan dengan NTB.

Saat Gunung Agung di Bali meningkat aktivitasnya pada 2017 silam, jumlah turis yang masuk ke Bali menurun drastis. Pada Agustus 2017, wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali mencapai 601.553 orang. Jumlah itu menurun pada September 2017 (551.968 wisatawan asing).

Penurunan kembali terjadi di Oktober 2017 (464.703 wisman), dan November 2017 (360.043 wisman). Jika dibandingkan dengan data 2016, penurunan jumlah wisatawan yang masuk ke Bali selama erupsi Gunung Agung bahkan mencapai 29 persen lebih.

Infografik CI Jumlah Wisatawan NTB

Respons Biro Travel di Lombok

Bencana memang membuat pariwisata terpuruk, tapi apakah status bencana akan menambah keterpurukan pariwisata akibat bencana?

Bambang Suprayogi, seorang pemilik biro perjalanan dan wisata di Lombok, NTB menanggapi sinis perdebatan perlu atau tidaknya status bencana nasional diberikan kepada daerahnya.

“Industri pariwisata mana paham dampaknya [perdebatan bencana nasional atau lokal]. Selagi masih ada gempa susulan di Lombok, ya wisatawan ketakutan berkunjung,” kata Bambang kepada Tirto, Kamis (23/8/2018).

Bambang berpendapat, perdebatan soal perlu tidaknya status bencana nasional tak berdampak ke industri pariwisata di NTB. Pemilik biro perjalanan "1985adventure" ini menilai, selama gempa masih terjadi, maka wisatawan tak akan berkunjung ke Lombok, terlepas dari apapun status bencana yang ditetapkan pemerintah.

Rentetan gempa yang mengguncang NTB sejak akhir Juli 2018 terbukti menyurutkan jumlah wisatawan. Bambang menjadi salah satu yang terkena dampaknya. Akibatnya, ia harus rela kehilangan semua calon pengguna biro perjalanan di Agustus 2018.

"Semua cancel, kecuali relawan dan yang punya tujuan terhadap gempa. Itu pun kerja sosial, bukan bisnis penerapan harganya. Malah lihat situasinya gempa masih terus terjadi sampai sekarang, jadwal September berpeluang batal semua,” kata Bambang.

Menurut pengakuannya, ada 15 calon pelanggan selama Agustus 2018 yang membatalkan pemakaian jasa usahanya. Penyebabnya tak lain karena masih seringnya gempa terjadi di NTB.

Nasib Bambang serupa dengan Sita Agriani. Pemilik biro perjalanan "Kemana Yuk" itu menyebut banyak pelanggannya yang membatalkan pesanan pasca-gempa mengguncang NTB.

Sita berkata, ada 100 pelanggannya yang membatalkan perjalanan. Menurutnya, pembatalan akan tetap berlangsung selama gempa terjadi, terlepas dari apapun status bencana yang ditetapkan pemerintah.

“Kemarin sih ada yang tanya, apa Lombok masih aman buat didatangi? Kami bilang masih bisa di daerah selatan. Tapi ada pelanggan yang niat datang Oktober saja refund, lho, karena ini," ujar Sita.

Baca juga artikel terkait GEMPA NTB atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz